Friendzone? No Way!

Friendzone? No Way!

Titik

"Araaaa."

"Apasih, Jal?"

"Gue laper."

Lelaki bernama Afrizal Erlandra, atau biasa dipanggil Ijal oleh gadis cantik bernama Arasyi Erfahsa itu kini menarik tangan gadis manis yang tengah bersantai di sofa sambil menonton televisi di depannya.

Gadis yang sudah terusik itu kini mengalihkan fokusnya pada lelaki dengan tampang menyedihkan yang membuatnya menghela napas lelah.

"Cuma ada mie sama telor."

Ara bangkit dari sofa. Tangannya masih setia digandeng oleh sosok jangkung yang tersenyum ceria disinya.

"Telornya dua. Cabe nya lima."

"Nanti gue masukin cabe-cabean sekalian."

"Jangan, kasian. Mending masukin kamar gue aja."

Ara hanya memutar bola matanya. Izal sudah melepas gandengan tangannya dan duduk di kursi meja makan sambil memandangi Ara yang tengah memasak mie rebus untuknya.

"Lo sendirian aja di rumah?"

"Iyah. Mamah sama papah lagi jalan-jalan sore. Bang Yudit belum balik kuliah, paling bentar lagi."

Izal mengangguk-nganggukan kepalanya.

"Lo juga ngapain sih sore-sore kesini? Biasanya juga gak ada dirumah."

"Kangen aja sama lo. Di sekolah juga jarang liat."

"Gimana mau liat? Lo nya aja bolos terus," omel Ara, yang kini tengah membuka cangkang telur dan memasukan isinya ke dalam rebusan air. Lalu disusul dengan mie.

"Hehe, itu tau. Ada yang gangguin lo gak?"

"Gak ada."

"Kalo ada yang gangguin, bilang gue, yah!"

"Iyah. Lo tuh jangan bolos terus sih!"

"Susah, Ra. Udah kebiasaan."

"Hih, kebiasaan lo jelek banget."

"Tapi enak."

Ara memutar bola matanya jengah.

Ara kembali melihat rebusan mie nya.

"Setengah mateng, apa sampe mateng?"

"Setengah mateng aja."

Ara pun mematikan kompornya, mengangkat panci itu dan menuangkan mie beserta kuahnya ke dalam mangkuk. Ia mengambil garpu dan sendok, lalu mengaduk mie beraroma menggoda itu sampai bumbunya tercampur rata.

"Wangi banget," paras Izal yang tampan tersenyum menawan, menatap semangkuk mie yang melayang dengan kedua tangan yang membawa ke arahnya.

"Nih. Abis makan, dicuci! Tadi udah gue cuci semua piring kotornya."

"Siap, Bos."

Ara duduk di hadapan lelaki yang kini tengah meniup mie yang telah tergulung di garpunya itu. Ia hanya memandangi sahabatnya yang kini hanya mengenakan kaus hitam dengan celana sekolah abu-abunya.

Rambutnya acak-acakan. Tapi memang rambut lelaki itu tidak pernah rapih. Ia hanya akan rapih kalau sudah dipaksa ikut kondangan oleh Ara.

"Ra."

"Hm?"

"Lo gak mau?"

"Enggak. Gue udah makan. Lo makan aja!"

"Syukur deh. Kalo lo minta, nanti gue gak kenyang."

"Ck, gue juga tau lo gak ikhlas nawarin gue."

"Emang."

"Nyebelin."

Izal terkekeh, lalu memasukan gulungan mie itu ke dalam mulutnya.

"Lo cepet banget makannya," Ara harusnya sudah terbiasa. Namun ia tetap takjub melihat semangkuk mie itu hanya tinggal kuahnya yang bahkan masih mengepulkan asap.

"Nanti kalo lama, keburu diabisin setan dulu."

Ara mendengus, "Makannya, kalo makan doa dulu! Biar gak dibantuin setan."

"Lupa, hehe. Bismillah."

"His, telat bege. Tinggal kuah nya doang. Setan juga gak mau," jengah Ara yang kini bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan Izal yang tengah menikmati sisa kuah mie nya.

Sedangkan Ara kini kembali duduk di sofa dan menonton acara yang tadi sempat tertunda.

"Assalamelekum."

Ara tidak menjawab salam tidak benar itu. Membuat sang pengucap mengulangi salamnya.

"Assalamu'alaiku waroh matullahi wabarokaaaatu."

"Wa'alaikum salam."

Yudit mendengus, lalu menjatuhkan bokongnya dengan kasar di sofa tepat samping tubuh adiknya yang bahkan tak mau repot-repot melirik abang bebalnya.

"Gue kok mencium bau-bau mie sedap."

"Si--"

"Sstt, gak usah bilang. Pasti ada si Curut kan di dapur?"

Ara memutar bola matanya, membiarkan Yudit berjalan menuju dapur. Dan pasti, beberapa saat lagi, ia akan mendengar teriakan Izal.

"ARAAAAA, BANG YUDIT NAKAAAL."

Ara mengesah pelan dengan matanya yang terpejam. "ABAAANG, JANGAN GANGGUIN IJAAAL!"

Dan tawa Yudit pun menggema ke seluruh isi rumah itu.

***

"Ara."

"Apa?"

"Ikut gak?"

Ara yang baru saja memasukan sepeda motornya ke dalam garasi rumah, kini berjalan mendekati pagar, menghampiri Izal yang duduk di atas motornya.

"Mau kemana?"

"JJM alias jalan-jalan malem."

"Gak ah, dingin."

"Pake jaket gue, kalo masih dingin, peluk gue."

"Modus lo."

"Ngapain banget gue modusin lo?! Ayo! Gue juga mau cari makan. Temenin kek sebentar."

Ara menghela napasnya. "Yaudah. Gue ambil jaket dulu, deh."

"Iyah."

Beberapa menit kemudian, Ara keluar dengan jaket tebal yang sudah membalut tubuhnya.

"Lo mau beli apa?" tanya Ara ketika keluar dari pagar rumah.

"Mau nyari sate. Udah?" Tanya Izal ketika Ara sudah naik ke atas motornya.

"Udah. Yuk jalan!"

Izal pun menyalakan mesin motornya, dan berlalu dari sana, dengan Ara yang memegang erat pinggangnya.

"Eh, lo udah dikasih tugas belum sama Bu Iren?"

"Yang mana itu?"

"Itu, yang sigma sigma. Gak ngerti gue."

"His, lo mah semua juga gak ngerti. Udah kayaknya."

"Ngerti lo?"

"Ngertilah."

"Kerjain punya gue yah!"

"Males."

"Gue beliin es krim deh."

"Mau nyogok gue lo yah?"

"Iyah, hehe."

"Tambahin lah! Mau coklat juga."

"Oke, sebutin aja!"

"Oke. Gue juga mau thai milk."

"Iyah. Apa lagi?"

"Boleh lagi?"

"Boleh."

"Hm, susu kotak strawberry."

"Terus?"

"Boleh lagi?"

"Boleeh!"

"Selain makanan boleh?"

"Boleh. Sebutin aja!"

"Gue juga mau sabun cuci muka. Sabun cuci muka gue abis."

"Iyah. Sabun mandi sekalian sama odol!"

"Gak usah. Masih ada."

Ara menahan tawanya. Namun ucapan Izal semakin membuatnya bersemangat membuat permintaan.

"Mau apa lagi?"

"Mauu, bintang di langit, boleh?"

"Duh, yang itu susah. Nanti aja kalo ada yang jatoh, gue kejar buat lo. Tapi gue gak janji bakal dapet. Soalnya biasanya terkikis sama atmosfer, jadi gak bisa nyampe bumi."

"Yaudah, deh. Gak usah."

"Iyah. Yang lain aja!"

Izal melajukan motornya itu begitu pelan. Teramat pelan seakan menikmati kebersamaan mereka malam ini di tengah jalanan komplek yang sepi.

"Gue juga mau lip tint."

"Apaan itu?"

"Itu loh, yang buat bibir merah."

"Lipstick maksud lo?"

"Bukan. Lip tint!"

"Iyah, lipstick kan?"

"Ish, bukan."

"Katanya buat bibir merah?!"

"Iyah. Tapi bukan lipstick. Kalo liptint cair."

"Yaudah, yaudah. Terus apa lagi?"

"Banyak duit yah, lo? Tumben banget."

"Iyah. Kemarin gue menang balapan."

"Aww, kok gue dicubit sih?"

"Lo balapan lagi? Udah gue bilang jangan! Nanti kalo lo kenapa-napa gimana?"

"Buktinya gue gak papa."

"Iyah, sekarang gak papa. Tapi bisa jadi nanti lo kenapa-kenapa!"

"Yah, lo doanya jangan kaya gitu dong!"

"Gue bukan doain. Tapi nasehatin lo, Ijaaal!"

"Iyah, iyah."

"Iyah apa?"

"Iyah gue dengerin. Udah nih, lo gak minta yang lain lagi?"

"Ish, lo ini. Gue ada satu permintaan lagi!"

"Apa?"

"Gue mau besok lo sekolah belajar full! Gak bolos satu jam pun!"

"Tapi, Ra--"

"Titik."

Sudah. Izal sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi kecuali. "Iyah deh." Dengan nada penuh kepasrahan.

Terpopuler

Comments

Angel

Angel

panggilannya ingetin aku ke seseorang 😔

2023-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!