Titisan Penakluk Jin
Hari mulai terik tatkala amarah sang surya langsung menyeruak dari balik awan dan langsung menerpa wajahku. Lalu kubangunkan paksa punggungku yang terasa kaku dan berat.
Kusipitkan mata melihat sekeliling sambil tetap terduduk dengan salah satu kaki yg tertekuk dan tangan kiri yang serta merta ku tangkupkan di atas pelupuk mataku berusaha melindungi pandanganku agar tidak terganggu dengan silau matahari.
Pikiranku seakan terhenti sejenak melihat tempat yang antah berantah tanpa kuketahui sedikitpun.
Degg..(jantungku berdetak kaget)
"Dimana aku?" Kataku lirih sambil tetap menoleh ke kanan dan ke kiri. Terdengar sayup-sayup burung camar memekik seru bersama kawanannya, terbang bebas tanpa beban. Iri sekali hatiku sementara aku tersadar tidak tahu dimana aku berada.
Aku terduduk di tepi pantai yang sepi, sesekali bagian belakang pinggangku tersapu ombak dan tidak sadar bahwa hampir sebagian besar punggungku terkena pasir.
Sambil mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, aku mencoba bangkit dan berinisiatif untuk berjalan ke depan sambil mencari petunjuk aku sekarang berada dimana.
"Barangkali di depan aku bisa menemukan desa atau warga yang bisa aku mintai keterangan," celetukku agak kesal sembari mengibas-ngibaskan bajuku yang penuh pasir.
Sambil tetap mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya aku mantapkan langkah ku menuju ke jalan setapak di hadapanku.
Setelah hampir 20 langkah aku berjalan ke arah dalam hutan bakau d dekat pantai.
Aku merasa ada yang mengganjal di saku kanan celana ku, aku merogoh ke dalam dan menemukan sebuah cincin aneh bermata biru safir terbuat dari kuningan atau emas (mungkin) serta terdapat tulisan aksara jawa di sekelilingnya dan aku tidak tahu bagaimana cara membacanya.
"Lahh? Apaan nih? Cincin siapa? Sejak kapan aku ngantongin barang beginian?" ujarku sambil membolak balikkan cincin itu penuh penasaran.
"Ahh bodo amat lah aku kantongin dulu aja, sapa tau next time bisa berguna buatku," dengusku slengekan.
Sambil terus berjalan aku tetap memutar otak kira-kira apa yang terjadi padaku kemarin atau sebelumnya, kok bisa aku tiba-tiba berada disini. Aku benar-benar tidak ingat apapun. Tetapi yang jelas aku masih ingat namaku, ayah, ibu, rumah, kampus dan yang lainnya.
"By the way, namaku Arya, 19 tahun, asli Malang, Jawa Timur,"
Apapun yang terjadi padaku, aku serahkan kepada Allah SWT Tuhan semata alam. Sambil berjalan aku pun tak lupa berdoa mohon petunjuk. Wallahua'lam, semoga Allah memberiku sebuah petunjuk.
Setelah lumayan agak jauh berjalan, mungkin sekitar 20 menit berjalan, aku mendengar suara aneh dari kejauhan, seperti suara benda logam beradu sangat intens.
Ting Ting Ting Crasssshh..
"Suara apaan itu ya? Kayak suara orang lagi adu pedang atau suara pandai besi lagi bikin keris, hmm," gumamku. Karena penasaran, akupun mengikuti dari mana arah datangnya suara itu.
Suara itu semakin keras ketika aku mulai mengikuti suara itu menapaki jalan yang penuh rumput liar setinggi pinggang orang dewasa. Sejengkal demi sejengkal aku melangkah mendekat sambil menyibak rumput liar yang menutupi jalan.
Setelah menaiki tanjakan yang sedikit curam, aku meraih akar pohon besar yg berada agak tinggi dan mencoba merayap ke atas.
Dan alangkah terkejutnya aku melihat pemandangan yang begitu aneh dan begitu mencengangkan. Di bawah bukit kecil tempat aku berdiri, aku melihat dua orang sedang berkelahi mengadu pedangnya begitu dahsyat. Hingga aku melongo dan tidak bisa berkata-kata.
Aku melihat dua orang, yang satu wanita muda cantik, memiliki postur tinggi ramping, kulit kuning langsat dengan rambut panjang terurai, serta memakai mahkota kecil menambah kesan anggun bak putri kerajaan.
Wanita itu memakai baju khas jaman kerajaan jaman dulu lengkap dengan kemben batik dan jarit, serta selendang kuning yang melingkar di pinggangnya.
Wanita itu menggunakan pedang tipis panjang berkepala naga di ujungnya, berwarna emas serasi dengan sarung pedangnya.
Lalu lawannya, seorang laki-laki bertubuh tegap berkulit gelap bertelanjang dada, hanya memakai celana hitam selutut berbalut kain batik melingkar, serta berambut gondrong agak keriting memiliki raut wajah kasar dan garang, tak henti-hentinya berteriak dan meraung ke arah wanita tadi.
Ting..Ting..creeekkkk...Ting
"Mati kau Nyi Sekaaaaarrr! hiyaaaaaat!" raung si laki-laki sambil melesatkan golok besarnya ke arah wanita itu.
"Tak semudah yang kau bayangkan Praduwiryo!" seru wanita itu serasa menangkis ayunan golok pria itu. Sabetan demi sabetan mereka layangkan berharap salah satu serangan itu mengenai targetnya.
"Arrgghhhh!" jerit Praduwiryo sambil memegangi pundaknya yang terkena sabetan pedang Nyi Sekar. Seketika lengannya mengeluarkan cairan kental berwarna merah yang dengan cepat merembes sampai ke ujung jarinya.
"Kurang ajar kau Sekaarrrr!! Rasakan pembalasanku!" geram Praduwiryo sambil memasang kuda-kuda menyatukan kedua telapak tangannya sambil berteriak,
Niat ingsun amatek Ajiku,
Aji Wulan sungsang,
sungsangin pagalaran,
Yekti Sukmo Yekti Rogo,
rogoku ambeko seguran alit,
dadi gedhi,
dadi mongso sukmoku
Ajian Wulan Sungsang! hiyaaaaat!"
Sejurus kemudian Praduwiryo melesatkan energi berwarna merah pekat yang terkumpul di telapak tangannya ke arah Nyi Sekar, dengan sigap Nyi Sekar menghindar kesamping dan energi itu menabrak beberapa pohon di belakangnya.
SIUUUUTTT..
DUUAARRRRRR..
DHEMMMM
Dan pohon itu langsung tumbang bak terkena angin topan. Nyi Sekar sedari tadi ternyata merapal sebuah mantra di dalam batinnya.
Tiba-tiba tanah bergerak dan berguncang. Disusul angin kencang berhembus. Awan hitam tiba-tiba berarak mendekat dan berkumpul di atas mereka berdua.
Nyi Sekar yang tadi berhasil menghindari serangan Praduwiryo bergegas mengangkat tangannya ke atas sambil berteriak,
"Ajian Wajra Agni! Hiyaaaaaa!"
Tiba-tiba awan gelap tadi bergemuruh dan mengeluarkan berpuluh-puluh petir yang terus menyambar dahsyat ke tanah.
JEDUARRR JEDUARRR
"Arrrgghhhhh!" teriak Praduwiryo disusul kilatan petir ungu yang langsung menyambar tubuh pria itu.
DUARRRRRR...CRRRSHSH..
Serta merta tubuh pria itu terbakar dan hangus bak sebongkah kayu yang sedang terlalap api.
Di atas bukit kecil aku tak berkedip melihat pemandangan yang begitu asing di mataku,
"Apa-apaan ini? Ya Allah apa yang aku lihat ini? Ini mimpi apa nyata?" batinku gelisah.
Aku tak bisa berbuat apa-apa, jangankan melangkah, bernafas saja aku sudah kesusahan saking shock-nya melihat pemandangan itu.
"Hmm, mampus juga kau baj**an!" cerca Nyi Sekar seraya tersenyum sinis ke arah mayat yang berasap itu. Kemudian Nyi Sekar bergegas pergi meninggalkan mayat itu menuju arah utara diujung sebelah kiri Arya.
Dari atas, Arya yang dari tadi terus memandangi Nyi Sekar sontak menjingkat terkejut saat Nyi Sekar tiba-tiba menoleh ke arahnya seraya tersenyum lalu berkata,
"Hei anak muda, sampai kapan kau mau mengendap-ngendap mengawasi ku?"
Degggg! (jantung Arya serasa mau copot)
"Aduh, kenapa dia bisa sadar dan tahu aku disini?" batinku kalut dan nyaliku seketika menciut surut takut terjadi hal yang tidak di inginkan.
"Kau tak usah takut anak muda, kemari turunlah," ucap Nyi Sekar sambil melambaikan tangannya kearahku. Dengan berat hati dan suara merendah aku menjawab,
"Ampun mbak, saya gak ngapa-ngapain, cuma tidak sengaja melihat semuanya,"
Nyi Sekar membalas dengan senyum hangat dan tiba-tiba melesat terbang ke arahku.
Sontak aku kaget dan hendak berlari ke belakang berlawanan arah tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang menarik bagian belakang t-shirt polos putih bergambar Trafalgar (One Piece) yang aku pakai. Tenyata tangan Nyi Sekar telah berhasil menahanku agar tidak berlaku pergi.
"Hahahaha kena kau! aku kan sudah bilang tidak usah takut kepadaku anak muda, aku tak akan membahayakanmu," ucap Nyi Sekar sambil tertawa girang.
"Ma-maaf mbak aku reflek auto ngacir, takut disambar petir juga kayak om-om tadi" jawabku terbata-bata.
"Hahahaha dasar penakut, ganteng-ganteng tapi penakut," sindir Nyi Sekar seraya melepaskan pegangannya diujung t-shirt ku.
"Ma-maafkan aku, ampun mbak," sahutku sambil merapatkan kedua telapak tangan di depan mukaku.
"Siapa namamu? Dari mana asalmu? Aku lihat pakaianmu bukan dari alam ini..apa kamu dari alam manusia?" tanya Sekar ingin tahu.
"Namaku Arya mbak, mbak sendiri siapa namanya kalau boleh tahu? Terus, maksud mbak apa bukan dari alam ini? Saya masih tidak mengerti," jawabku sambil tetap menunduk takut memandang wajahnya, padahal wanita ini mempunyai paras yang cantik, sayang sekali kalau tidak memandangnya.
"Aku Sekar, Sekar Nandhini, orang-orang biasa memanggilku Nyi Sekar," ucapnya memperkenalkan diri.
"Iya, aku rasa kamu berasal dari bangsa manusia," sahut Nyi Sekar sambil menatap Arya.
"Lahhhh emang aku manusia mbak, emang mbaknya bukan manusia?" tanyaku ingin tahu.
"Hahahaha, dasar bocah! Kamu sekarang berada di alam Jin, dan seperti yang kau lihat, aku adalah bangsa Jin, jin yang tercantik di dunia," jawabnya genit sambil meletakkan ujung jari telunjuk di pipi kanannya.
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Hadir...
2023-07-13
1