Waktu berjalan begitu cepat bagi Anjani. Tak terasa, hari ini adalah hari besar dirinya dan Bastian. Setelah berpacaran selama satu tahun, mereka memutuskan untuk menikah. Anjani saat itu tengah sibuk menyiapkan diri menyusun skripsi yang sempat tertunda.
“Sayang, ini beberapa yang bakal aku undang. Yang pasti, mereka teman kantor aku, karyawan aku juga, dan teman-teman aku, anak kedokteran,” ucap Bastian sambil menunjukkan daftar nama.
“Ehm ... oke. Aku juga ada beberapa daftar nama, tapi ada yang aku coret, Mas,” jawab Anjani sambil melihat daftar undangannya.
“Kenapa?” tanya Bastian.
“Ya, nggak begitu akrab sih. Sekadar say hi aja gitu. Terus teman Mama, Papa, teman dekat aku Diska, udah pasti, sama ya keluarga besar kita aja.”
“Oke, aku juga. Ada yang aku coret dari sini.”
“Siapa, Mas?”
“Mantan.”
“Hahaha. Kenapa nggak diundang?”
“Ngapain juga kan ...?”
“Terserah Mas sih. Aku ikut aja. Temanya garden party?”
“Yes. Yang kita ambil di rooftop hotel. Hotel keluarga, Sayang. Jadi ya hemat budget dikit lah ...”
“Oke. Baju kita udah siap semua, Mas. Semuanya aman dan nggak ada kendala. Aku diet ketat banget, takut baju aku nggak muat.”
“Nggak muat, ya kita buat lagi gaunnya. Beres, kan?”
“Waktu mepet, Mas. Lagian uang kamu nanti habis ...”
“Sayang ... uang bagi aku bukan perkara. Santai aja. Kamu tenang, uang aku cukup sampai sepuluh turunan.”
“Hahaha ...” Tawa keduanya pecah bersama.
“Tapi ini cuma pesta kecil. Aku belum cukup uang buat ngerayain pesta besar ...” ucap Bastian dengan senyum menunduk.
“Mas ... ini aja udah mewah banget. Kamu tuh bahkan sampai ngundang penyanyi favorit aku. Itu udah mewah buat aku, Mas,” balas Anjani tulus.
“Ini yang aku suka dari kamu. Nerima apa aja yang aku kasih. Aku sayang banget sama kamu. Nggak sabar buat kita nanti punya anak,” ucap Bastian sambil menggenggam tangan Anjani.
Biaya yang akan digelontorkan oleh Bastian mencapai hampir lebih dari 500 juta rupiah, untuk pesta kecil yang ia maksud itu.
Sementara itu, Pandu kini tengah disibukkan mengejar gelar Sp.OG miliknya, sembari ia bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang penyediaan alat berat.
“Dewa ... undangan dari Bastian udah dapet?” tanya Fauzan.
“Udah,” jawab Pandu singkat.
“Hahaha ... kenapa sih? Jawabnya kek lemes gitu?” tanya Fauzan lagi sambil menyenggol lengan Pandu.
“Sialan lu, biasa aja kok. Gue pasti dateng,” sahut Pandu dengan datar.
“Harus lah. Lagian kita tuh jadi dayang-dayang dia, berdiri jadi pendamping mantan, ah elah ... hahaha ...”
“Hahaha, nggak masalah lah. Entar juga jadi manten, tau deh kapannya.”
“Hahaha ... patah hati lu?” ucap Fauzan sambil tergelak.
Rupanya, Fauzan mengetahui bahwa Pandu menyukai Anjani. Namun, ia memilih mengalah demi arti persahabatan yang sudah mereka bangun sejak lama bersama Bastian.
Selama dua tahun, Pandu mencoba melupakan Anjani. Ia fokus dengan apa yang ingin ia capai saat ini.
Menjelang pernikahan Anjani, Pandu telah siap untuk hadir. Tak hanya sebagai tamu undangan, ia juga menjadi groomsman bersama ketiga temannya, berdasarkan permintaan langsung dari Bastian.
Acara sakral itu berlangsung dengan tenang dan penuh sukacita. Terlebih, saat acara sungkeman yang biasa digelar pada pernikahan adat Jawa. Anjani tak kuasa menahan tangis saat ia harus bersujud pada kedua orang tuanya dan meminta restu untuk melepaskan masa lajangnya, yang akan ia habiskan bersama Bastian hingga ajal menjemput. Begitu pun Bastian, dengan menggunakan pakaian adat Jawa yang kental dan khas, ia tampak gagah. Kedua mempelai terlihat serasi pagi itu.
Acara kemudian berlanjut ke rooftop hotel berbintang lima milik keluarga Bastian. Kedua mempelai telah berganti pakaian pengantin modern, rancangan dari desainer muda ternama di Indonesia.
Yang menarik adalah, groomsman yang terdiri dari empat pria tampan dan gagah berhasil mencuri perhatian. Bahkan, mereka disebut-sebut lebih pantas naik ke pelaminan oleh para tamu undangan.
“Diliatin orang gini ...” bisik Pandu pada teman-temannya sambil melirik ke sekeliling.
Mereka menahan tawa saat melihat sekelompok gadis yang melambaikan tangan pada Pandu sambil mengambil foto.
“Kayaknya temen kita bakal dapet jodoh habis ini,” ucap Rangga.
“Hahaha ... mereka cewek mana sih? Tau banget yang satu ini jomblo?” ucap Richard.
“Keliatan, lagi patah hati. Terdeteksi,” ucap Fauzan sambil melirik Anjani dari kejauhan.
“Setan lu!” ucap Pandu sambil menahan tawa dan terus melihat ke sekelilingnya.
•••
Pesta dansa.
Tampak Anjani dan Bastian tengah berdansa mesra, sementara Pandu hanya duduk dan melihat ponselnya. Ia membuka kontak, menggulir, melihat foto lama, serta membaca pesan masuk dan email dari kantornya.
Musik terus mengalun hingga acara makin meriah ketika penyanyi favorit Anjani membawakan lagu di atas panggung. Lagu up beat itu membuat hampir seluruh tamu undangan menari dan menikmati, bak konser mini.
Lagi-lagi, Pandu hanya duduk dan menikmati pemandangan itu berlangsung, di mana Anjani tampak bahagia bersama Bastian. Tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali berjalan meninggalkan rooftop sambil membuka dasi dan jas yang ia kenakan.
“Dewa!” Fauzan berjalan cepat mendekati Pandu.
“Dewa, mau ke mana lu?”
“Balik.”
“Kenapa sih?”
“Nggak enak gue. Gue balik aja. Acara juga udahan, kan,” ucap Pandu sambil masuk ke dalam lift.
“Lu masih sakit hati?”
Pandu tak menjawab.
“Dewa, jawab?!” tegas Fauzan.
Menghela napas, Pandu berkata pelan, “Bukan urusan lu.” Pintu lift pun tertutup.
“Dewa!” teriak Fauzan yang kesal dan memukul pintu lift.
“Segitunya sih? Kenapa juga nggak dikejar dulu?” ucap Fauzan sambil kemudian kembali ke arah acara.
Fauzan kembali duduk di dekat kekasihnya, Indira.
“Kenapa, Mas?” tanya Indira.
“Dewa. Dia balik.”
“Oh ... terus kok Mas kesel gitu mukanya?” tanya Indira.
“Kesel aja sih. Kalo suka, cinta, tuh jangan ditahan. Ungkapin aja.”
“Mas, aku nggak ngerti. Aku cinta ke kamu kok, bukan becanda,” ucap Indira.
“Sorry, sayang. Bukan ke kamu. Maaf, maaf ya,” ucap Fauzan sambil memeluk Indira.
“Aneh,” gumam Indira pelan.
Sementara itu, Pandu berkendara menuju lapangan basket, tempat ia dan teman-temannya sering berlatih.
Seorang diri, dengan menggulung lengan kemejanya, ia mendribel dan memasukkan bola ke keranjang dari berbagai sisi.
Pandu menahan air matanya, namun tak dapat lagi terbendung. Air mata itu jatuh dengan sendirinya.
“Huh ...” Pandu menghela napas, lalu tersenyum. Ia duduk bersandar dan memutar bola.
“Kadang nyesel jatuh cinta,” ucap Pandu sambil memutar bola dengan jemarinya.
“Tapi nggak nyesel kenal sama dia. Biar sebentar ...” ucap Pandu lagi.
“Udahlah.”
Pandu pun menulis sebuah caption pada snapgram miliknya—ungkapan patah hati dan penyesalan akan apa yang ia lalui.
"That day, I fell in love, and today my heart is broken."
"Stupid man is me."
"If one day you are sad and unhappy, find and come to me. I'm still waiting for you ...”
Pandu meninggalkan lapangan basket itu menuju rumahnya. Ponselnya terus berdering. Pesan masuk dari ketiga temannya bertubi-tubi, ingin mengetahui keadaan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Atha Jenn
sini" pandu peluk jauh sini 🥺
2023-06-20
1