OH YES MY SUGAR DOCTOR!
“Mama ... Anjani berangkat ke kampus ya.”
“Hati-hati, belajar yang bener, biar dapet kerjaan yang bagus, nikah sama dokter,” ucap ibunya dengan nada lembut pagi itu.
“Hahaha ... baru juga 19 tahun, Mama ... kuliah aja baru 2 semester,” ujar Anjani sambil tertawa kecil.
“Jodoh kan nggak tau, Jani, bisa cepet bisa lambat ...” tutur ibunya sambil tersenyum bijak.
“Tapi Ma ... Jani nggak mau punya suami yang profesinya dokter,” ucap Anjani sambil memanyunkan bibirnya.
“Kenapa emangnya?” tanya ibunya sambil tersenyum dan melipat kedua tangannya di depan dada.
“Entar dia sibuk sama pasiennya, lupa sama istrinya di rumah. Apalagi pasiennya entar cewek-cewek gitu kan. Ih ... nanti dia selingkuh ...” Anjani menggeleng sambil mencibir pelan.
“Hahaha ...!” tawa keduanya pecah di pagi yang hangat itu.
“Jani pergi ya. Kasihan sama Pak Ojek yang kelamaan nungguin. Entar naik lagi tarifnya,” ucap Anjani sambil mengambil tas ransel dari sofa.
“Dikira taksi kali, pake argo?” sahut ibunya sambil terkekeh geli.
“Bang, tarif jangan naik ya?!” teriak Anjani dari depan pintu kepada tukang ojek yang sudah menunggunya.
“Kagak, Neng ... asalkan Neng mau naik sama Abang terus tiap hari ...!” jawab tukang ojek tersebut sambil tersenyum menggoda. Ia memang sudah menjadi langganan harian Anjani.
“Idih ...” ucap Anjani dan ibunya bersamaan sambil menggelengkan kepala saat mendengar ucapan si tukang ojek.
Anjani berlalu dari rumah, ia bersemangat pagi ini seperti hari hari biasanya.
•••
KAMPUS
“An ... ada dosen pengganti, katanya sih ganteng banget. Tadi gue denger dari obrolan cewek-cewek kelas sebelah tuh,” ucap Diska dengan nada antusias.
“Paling juga suami orang, Diska ...” ucap Anjani santai kepada Diska.
“Tapi kalau ternyata bujangan? Gimana tuh, Jani?”
“Ganteng, dosen pengganti, bujangan? Jangan-jangan ... gay?”
“Hahaha ...”
Mereka berdua tertawa lepas, tanpa kendali. Tanpa mereka sadari, dosen pengganti bersama Veronika—dosen mata pelajaran Ekonomi Akuntansi—telah melihat mereka dari depan kelas.
“Siapa yang gay?” tanya Veronika, sambil menaikkan alis mata sebelah kiri dan menurunkan kacamatanya, menatap tajam ke arah Anjani.
“Mati ...” ucap Anjani pelan saat ia baru menyadari bahwa Veronika dan dosen pengganti sudah berdiri di hadapan mereka.
“Hahaha ...!”
Suasana kelas pun riuh oleh tawa mahasiswa lainnya. Anjani merasa malu bukan main. Sementara itu, dosen pengganti hanya tersenyum tipis dan menundukkan kepala.
“Oke ... semuanya ... jangan berisik! Norak kalian! Kita lagi nggak demo BBM, loh ya, jadi keep silent, please!” ucap Veronika dengan tegas dan lantang.
Kelas langsung hening seketika. Semua mata tertuju pada wajah tampan sang dosen pengganti.
“Beneran ganteng, subhanallah ...” ucap Diska sambil menopang dagunya dengan kedua tangan.
“Jani ... Jan ... janck ...” bisik Diska, memanggil Anjani dengan pelan.
“Janck apaan sih? Sialan lu ...” bisik Anjani, berusaha tetap tenang.
“Ganteng banget kan, Jan ...?” bisik Diska dengan mata berbinar.
“Iya sih ... tapi, gue malu ...” ucap Anjani sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Anjani!” seru Veronika sambil berjalan mendekati Anjani.
“I -- iya, Bu ...” ucap Anjani dengan kaku.
“Urusan kita belum selesai. Attitude kamu bermasalah. Kamu, habis ini, temui saya di ruangan saya. Paham?” ucap Veronika dengan nada tegas.
“Maaf, Bu. Paham ...” jawab Anjani dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.
“Oke ... semuanya, tolong jaga sikap dan perilaku. Ucapan dan tutur kata juga dijaga. Jangan seperti si Anjani!” seru Veronika kepada seluruh kelas.
“Em ... maaf, Bu ...” suara dosen pengganti terdengar pelan, sambil mengangkat satu tangan dengan sopan.
“Ya, Bastian, ada apa?” tanya Veronika, menoleh ke arahnya.
“Saya tahu dia cuma bercanda. Saya nggak marah, jangan dijadikan masalah,” ucap Bastian sambil tersenyum tenang.
“Wow ...” ujar beberapa mahasiswa, terkesima mendengar sikap dosen baru itu.
“Ooh ... oke ... dengar semuanya ya. Dia sudah anggap nggak ada masalah. But ... buat Anjani? Kamu tetap harus temui saya di ruangan. No comment? Dan silakan, perkenalkan diri,” ucap Veronika sambil memberi isyarat kepada Bastian untuk mulai memperkenalkan diri.
Anjani mengangguk, wajahnya memerah. Betapa malunya ia pagi itu.
“Nama saya Bastian, Bastian Dirgantara. Saya dosen pengganti dari Ibu Silvi. Mohon kerja sama,” ucap Bastian kepada seluruh mahasiswa sambil tersenyum. Matanya kini tertuju pada Anjani.
“Usia dong, Pak ...?” tanya salah satu mahasiswa dengan nada menggoda.
“25 tahun,” ucap Bastian santai saat pertanyaan itu dilontarkan dari sudut kelas.
“Udah punya pacar atau udah nikah, nih, Mas ...?”
“Tinggi badan, Mas ...?”
“Pertanyaan macam apa itu?” ucap Veronika, terdengar sedikit kesal.
“Nggak apa-apa, Bu, saya jawab,” ujar Bastian sambil tetap tersenyum ramah.
“Saya belum menikah. Saya masih sendiri. Tinggi badan 180 sentimeter. Ooh ... mungkin di sini ada yang mau jadi pacar atau istri saya?” ucap Bastian santai, sambil tersenyum. Sekilas, ia kembali melirik ke arah Anjani.
“Jani ... sikat, Jan ...” ucap salah seorang mahasiswa sambil menahan tawa.
“Hahaha ...!”
Suasana kelas kembali pecah oleh gelak tawa para mahasiswa. Sementara itu, Anjani hanya bisa membeku di tempat duduknya. Ia merasa seperti berada di dalam lemari es—kaku dan dingin.
Pelajaran pun berlangsung. Anjani kini tampak serius. Ia sejenak melupakan rasa malunya, meskipun harus menemui Veronika setelah kelas usai.
“Jani ...” bisik Diska pelan.
“Apa lagi sih ... gue lagi serius,” ucap Anjani dengan suara lirih, sedikit kesal.
“Gue nggak konsen. Ganteng banget. Bisa mati kena jantung gue ...” bisik Diska, masih terpukau.
“Ih ... lu gitu banget. Serius, Diska. Jangan ganggu gue dulu ...” ujar Anjani, tetap menunduk pada tugasnya.
“Tapi ... gue yakin, dia suka sama lu ...” ucap Diska, menahan suara.
“Dari mana lu tahu?” tanya Anjani penasaran.
“Dia dari tadi liatin ...” ucap Diska yang ucapannya tertahan.
“Ehem ...!” Bastian berdeham pelan, memperhatikan Diska yang sedari tadi terus berbisik dengan Anjani.
Diska pun buru-buru kembali menghadap meja dan mulai mengerjakan tugasnya dengan serius.
Tak terasa, bel berbunyi, menandakan jam pelajaran pertama telah usai. Bastian berpamitan dengan ramah dan sopan kepada para mahasiswa jurusan Ekonomi Akuntansi itu.
“Hah ... lega gue ... bisa napas,” ucap Diska dengan hembusan napas lega.
“Lu lega, gue harus ketemu Ibu Veronika ...” ucap Anjani sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi dan menatap langit-langit kelas.
“Hahaha ... mampus lu ...” sahut Diska sambil tertawa pelan.
“Lu sih ... kan jadi kena gue ...” ujar Anjani dengan nada kesal.
“Hahaha ... sana lu, temuin tuh si gajah!” ucap Diska sambil menahan tawa.
“Sialan. Tungguin gue, jangan ke kantin duluan,” ucap Anjani sambil berdiri dari kursinya.
“Oke, Sist ...” sahut Diska sambil memberi kode jempol.
Anjani merapikan pakaiannya, menata rambutnya, lalu berjalan lesu menuju ruangan Veronika.
•••
Tiba di ruangan Veronika.
“Maaf, Bu ...” ucap Anjani sambil menunduk hormat.
“Jaga sikap kamu. Kamu itu mahasiswa, jangan seperti orang yang tidak tahu etika. Malu-maluin. Dia itu dosen lulusan Oxford University. Kamu tahu itu di mana?” ujar Veronika dengan nada tajam.
“Di luar negeri, kan, Bu?” jawab Anjani pelan.
“Ih ... bikin kesel kamu. Minta maaf sama dia, dan ini sudah saya catat. Sekali lagi kamu seperti ini, kamu saya beri sanksi. Paham?” ucap Veronika tegas.
“Paham, Bu ...” ucap Anjani dengan suara pelan.
Anjani pun berpamitan. Ia kemudian berjalan menuju ruangan Bastian.
“Permisi, Pak ...” ucap Anjani pelan sambil menunduk, merasa malu.
“Ooh ... masuk aja, Mbak,” sahut Bastian, lalu berdiri dan mendekati Anjani.
“Maaf, Pak. Saya minta maaf. Saya salah,” ucap Anjani penuh penyesalan.
“Oh ... itu, ya sudah. Saya maafkan kok. Bukan masalah besar,” ujar Bastian dengan tenang.
“Tapi saya salah, Pak. Saya benar-benar minta maaf. Lancang,” ucap Anjani lagi, dengan ekspresi tulus.
“Sudah, saya sudah lupakan. Kamu pasti punya alasan sendiri, kenapa pria dengan ciri-ciri seperti itu ... kebanyakan kamu anggap gay. Iya, kan?” ucap Bastian sambil menatapnya.
“Iya, Pak ... di tempat gym, di perkantoran, di mal, secara fisik mereka manly banget, tapi ... ya gitu deh ...” jawab Anjani sambil mengangkat bahu.
“Hahaha ... oke, saya paham. Tapi ... saya normal. Saya senang lawan jenis,” ucap Bastian sambil tersenyum ramah.
Keduanya kini berdiri di dalam ruangan kerja, saling berhadapan.
“Jadi ... saya ... permisi dulu, Pak. Terima kasih sudah maafkan saya ...” ucap Anjani sambil menunduk.
“Tapi ada syarat,” ucap Bastian tiba-tiba.
“Syarat? Kok?” tanya Anjani heran.
“Syaratnya ... saya mau ...” ucap Bastian sambil berpikir sejenak.
“Mau? Mau apa, Pak?” tanya Anjani penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Adyati Adya
Dari sebelah ngikut kesini
2023-06-23
1
NdoroAyu Mak Kos
iihhhhhh..... Di sini ada Jani juga ternyata 🤣🤣🤣🤣
2023-06-22
2
Nia Mulyadi
kembali lgi ksni gr²mas dokter &jani nich🥰
2023-06-21
1