Tujuh kurcaci jangkung. Oh, jangan lupa, tampan dan mempesona. Eh, mereka juga gila dan tidak bisa diatur. Hm, ada juga yang alay gak ketulungan kaya Milo yang udah hampir melambai padahal mukanya garang dan sekarang ada tindik hitam pula di telinganya. Tapi tetep aja dia alay.
Diantara mereka, ada juga yang selalu menyampaikan apa yang guru ngajinya sampaikan, dan dia Fatih. Dia juga termasuk yang paling polos dan paling jujur diantara semuanya. Tidak jarang Fatih menjadi penyebab ketujuh orang itu dihukum akibat terlalu jujur saat ditanya habis dari mana, dan dengan polosnya ia berkata habis merokok di tongkrongan. Kalau kepergok dan ditanya mau kemana, ia menjawab ingin bolos seperti tanpa dosa. Sungguh, rasanya keenam sahabatnya ingin sekali menyumpel mulut Fatih.
Ada Jack, dia yang paling berani diantara keenam orang lainnya. Gak takut apapun. Eh, dia takut sama pinky. Eh, enggak-enggak, kata Jack bukan takut, dia cuma menghormati kekasihnya itu. Badan Jack lebih besar dari teman-temannya. Suka main tangan kalo udah marah atau jengah. Keenam sahabatnya juga pernah jadi korban, tapi tentu Jack punya alasan melakukan itu, terlebih kepada para sahabatnya. Ia pasti punya alasan yang kuat untuk melayangkan kepalan tangannya.
Ada juga Gio, dia laki-laki yang paling gampang dihasut sama Revin —si pemalas dan sok suci kata Izal. Gio gak punya pendirian pokoknya.
Nah si Revin emang si penghasut. Tapi mungkin dia bisa diibaratkan sebagai malaikat baik. Karena Revin suka ngehasut yang baik-baik. Padahal dia emang cuma males jalan buat kabur dari kelas. Makannya dia ngehasut Gio yang notabenenya sebangku sama dia biar Revin ada temennya.
Ada Veron juga, dia sahabat Izal dari SMP. Makannya dia tau hampir semua tentang Izal. Bahkan tanpa Izal cerita pun, Veron tau dengan sendirinya kalo sahabatnya itu sebenernya ada rasa sama sahabat kecilnya. Dari semua orang, Veron emang yang paling peka juga royal.
Dan Izal sendiri, dia penipu. Iya, dia nipu hatinya sendiri sampai akhirnya sadar dan ternyata semua udah terlambat. Akhirnya cuma ada penyesalan. Bisa dibilang, Izal yang paling mesum diantara teman-temannya. Kadang kalo lagi mood, bisa paling berisik, kalo gak mood, jadi orang pendiem dadakan, kalo kata Milo, Izal sebenernya lagi nahan eek, dan Izal diem aja, jadi semua orang nganggep itu bener. Milo emang penyebar fitnah.
Izal, Veron, Milo, Jack, Revin, Fatih, dan Gio. Mereka adalah tujuh kurcaci jangkung penghuni SMA Arkana di Bandung, yang biasa disingkat KUJANG.
Dan sungguh sulit dipercaya, yang ternyata pemberi nama itu adalah Pak Rapri, musuh bebuyutan mereka sejak menginjakan kaki di kelas sepuluh. Dan permusuhan itu dilanjut saat mereka naik ke kelas sebelas. Dengan kewenangan Pak Rapri, dia memisahkan ketujuh kurcaci itu. Tapi dengan kekuatan kegilaan mereka, mau LDR sejauh apapun, mereka akan menyempatkan diri untuk bolos dan nongkrong bersama di warung reod belakang sekolahnya.
***
"Mil, gak dilepas noh?" Veron menunjuk telinga kanan Milo dengan dagunya.
"Males banget. Lagian sekarang ada di luar sekolah, gak ada Raper."
"Kapan sih, orang tua itu pensiun?" Revin bergumam, kemudian menyesap kopi hitamnya.
Izal mengangkat kedua bahunya. "Kadang gue kasian liat dia. Dia keliatan stres banget, mungkin gara-gara kita."
"Yah itu kan resiko dia jadi guru BK. Kita sebagai murid cuma ngasih dia pekerjaan, biar gak nganggur."
Keenamnya mengangguk mendengar celotehan Jack.
Izal melepas kaos hitamnya. Ia gerah dan melihat teman-temannya hanya memakai celana abu juga kaus dalam putih sepertinya adem. Beruntungnya, ia tidak pakai kaus dalam, jadi lebih adem karena angin yang berhembus juga rindangnya pohon sawo yang melindungi mereka dari teriknya matahari.
"Gak dicariin Ara lo?"
Izal melirik Veron. "Lo nyuruh gue terima kenyataan. Tapi lo selalu ngingetin gue," keluh Izal, mengambil papan catur dan membukanya. "Vin, catur!" Revin pun segera mengambil duduk di sebrangnya.
"Cuma nanya, elah. Sensi banget, Mas."
"Dateng bulan kali," celetuk Milo yang berjalan mendekat dengan pop mie di tangannya, lalu ia ikut duduk di amben itu tepat di belakang Izal.
Izal hanya mendengus dan menatap sinis ke arah Milo.
"Kadang gue mikir, kenapa bisa sahabatan sama Milo," Gio bersuara. "Dia tuh seringnya ngejijiin banget. Malu-maluin juga," lanjutnya.
"Iyah, gue juga heran sih. Kadang tuh lebih pantes dipanggil Mila, bukan Milo," Fatih menimpali.
"Tapi dia serem kalo marah," Jack menunjuk Milo dengan lirikan matanya, lalu menatap Fatih dan Gio bergantian. "Gue pernah liat," lanjutnya yang memang Jack satu SMP dengan Milo.
"Ah, Abang Jack gak usah bongkar-bongkar dong."
"Kan, kumat. Kalo udah gini, gue jadi beneran deh pengen jait mulut sok syantiknya itu."
Milo malah tertawa mendengar keluhan Veron.
"Marahnya kaya apa coba? Orang melambai begini," Gio memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kepala sosok Milo yang nampak sedang meniup pop mie nya.
"Lo gak mau punya pacar apa, Mil?" Fatih bertanya. "Gak homo kan lo?" Lanjutnya penuh selidik.
Milo mendengus. "Gue normal woy."
"Normal lah dia. Kita sering share video sama—"
"Gak usah dijelasin, Zal. Ngerti gue," Veron memotong. Dia cukup peka, dan Izal hanya mengagguk lalu kembali fokus dengan papan caturnya.
"Gue pengen pacaran sama bule. Cuma gak nemu-nemu," jelas Milo.
"Lah, biar apa? Produk Bandung geulis-geulis. Ngapain nyari yang dari luar coba?" Fatih bertanya heran.
"Biar gue pinter."
"Maksudnya?" Fatih bertanya lagi.
"Kan kalo bule ngomong bahasa inggris. Nanti gue pinter bahasa inggris."
"His, goblok. Alesan macem apa itu?!"
Jack yang sedari tadi hanya diam, kini berdiri dan merenggangkan otot-ototnya.
"Nanti malem, ada balapan," kata Jack menatap Izal yang memang langsung menoleh.
"Dimana?"
"Tempat biasa, Zal."
"Gue pengen nyoba, deh," Milo berujar.
"Ini bukan buat pemula. Kristo ikutan. Taruhannya besar," jelas Jack yang diberi anggukan kepala oleh Izal.
"Mau ikut?" Tanyanya pada Izal dan diberi jawaban mantap.
"Ikut."
"Kalian dateng aja. Tapi kalo mau ikutan, gue saranin malem lain aja. Kalo Izal udah sering. Namanya juga udah dikenal di balap jalanan. Bahkan Kristo minta gue buat kasih tau ini sama Izal."
"Waaah, boleh juga lo, Zal. Btw, Kristo sapa?" Gio menggaruk pelipisnya.
"Dulu dia balapan di arena resmi. Sekarang jadi pembalap jalanan. Katanya sih, lebih seru dijalanan, lebih menantang, penuh resiko. Jadi keluar gitu aja dari yang resmi."
Semuanya mengangguk kecuali Izal. Karna Izal memang sudah tau itu.
"Jam berapa?"
"Jam sembilanan pada kumpul. Paling jam sebelas mulainya."
"Oke."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments