"Ijal, bawa motornya yang bener, ih! Gue gak mau mati muda. Apalagi mati ama lo."
"Hoamzz... ngantuk gue, Ra. Lo ngapain sih berangkat pagi-pagi begini?" Lelaki yang baru saja menguap itu bertanya kesal pada gadis yang duduk di belakang jok motornya.
"Mau piket. Emang lo gak pernah piket."
"Dih, ngapain banget gue piket. Mendingan gue ngepel rumah gue bulak-balik dari pada gue nyapu di sekolah. Nanti apa kata cewek-cewek kalo gue pegang sapu sama serokan sampah? Gak keren sumpah."
Ara berdecih, tangannya terangkat untuk menggeplak helm hitam yang membalut kepala sosok di depannya. "Cewek itu lebih suka cowok rajin kaya gitu. Gue juga lebih baik liat cowok pegang sapu sama serokan daripada liat cowok pegang rokok sama minuman!"
Jleb
Kata-kata itu berhasil menohok hati Izal.
"Kaya gue, yah?"
"Iyah. Gue gak suka liat lo nikmatin racun kaya gitu. Bego dasar."
Izal meringis mendengarnya. "Gue kan emang bego."
Ara mendengus, enggan meladeni sahabat bodohnya ini dan ingin cepat-cepat sampai ke gerbang yang sudah mulai terlihat itu.
"Gimana sama Tama?"
"Gak gimana-gimana. Lo sendiri, sama si nenek lampir itu gimana?"
"Yah, gitu."
"Hih, sebel gue sama dia tuh. Lo kok betah banget sih, tiga bulan sama dia? Kalo gue, semenit aja rasanya pengen gumoh."
Izal tertawa bersamaan dengan motornya memasuki area gerbang sekolah. "Dia seru, Ra."
Ara menaikan kedua alisnya, "Seru?"
"Iyah," jawab Izal dengan kekehan diakhir satu kata itu. Ara pun mengerti dan membalas dengan ketus, "Seru buat di *****-*****," dan tawa lepas Izal menunjukkan kalo ucapan Ara adalah benar.
***
"Mau, Zal?" Izal melirik sekilas, lantas menggeleng dan kembali menonton live streaming di ponselnya. Dan sosok yang baru saja menawarkan rokok pada lelaki itu pun mengernyit heran. "Kenapa? Sakit tenggorokan lo?"
"Enggak. Lagi makan permen," jawab Izal, yang kini merubah posisi tubuhnya yang tadi berbaring di amben tepat di depan warung tongkrongannya itu menjadi terduduk. Ya, mudah ditebak, kali ini, Izal bolos pelajaran lagi, dan tentunya tanpa sepengetahuan Ara. Izal merasa sangat beruntung karena tahun ini dirinya tidak sekelas dengan sahabatnya itu.
Sedangkan tahun kemarin adalah mimpi buruk bagi Izal, bisa terhitung berapa kali dia bolos dalam sebulan. Itu karena Ara selalu mencegah dan mengancam dirinya jikalau ia bolos. Tahun ini Izal benar-benar merasa beruntung. Beruntung karena ia bisa membuat absensi kelasnya bukan hanya terisi dengan titik, melainkan dengan huruf abjad. Entah apa faedahnya. Yang jelas, Izal membenci titik, karena kata itu, membuat dirinya sering tidak bisa berkutik di hadapan Ara.
"Oh, gue kira sakit tenggorokan."
"Anak-anak mana sih? Cuma berdua doang, gak seru banget," keluh Izal yang kini meletakan ponselnya di sebelahnya. Mulutnya tak mau diam mengemut permen berwarna merah yang sangat ia sukai.
Sahabatnya, Veron, hanya bisa mengedikan bahunya. "Gue udah chat grup kok. Mungkin guru yang ngajar killer. Jadi gak berani keluar."
Izal mengangkat sebelah alisnya. "Si Jack gak berani keluar cuma gara-gara guru killer?"
Mendengar pertanyaan itu, Veron malah terkekeh. "Kalo si Jack, bukan karena guru killer! Tapi karena pacar killer."
Izal mencibikkan bibirnya. "Payah."
"Halah, lo aja gitu sama Ara. Ara tau gak lo bolos?"
Izal menggelengkan kepala, menghadirkan senyuman miring dari bibir Veron dan tatapan mengancam pun Izal layangkan. "Gue smackdown kalo mulut lo ember," ancamnya yang malah membuat Veron tertawa menggelegar.
"BEBEEEBB."
Kedua kepala yang ada disana pun menoleh cepat dengan bulu kuduk yang sudah berdiri karena mendengar sebuah suara bass yang memanggil manja pada mereka.
"NAJISS."
"BANGSAT. JIJI MIL! GUE JAIT JUGA NANTI BACOT LO."
Lelaki yang dimaki itu malah menyengir lebar dan mendekati Veron, sosok yang ingin sekali menjait mulut manjanya.
"Aa' jangan jahat-jahat ih sama dede, dede cedih," ujarnya sambil menggerayangi kantong celana Veron.
"Najis, lo ngapain sih *****-***** gue?" Veron berusaha menyingkirkan tangan nakal itu.
"Mau rokok ih. Gak peka banget," sungut Milo kesal dengan tangan yang kini sudah berkacak pinggang dan bibir mengerucut menatap dengan kedua alis bertaut ke arah Veron.
Veron berdecak keras, lalu menunjuk ke arah amben yang diduduki Izal, karena Veron sendiri kini tengah duduk di bangku panjang di hadapan balai itu. "Noh, bangsat. Jangan main *****-***** aja!"
Milo menyengir lebar, lantas berjalan satu langkah untuk mendekati bungkusan roko itu. Ia juga duduk di samping Izal dan mengambil satu batang rokok beserta pemantik dari dalam saku celananya.
Izal geleng-geleng kepala sesudah memperhatikan satu sahabat gilanya itu. "Modal woy!"
Milo yang sudah menyelipkan benda mematikan itu ke bibirnya hanya bisa terkekeh kecil. "Selagi ada temen kan bisa kita manfaatin, bray."
Izal mendengus, ia merogoh saku pakaiannya, mengambil salah satu permen karena memang permen yang ada di dalam mulutnya sudah tak tersisa lagi.
Sebelum membuka bungkus kecil berwarna merah itu, Izal menyempatkan diri untuk membaca tulisan yang tertera disana.
Tembak orang yang ada di sebelah lo!
Izal reflek menoleh ke sebelahnya. Ia bergidig ngeri, dan langsung membuka bungkusan itu lalu membuangnya jauh-jauh.
"Lo gak...?" Milo sengaja menggantungkan pertanyaanya, jari-jari yang terselip roko itu ia ajukan seakan memperjelas pertanyaanya.
Izal menggeleng. "Nanti aja," ujarnya sambil menggoyangkan kedua kakinya yang menepak tanah.
Setelah mengangguk, lelaki berseragam urakan seperti dua sahabatnya yang lain itu berdiri dan mendekat ke arah warung. "Mamaah, Milo mau mie goyeng nya satu."
Dua orang sahabatnya memutar bola mata jengah. Mereka sudah jijik sejijik jijik nya dengan nada suara manja nan sok syantik dari Milo yang gesrek itu.
"Mil, lo tuh, kayanya beneran pengen gue jait bacotnya," gemas Veron yang hanya diberi kedikan bahu acuh oleh Milo.
"Mah, minjem cermin, ada?"
"Untuk apa, nyet? Nanti lo kaget liat muka lo sendiri," Veron terkekeh usai meledek Milo yang hanya mencibikan bibirnya sok unyu.
Penjual yang dipanggil Mamah itu pun menyerahkan sebuah cermin persegi yang diminta oleh Milo. Milo pun langsung mengarahkan pada wajah, lalu menggeser ke telinganya. "Bagus gak yah, kalo nindik?"
Dua orang disana langsung beralih menatapnya terkejut. "Lo— beneran mau jadi cewek apa gimana?" Tanya Izal tak percaya. Sahabatnya yang selalu sok imut itu memang menggelikan. Dan sekarang, ia berniat memakai anting di telinganya? Astaga, Izal sungguh tak percaya.
"Hiss," Milo berdesis kesal. "Tindik woyy, bukan anting! Gila apa lo, gue maco begini. Apasih sebenernya yang kalian bayangin?" Sewot Milo tak habis pikir. Dia memang suka manja, tapi Milo masih merasa normal gaees.
Dua sahabatnya itu malah hanya manggut-manggut saja.
"Boleh juga. Gue ikut deh. Kalo lo mau nindik, ajak-ajak gue!"
"Heh, lo mau ditarik kupingnya sampe copot sama Pak Rapri yah?" Sekarang Veron yang tak habis pikir dengan dua sahabat gilanya itu.
Dua orang yang diperingati malah terkekeh. "Balik sekolah aja," bahkan ucapan Veron tak digubris.
"Gak bisa. Gue balik sama Ara. Kalo gak, nanti gue balik lagi kesini."
"Yaudah."
Veron akhirnya hanya angkat tangan. Ia menyerah menghadapi dua sahabatnya itu.
"Nanti ajak yang lain, sapa tau mau juga," ujar Milo yang diangguki oleh Izal.
"Jack sih pasti mau. Revin kayanya gabakal. Dia mah sok suci. Si Gio gak keluar kelas juga pasti karena diceramahin sama si Revin."
Milo mengangguk setuju mendengar ucapan Izal.
"Jack juga belum tentu. Pasti dia gak diijinin sama si Pinky," kata Veron yang mendapat anggukan dari kedua orang itu.
"Ajak Fatih," usul Milo yang dibalas decakan oleh Izal. "Yang ada nanti dia dirukiyah sama guru ngajinya," dan sontak kedua orang disana tertawa. "Iyah juga yah," kata Milo disela tawanya. "Yaudahlah berdua aja," lanjutnya dan Izal mengangguk.
"Lo emang dibolehin sama Ara?" Izal melirik Veron, lalu mengangkat wajahnya ke atas, menatap langit mendung disana, "Gak tau," ucapnya kemudian.
Milo menggaruk belakang lehernya heran, "Sebenernya, pacar lo itu si Airin atau Ara, sih?"
Izal diam, matanya masih memandang langit tanpa ekspresi apapun. Dan Veron yang memperhatikan itu pun membuka suaranya.
"Pacarnya Airin, tapi pengennya sama Ara."
Dan Izal hanya bisa tersenyum tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments