The Little Bride

The Little Bride

Chapter 1 | Beginning

“ ... kita buat duapuluh lima x kuadrat jadi lima x pangkat dua. Maka hasilnya seperti ini, seperlima arc sin lima x plus C. Integral nggak tentu dan nggak ada batas, jangan lupa ...”

Suara itu tak ubahnya sirine ambulance yang membikin ngeri. Rasa frustrasi menghasut Nayya agar mengalihkan fokus pada benda elektronik yang tergenggam jemari. Ketimbang mendengarkan rumus matematika yang membuat telinga berdarah dan nyeri, alangkah bagus jika ia melihat Jaemin yang ganteng tak tertandingi.

BRAKKK!

“Aigo kamchagiya!” (Astaga, bikin kaget saja!)

Gebrakan meja yang menggema keras cukup mengagetkan. Tubuh Nayya praktis berjingkat, berikut ponsel yang ikut terlonjak dan nyaris terlepas dari tangan. Untuk sesaat, Nayya merasakan gemuruh di dada, manalagi sosok bermata kucing di hadapannya mendelik tajam bak mengajak tawuran.

“Bisa serius nggak?”

Jika diperhatikan saksama, wajah baby face yang mirip kelinci ini sama sekali tidak menyiratkan kesan seram. Hanya saja, penjelasan trigonometri yang diterangkannya cukup mencekam. Ayolah, Nayya paling benci matematika. Baginya, matematika adalah neraka. Dia perlu kacamata anti-radiasi untuk sekadar membaca rumus-rumusnya.

Andai laki-laki di seberangnya ini tidak menyogok dengan tiket The Dream Show dan rela berbaur dengan puluhan ribu gadis remaja demi menjadi bodyguardnya, sudah pasti dia pilih kabur dan menguburkan diri dalam selimut sembari berkhayal kencan romantis dengan idol tercinta. Namun lelaki baik hati ini memang terlalu baik sampai dia bingung bagaimana cara menyingkirkannya.

“Kakak jangan galak galak, nanti darah tingginya kumat loh,” peringatnya, kendati hati mencibir ria.

Lelaki itu mendengkus. “Kalau nggak digalakin gini, lo nggak bakal belajar.”

“Lagian ya, kak Aksa ini magister hukum loh, terus di sekolah ngajarnya Pendidikan Pancasila, ngapain sih repot-repot ngajarin aku Matematika?” omel si gadis, ikut-ikutan sewot.

“Nggak ada hubungannya ya, gelar dengan gue ngajarin lo matematika,” bantah si pria. “Lo sadar diri kek, nilai matematika lo tuh jeblok. Gimana lo bakal masuk Universitas kalau disuruh belajar aja ogah-ogahan?”

Selama hampir satu bulan menggantikan posisi temannya yang cuti melahirkan, sedikit banyak Aksa tahu kekurangan pun kelebihan siswi yang juga tetangganya ini. Nayya bukan bodoh, dia hanya pemalas yang enggan belajar dan pasrah. Dia paling payah di pelajaran Matematika. Nilainya tak pernah lebih dari 60. Plato mungkin akan menangis jika mengetahui betapa parah Nayya membenci Matematika.

“Harusnya lo bersyukur gue nyelametin masa depan lo,” sambung Aksa, menatap si gadis seraya mengangkat sebelah alis. Kesombongan dan kesongongannya pun mulai menyerang dengan anarkis.

“Ck! Emang kak Aksa tau masa depan aku kayak gimana?” tantang si gadis berponi tipis, namun melihat respons Aksa yang tersenyum menyeringai, Nayya yakin ke-julid-an seorang Aksa Andaru akan terbit sebentar lagi.

“Suram banget sih kalau lihat tampang-tampang madesu lo gini. Hahaha.”

Nah, kan? Manusia satu ini memang masternya perjulidan.

“Ih sok tau!” serunya, merasa tak terima masa depannya diremehkan begitu saja. “Seenggak pinternya aku, aku masih punya cita-cita mulia yang suatu hari bikin semua orang bangga, tau! Huh.”

Aksa berdecih. “Cih, apaan coba?”

Alih-alih menjawab, mimik muka si gadis justru berganti. Kedua telapak rampingnya pun turut menyangga pipi, berikut senyum malu-malu ikut terpatri. “Kepo deh. Tapi karena aku lagi bermurah hati, aku bakal kasih tau kak Aksa,” kata gadis itu, berdeham. “Pokoknya, di masa depan nanti, aku punya cita-cita yang sangat mulia. Aku bakal menikahi seseorang. Seorang pria sempurna yang aku cintai sepenuh hati, Na Jaemin.”

Gurat penasaran Aksa sontak berubah, selayaknya meme Yao Ming si atlet basket yang pernah viral, ia tertawa meledek bahkan hingga terpingkal. “Pfft. Semoga keinginan lo tercapai, ya, Adik Manis. Bhahaha. Coba aja sih kalau bisa. Bhahaha!” Sekali lagi, Aksa tertawa sumbang yang seketika membuat Nayya muram.

“Dasar julid!” ketus si gadis, geram.

“Elo tuh ya, belajar yang bener dulu deh. Cowok Korea melulu yang dipikirin.” Aksa memang bijak dan dewasa, tapi terkadang dia lebih cerewet dari ibu-ibu tukang rumpi yang sering nongkrong di pos ronda. “Lagian si Jaemin Jaemin itu apa mau nikah sama cewek malesan kayak elo gini?”

Bahasa kasar untuk pemalas yang dimaksud Aksa adalah bodoh. Nayya paham meski Aksa tak mengatakannya secara gamblang. Pada detik ini, Nayya merenungi perihal kepantasannya. Kendati hati kecil menghiburnya agar tak bersempit akal, namun bisikan setan di telinga menyadarkannya betapa ia tak lebih dari sosok pungguk merindu bulan.

Kalau begitu, bukankah Nayya harus belajar dan menjadi pintar? Agar ia bisa sepadan dengan Jaemin yang seorang bintang dan bersinar.

“Soal-soal ini harus bisa lo selesaikan hari ini. Tadi udah gue jelasin kan, tapi kalau lo ada yang belum paham, tanyain. Gue di sini ngerjain tugas.”

Aksa berujar sembari memfokuskan pandang pada layar MacBook yang menyala terang. Sejurus itu, Nayya mengangguk kendatipun kepala nyut-nyutan. Sudah dia bilang kan, matematika itu virus mematikan.

Menit pun terus berlari tanpa keduanya sadari. Kini satu jam telah berlalu dan Aksa baru rampung menggarap tugasnya sebagai guru. Namun ketika layar tertutup, wajah Nayya yang tertelungkup di atas meja merusak pemandangan mata.

Aksa lantas berjongkok di sebelahnya, memeriksa hasil kerja keras Nayya yang ternyata masih rumpang sebagian. Senyum tipisnya begitu tulus, tidak seperti ketika ia menertawakan cita-cita konyol bin ajaib tetangganya ini beberapa saat lalu.

Kasihan mengamati posisi tidur si gadis yang tampak tak nyaman, Aksa berinisiatif memindahkannya ke kamar. Jaraknya hanya beberapa meter dari ruang tamu, terlebih berat badan Nayya yang seringan bulu memudahkannya untuk berjalan tanpa memakan banyak tenaga dan waktu.

Begitu tiba, Aksa lekas membaringkan Nayya di atas ranjang berwarna biru. Sayang sekali, dia justru bernasib apes lantaran gadis itu secara tiba-tiba menarik kuat punggungnya hingga ia terjerembab dan nyaris menindih sosoknya. Beruntung lengannya cukup gesit untuk menyangga.

Tapi musibah memang tak dapat dihindari. Saat Aksa bersusah payah melepas diri, gadis itu malah memperkuat simpul tali. Aksa semakin susah berespirasi. “Nay, lepasin, Nay.”

Jika sudah begini, Aksa harus cepat pergi, terutama dari posisi yang tidak menyenangkan ini. Namun jika mengingat pesan ibunda Nayya yang menitipkan gadis ini untuk dia jaga, Aksa merasa dilema. Dia tak menginginkan ini, tapi dia juga tak bisa meninggalkannya sendiri.

Tanpa merasa berdosa, gadis yang memeluk erat dirinya ini malah bergumam-gumam memanggil nama Jaemin berikut kata-kata cinta dalam bahasa Korea. Sudut bibir Aksa terangkat tipis.  Bahkan alam bawah sadar gadis ini pun selalu mengingat satu nama yang sama.

Suasana sunyi dan rasa lelah yang menggerogoti sekonyong-konyong membius mata menjadi perih dan berat sekali. Hangatnya pelukan serta wajah damai yang berseri, lamat-lamat membuat Aksa terlelap hingga terbawa ke dunia mimpi. Detik itu, tak ada satu pun yang menyadari bahwa langit pun ikut berkonspirasi.

Lalu kejutan itu menyentak keduanya tatkala mata terbuka. Tubuh Aksa yang semula hangat, secara mendadak kedinginan seolah diguyur air satu kuali. Dan memang demikian kenyataannya ketika ia menyadari tatapan menguliti sosok tua berjenggot putih yang menjulang di dekat kaki. Sorotnya yang berapi-api seketika membuat ia bergidik ngeri.

“Kalian! Cepat bereskan kekacauan ini, dan segera temui saya di ruang tamu!” Pada kalimat terakhir, pelototan si pria renta menghunus Aksa yang sudah terduduk dengan raut terbengong-bengong tak mengerti. Tapi satu hal yang dia sadari, ada kesalahpahaman di sini.

“Akung? Loh A-akung?”

Antara nyata dan tidak, Nayya celingukan memperhatikan bed covernya yang menggelap dan tubuhnya yang basah, juga gayung kamar mandi yang tergelepar tak berdaya di lantai. Sekejapan pula ia mendapati sang Mama yang menatap iba dan juga kecewa. Sosok itu lantas menghilang, mengikuti langkah Eyang Kakung yang telah meninggalkan ruangan.

Nayya mengerjap-ngerjap dengan kepala dipenuhi pertanyaan.

“NAYYARA! CEPAT KE SINI! KAMU DAN PACARMU ITU CEPAT KE SINI!”

Kebingungan Nayya pun semakin menjadi begitu mendengar teriakan kencang Eyang beserta sosok Aksa yang berada di sisinya, di kasurnya, di kamarnya.

WHAT THE?

“Aaaaaa! K-kak Aksa, nga-ngapain di sini? Kak Aksa nggak macem-macemin aku, kan?” histeris gadis itu seraya bersilang dada. Ketika satu pertanyaan susulan hendak meluncur, tahu-tahu suara Eyang kembali menggaung.

“NAYYARA! KE SINI KAMU!”

.

.

.

To be continued.

Terpopuler

Comments

Listya ning

Listya ning

Haaaaiii
Salam kenal
Semangat terus Author
Jangan lupa mampir 💜

2024-11-07

0

Secret

Secret

tinggal jejak

2025-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!