Istri Tahanan Kak Raka

Istri Tahanan Kak Raka

1. Cewek sepeda ontel

...SELAMAT MEMBACA...

Mentari muncul dari arah timur, menyinari bumi dengan sinarnya yang hangat. Embun pagi masih menempel di dedaunan hijau, jalanan aspal pun basah karena guyuran hujan tadi malam. Sepeda itu dikayuh oleh gadis cantik berambut pendek, ia membelah padatnya jalanan kota Jakarta, Indonesia.

Dinara menikmati angin yang berhembus ke wajahnya, sesekali mengulas senyum tipis. "Kalau lewat sini setiap hari, mungkin akan selalu telat," gumamnya. Sebab, akses menuju kampusnya dipadati kendaraan, Dinara tidak bisa melalui jalan lebih dekat karena tengah terjadi perbaikan.

Bangunan Universitas Diamond memanjakan mata Dinara, dapat dilihat gedung itu tinggi dan terlihat berkualitas.

Saat berada di tikungan untuk masuk ke area kampus, Dinara mengerem sepedanya karena seorang lelaki mendadak muncul di depannya, dia melebarkan mata menatap Dinara seolah marah.

"Lo bisa lihat, gak?!" tegur lelaki itu. Wajahnya terlihat garang dengan rahangnya yang kokoh. Tubuh tingginya menambah ketakutan Dinara. "Gak bisa bawa sepeda, jangan macam-macam!"

"Maaf, Kak," ucap Dinara saat melihat almamater diamond digunakan lelaki itu.

Lelaki itu berdecak kesal dan menekankan sesuatu kepada Dinara sebelum pergi. "Jangan mentang-mentang di sini!"

Dinara mengangguk pelan dan memandangi kepergian lelaki itu. Dia menghela napas berat, memutar malas bola matanya. "Lo kalau gak bisa nyebrang, jangan nyebrang, Kak," gerutu Dinara. "Dia yang salah, gue yang dimaki." Lalu, Dinara kembali mengayuh sepedanya.

Di dalam ruangan musik, yang menjadi bagian dari Universitas Diamond, terdapat empat lelaki tengah berbincang santai. Tidak ada keseriusan di sana. Namun, ketika Raka datang, suasana berubah tegang karena raut wajahnya. "Sial banget gue," gerutu Raka.

Raka---mahasiswa semester dua yang tampan dan bisa segalanya. Para mahasiswi mengejarnya, bahkan hingga titik penghabisan mereka akan memperjuangkan cowok sombong ini. Dia duduk di atas meja, melipat kedua tangannya di depan dada.

Seorang teman Raka yang bernama Abram seakan tertarik, dia pun mendekat dan ikut duduk. "Kenapa? Cerita, dong!" ujar Abram.

Raka membuang muka, berdecak kesal. "Mobil gue mogok. Tadi, di depan hampir ditabrak sama cewek sepeda ontel," ucap Raka.

"Mobil bagus tapi sering mogok," celetuk Kray, teman Raka yang dikenal asal bicara dan tidak tahu takut.

"Jangan cari sensasi lo, Krayon! Hatinya Raka lagi gak enak," bisik Boi.

"Cewek sepeda ontel? Di kampus memangnya ada?" tanya Abram. "Setahu gue, cewek di sini pada gengsi. Kalau ga punya mobil sendiri, ya naik grab. Minimal bawa motor."

"Mahasiswa baru kali," sahut Kray. "Cantik gak, Bos?" Raka lantas melemparkan tatapan tajam, sontak membuat Kray lebih penasaran.

"Jangan-jangan lo cinta pada pandangan pertama, Bos!"

"Perlu gue remukin mulut lo?!" hardik Raka. "Cerita sama kalian, sama aja nambah emosi." Lalu, Raka beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.

Abram dan Boi saling menatap, kemudian melirik sinis ke arah Kray. Sedangkan, Roi kembaran Boi hanya diam memandangi tanpa berkata apapun.

Abram berjalan mendekati Kray, meletakkan tangan kanannya di pundak Kray. "Lo macem-macem di kampus gak akan habis, tapi nanti di basecamp," ungkap Abram.

"Kray, Raka beda tempat beda, loh," sambung Boi.

Kray hanya berdecih mendapatkan ancaman dari para sahabatnya, sungguh dia tidak takut dengan hal-hal seperti itu. Ketika Raka marah padanya, lelaki itu akan luluh karena rayuan konyol Kray.

Awan kental yang melayang di langit itu menyembunyikan cahaya rembulan. Malam begitu dingin, tetapi lelaki tampan itu berdiri dengan tatapan kosong, tanpa niat ingin meninggalkan balkon. Raka, dia baru saja pulang dari balapan motor karena sang mama mendadak sakit. "Masa karena gak punya pacar, gue mau dibawa ke Madinah buat lanjutin bisnis papa," gumam Raka.

"Nenek juga suruh gue nikah cepat." Raka mengusap kasar wajah tampan itu. Hari yang tak menyenangkan, selalu ada tagihan untuk dirinya agar segera menikah. Masalahnya, Raka sedang tidak tertarik dengan siapa pun. "Perlu banget, nih, buat gue cari pasangan?" pungkas Raka.

.....

Di dalam ruangan yang gelap, Dinara memainkan pulpen di tangannya. Menuliskan rencana untuk beberapa hari ke depan. "DINARA!" Daun pintu kamarnya dibuka oleh sang ibu, yang menatapnya dengan binar mata.

Dinara menoleh sejenak, mendapati ibunya berjalan mendekati. "Apa lagi? Dinara baru masuk Universitas itu, masih belum ada pacar," ucap Dinara.

"Bukan itu, Sayang!" Rania---ibu Dinara itu menepuk pelan pundak sang putri, lantas membuat Dinara mendongak kebingungan. "Ada berita baik buat kamu," ungkap Rania.

Dinara ikut berantusias. "Apa? Ayah sama Bunda berhenti buat nyuruh Dinara cari pacar?"

"Bukan. Bunda udah dapat pacar sekaligus suami buat kamu."

Kata yang terlontar dari bibir Rania sontak membuat Dinara membeku, tidak menyangka. "Pacar sekaligus suami?" tanya Dinara, Rania mengangguk cepat.

"Besok malam kalian akan bertemu. Tenang, aja! Dia tampan dan baik, kok. Mamanya juga super baik."

"Nda, Dinara mau fokus kuliah dulu."

"Bisa, kok, kuliah sambil urus rumah tangga," ucap Rania.

"Bunda nggak asik."

Rania terlihat begitu bahagia dengan apa yang didapatkan hari ini. Namun, bagi Dinara, ini seperti awal mula penderitaannya. Hal paling dihindari Dinara, menjalin hubungan serius dengan seorang laki-laki.

"Kamu mau Bunda berhenti suruh kamu cari pacar? Ya udah, sekarang Bunda nikahin kamu," ujar Rania. Dia duduk di ranjang Dinara, menatap seisi kamar sang putri.

"Tapi, nanti kalau Dinara nggak bahagia di hubungan itu, bagaimana?"

"Kenapa? Kamu masih teringat sama mantan kamu itu?" tanya Rania, lantas membuat Dinara diam. "Dia udah sakiti kamu, Sayang. Ayo, Bunda bantu buat melupakan dia."

"Nda, jangan bahas lagi!"

"Makanya, kamu harus lupakan dia, semua tentang dia!"

"Iya iya!" jawab Dinara, niatnya untuk belajar sudah hancur, gadis itu jadi merasa malas karena sang bunda.

"Besok malam, dia akan ke rumah. Dan kamu jangan kelayapan!"

Menerima keputusan sang bunda, meski dengan berat hati. Dinara juga ingin membuat orang tuanya bahagia, tetapi apa tidak ada cara lain? Sepertinya, hanya ini karena bunda dan ayah Dinara sangat mengidamkan putrinya mempunyai pasangan.

Di suatu ruangan minim pencahayaan, terdapat seorang lelaki muda dan wanita tua dengan wajah letih. Wanita tersebut adalah Hani---nenek Raka dan lelaki yang duduk di sebelahnya merupakan cucu satu-satunya.

Raka menyuapi neneknya bubur, wanita itu sakit-sakitan sejak masih muda. Makanya, Hani hanya mempunyai satu putra dan Raka merupakan cucu kesayangan. "Nek, Raka sudah bilang, kalau menemukan perempuan yang cocok, pasti Raka usahakan," ujar Raka.

Nek Hani menggelengkan kepala, menatap Raka dengan penuh harapan. "Kamu bilang seperti itu sudah banyak kali. Bosan Nenek dengarnya." Wanita itu menarik selimutnya hingga menutup badannya. "Sudah satu tahun lalu Nenek dan Mama kamu suruh kamu menikah," pungkas Nek Hani.

"Nek, obatnya diminum dulu!" pinta Raka. Dia pun meletakkan mangkuk kosong itu, bubur sumsum telat dihabiskan oleh sang nenek.

"Nenek tidak mau." Dia memalingkan wajah, seakan marah dan tidak mau menatap Raka. "Kamu harus menerima perjodohan itu dulu!" ujar Nek Hani.

Raka menghela napas berat, ini sudah benar-benar di luar kemampuannya untuk menolak permintaan sang nenek. "Iya, Raka mau."

"Memang, siapa gadis itu?" tanya Raka.

Nek Hani bangun, memposisikan tubuhnya duduk menghadap Raka. Lalu, tangan sang cucu digapai dan dibelai lembut. "Dia baik. Namanya Dinara Sarafati."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!