"Ra, bagus, gak?"
"Uhuk uhuk, uhuk uhuk."
"Eh eh, Ra. Minum-minum! Lo gimana sih, masa kesedak ludah sendiri," Izal menggeleng tak percaya sambil membantu Ara untuk minum segelas air putih yang ia ambil dari atas nakas di samping tempat tidur. Ara memang selalu menyediakan air di nakas itu karena setiap malam dirinya terbangun karena kehausan.
"Gue tambah ganteng, yah?!" ucapnya percaya diri dengan sunggingan senyum miring dan kedua alis yang naik turun.
Dua detik setelah meminum air dan meletakan gelasnya kembali ke atas meja, wajah Ara langsung menyiratkan emosi yang tidak Izal pahami.
"IJAL, LO TUH.... APASIH ITU? GAK BAGUS BEGO!" Pekiknya membuat Izal menutup telinga.
"Aduh, sumpah, telinga gue rusak kalo kaya gini caranya," keluh lelaki berpostur tegap itu dengan wajah meringis dan tangan yang menggosok kedua telinganya.
"TELINGA LO EMANG UDAH RUSAK! LO APAIN SIH ITU? NGAPAIN PAKE-PAKE ANTING?" Ara masih saja berteriak keras menyerukan ketidaksukaannya pada lelaki di hadapannya yang sudah belasan tahun menjadi sahabatnya itu.
"Toa bangett siihh!" Izal membekap gemas mulut Ara yang tentu saja sosoknya memberontak.
"Orang gue cuma tanya bagus apa enggak. Malah tereak-tereak. Nanti Mama lo ngira gue ngapa-ngapain lagi."
Ara mendengus dan menyingkirkan tangan Izal yang membekap mulutnya. "Bagus apanya sih? Jelas enggak," sungutnya kesal.
Izal mendengus. Ia pun duduk di atas ranjang tepat di samping Ara yang kini bersidekap dan menatapnya marah.
Izal memegang telinga kanannya dan terlihat menarik tindik yang terpasang disana dengan mudah. Ara mengerjap beberapa kali, "Cuma magnet?" Gumamnya yang diangguki oleh Izal.
"Ish, gue kira beneran."
"Gue tau lo pasti marah."
Ara berdecak, "Yaiyalah. Gue gak suka, Jal."
Izal mengaggukkan kepalanya mengerti. Ia mengangkat kakinya ke atas ranjang itu dan menyandarkan tubunya di kepala ranjang Ara.
"Untung gue gak jadi lubangin ini telinga."
"Emang...?"
"Iyah, tadi sore sempet mau sama Milo. Kan gue nyuruh dia duluan, terus gue liatin dia dulu. Eh, gue ragu, keinget lo juga yang pasti ngomelin gue tujuh hari tujuh malem," Izal nampak menerawang, mengingat kejadian tadi sore yang membuatnya lega karena tidak salah mengambil keputusan tapi juga malu karena Milo kembali berteriak manja padanya. Sungguh, Izal jadi jijik saat mengingatnya.
"GR. Siapa juga yang mau marahin lo tujuh hari tujuh malem. Gue malah bakal diemin lo sebulan."
"Malah lebih parah," keluh Izal yang sungguh merasa lega karena tidak melakukan kebodohan yang akan berakhir dengan penyesalan panjang.
"Emang si nenek lampir itu gak marahin lo apa?" Tanya Ara yang kembali mengutak-atik laptopnya.
Izal mengedikan bahu, membuat Ara menoleh ke arah sahabatnya itu. "Jadi, maksudnya apa? Malah ngedikin bahu doang."
"Gue gak tau. Gak bilang. Gak ketemu juga seharian."
"Lah, udah kaya LDR aja lo. Padahal kelas sebelahan."
"Lo kaya gak tau aja. Gue paling ketemu dia malem di tempat biasa. Kalo di sekolah jarang. Seperlunya aja."
Ara mencibikan bibirnya dan mengomel-ngomel sambil kembali memfokuskan diri dengan laptopnya, "Heran, gue kok bisa sahabatan sama lo? Lama lagi. Sumpah yah, otak lo tuh perlu direboisasi, Jal."
Izal terkekeh. "Gimana kalo otak lo aja yang gue kenain limbah?!" Bisiknya tepat di telinga Ara.
"Yeay, mau gue hajar yah, lo?!" Ancam Ara, bersiap melayangkan tinju pada sosok di sebelahnya itu.
"Wah, berani lo sama gue?" Izal melingkis kaos lengan panjangnya. Dan Ara mengangkat dagunya menantang.
"Ngapain gue takut sama lo? Siapa lo, hah? Presiden bukan."
"Wah, ngajak berantem yah, lo. Songong bener."
"Siapa takut?!" Tantang Ara yang diperlihatkan senyuman iblis milik Izal. "Seru juga kayaknya yah berantem di atas ranjang, sama lo."
Ara membulatkan matanya, mengerti alur pembicaraan dari otak kotor yang memasang ekspresi iblis di depannya itu. "Iihhh, sana-sana ah! Dasar mesuuumm," Ara berusaha mendorong tubuh Izal yang sosoknya malah tertawa keras akibat wajah Ara yang memerah.
"Tadi katanya siapa takut? Diajak berantem malah ngusir. Lo boleh ngehajar gue di atas, kok."
"IJAAAALL. GUE GAK MAU DENGER."
"Hahahaha, denger apa sih Raaaa?"
"Pergi sana! Udah malem, gue mau tidur," usirnya yang kini berhasil mendorong Izal yang sudah berdiri di samping ranjangnya itu.
"Hhuu, baru juga jam delapan."
"Gue mau video call dulu sama Tama. Udah ah, sana lo pergi!"
"Oh."
"Besok jangan kesiangan. Gue tau lo mau pergi kan malem ini?" Ara menatap menyelidik, yang hanya diberi cengiran oleh Izal.
"Awas kalo kesiangan. Gue sebor pake air cuka."
"Gila lo. Bau banget itu, Ra. Lo mau bikin gue mabok lagi apa?!"
Ara terkekeh. Ya, ia memang pernah membangunkan Izal dengan menumpahkan cuka ke wajah tampan itu sampai Izal yang tak tahan dengan baunya pun langsung muntah-muntah.
"Makannya jangan kesiangan!"
"Iyah, iyah. Yaudahlah, gue balik dulu. Salam buat Yayang Tama," Izal membalikan tubuhnya.
"Yayang gue."
"Hm," ya, lelaki itu hanya bergumam. Saat mencapai bibir pintu, ia kembali bertanya, "Tutup gak pintunya?"
"Iyah, tutupin tolong!"
Izal tersenyum tipis, ia pun mengambil gagang pintu itu. Sebelum benar-benar tertutup, ia sempat berucap.
"Night, Ara."
"Night too, Ijal."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments