COOL BOY
Pagi hari yang cerah untuk semua orang yang sudah membuka matanya. Kalau matanya masih tertutup mana bisa mereka melihat pagi yang cerah ini. Benar atau benar?
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Bulan selalu bangun lebih awal hanya untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Karena malam hari selalu ia pakai untuk berhalusinasi lebih tepatnya menonton series. Hobi Bulan adalah menonton, bernyanyi dan bucin pada seorang cowok bernama Bintang Arjuna Winata.
Meskipun memiliki segudang prestasi tetapi yang namanya masa remaja atau lebih tepatnya masa SMA bukanlah harus di nikmati? Karena pepatah bilang masa SMA adalah masa paling indah. Bulan pikir masa ini akan lebih indah kalau Bintang melirik dirinya.
"Sampai kapan sih tuh cowok begini ke gue? Gue kan juga manusia bisa capek kalau ngejar terus!" gerutu Bulan sambil tangannya terus mengerjakan tugas sekolahnya.
Di rasa sudah siap semua, Bulan segera memakai seragamnya dan turun ke bawah untuk sarapan. Seperti biasa, ia akan sarapan sendiri karena pasti kakaknya belum bangun sepagi ini.
Alvaro Mahendra, kakak lelaki satu-satunya Bulan. Mereka hanya tinggal berlima dengan supir, pembantu dan tukang kebunnya di rumah ini, karena kedua orangtuanya sudah 1 tahun belakangan ini menetap di Amerika. Karena urusan pekerjaan, makanya mereka memutuskan untuk menetap di sana. Sebenernya Bulan dan Alvaro seharusnya ikut mereka, tetapi keduanya menolak dengan alasan sudah betah dan banyak teman di Indonesia.
"Bi, kakak pulang jam berapa semalem?" tanya Bulan pada pembantunya.
Yuni seperti sedang mengingat, "Kayanya jam 10 an deh neng." jawab Yuni, nama pembantunya.
Bulan mengangguk, lalu melanjutkan lagi sarapannya.
"Coba bawain sarapan kali ya buat tuh kulkas siapa tau di terima." gumam Bulan.
Setelah selesai sarapannya, ia bangkit dan mencari kotak bekal di lemari. Dengan telaten Bulan menata nasi goreng di kotak itu dan tidak lupa dengan telor ceplok setengah matang kesukaannya.
"Buat siapa neng bawa bekel, tumben." sindir Yuni pada nona mudanya.
Bulan tersenyum malu-malu, "Buat doi mba." jawab Bulan sambil terkekeh, dan Yuni pun ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Bulan melihat jam yang berada di tangannya, lalu bergegas pamit pada Yuni. Setelah berpamitan, Bulan segera mengendarai motor matic nya menuju ke sekolah.
Hampir 20 menit di perjalanan dan akhirnya sampai juga di sekolah SMA Prada Jaya. Salah satu SMA favorite di kota ini, selain dengan segudang prestasi tetapi di sekolah ini juga memiliki segudang cogan alias cowok ganteng.
Bulan melangkah menuju ke kelasnya dengan menebarkan senyuman untuk siapa saja yang berpas-pasan dengannya. Sebelum masuk ke kelasnya, Bulan berhenti dulu di pintu kelas 12 IPS 3. Bulan mengambil napas lalu di hembuskan agar mengurangi kegugupan yang ia alami saat ini.
"Bismillah, semoga di terima." Bulan menyemangati dirinya sendiri.
Dengan kaki tegap, Bulan mulai masuk ke dalam kelas itu. Kelas yang tadinya ramai mendadak sunyi karena melihat salah satu ratu sekolah memasuki kelasnya. Dan seisi kelas sudah tau, kemana arah langkah Bulan. Mereka hanya menikmati apa yang akan Bintang lakukan pagi ini untuk Bulan.
"Hm, pagi Bintang. " sapa Bulan dengan senyum mengembang.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Hingga detik-detik berikutnya tidak ada jawaban apapun dari Bintang. Bulan menarik napasnya dalam lalu di hembuskan perlahan. Sudah biasa di giniin sama Bintang batin Bulan.
"Bintang, ini gue bawain lo sarapan, di makan ya." ujar Bulan sambil meletakan kotak bekal yang tadi ia bawa ke atas meja Bintang.
Bintang melirik sebentar ke kotak itu lalu kembali fokus ke ponselnya, "Ar, buang." seru Bintang membuat Bulan sekaligus Arkana pemilik nama yang di panggil Bintang kaget.
Arkana menoleh ke arah Bulan yang sudah menampilkan wajah sedihnya. Arkana tidak enak hati kalau melakukan apa yang di suruh Bintang tadi.
"Kenapa di buang? Gue bikinnya gak pake racun kok, malah pake cinta." ujar Bulan dengan senyum masih mengembang. Tapi tidak bisa di pungkiri kalau hatinya sakit.
"Pergi." ujar Bintang lagi sambil matanya tetap fokus pada ponselnya.
Bulan mengangguk, "Iya gue pergi, tapi jangan lupa di makan ya sarapannya. Gue gak mau lo sakit, kalau lo sakit nanti siapa yang nyakitin gue kaya gini." ujar Bulan berusaha tetap tersenyum.
"Berisik, pergi!" marah Bintang dengan nada sedikit keras dan membuat Bulan menciut lalu menjauh dari sana.
Sebelum bener-bener menghilang Bulan tidak lupa mengucapkan salam pada kelas itu. Dengan hati yang hancur, ia kembali ke kelas. Hal ini sudah menjadi makanan Bulan setiap mendekat ke arah Bintang.
Penolakan.
Itulah kata yang selalu saja Bulan dapat dari Bintang. Entah apa yang membuat Bintang seakan menutup diri dari Bulan.
"Sabar Bulan, udah biasa kaya gini. Gausah nangis." ujar Bulan pada dirinya sendiri.
Sedangkan di kelas Bintang sedang terjadi desas desus yang mengisi ruangan itu. Ada sebagian yang merasa kasian pada Bulan ada pula yang merasa senang karena di tolak Bintang. Biasa selalu ada pro dan kontra bukan di setiap masalah.
"Tang, mending lo makan dulu deh tuh sarapan. Kasian kan Bulan udah bikin buat lo." ujar Arkana dengan sedikit takut.
Bintang melirik lagi kotak bekal itu, lalu melirik ke arah Arkana dengan tatapan tajamnya. "Lo aja." ujar Bintang singkat.
"Bulan bikinin buat lo, bukan buat gue." ujar Arkana.
"Berisik!" sahut Bintang.
Arkana menutup mulutnya, tidak mau berbicara lagi kalau Bintang sudah mengeluarkan kata itu, bisa-bisa nanti mulutnya sobek karena di pukul si manusia kulkas ini.
"Kalau lo gak mau, buat gue aja sini Ar." sahut Angga di belakang Arkana.
Arkana menoleh ke bangku Angga, "Lo mau ini?" tanya Arkana.
Angga mengangguk semangat.
"Minta bikinin sono sama Bulan, orang gue yang di kasih sama si Bintang."
Angga menoyor kepala Arkana dari belakang, "Tadi so nyuruh Bintang buat makan, sekarang lo yang mau makan!" keluh Angga.
Arkana terkekeh, "Gue kan memastikan dulu, si bos mau makan gak takutnya dia gengsi tadi di depan Bulan nyuruh buang. Makanya gue tanya dia lagi tadi." ujar Arkana jujur.
Bintang menatap Arkana tajam, tidak terima di bilang gengsi di depan Bulan tadi. Dengan sekali gerakan, Arkana mengaduh kesakitan karena punggung tangannya di sentil dengan keras oleh Bintang. Angga yang melihat itu tertawa terbahak.
"Mampus lo, asal ngomong aja sih." ujar Angga di sela tawanya.
Kali ini Bintang menatap Angga yang masih tertawa, dengan cepat Bintang melakukan hal yang sama dan membuat Angga juga mengaduh kesakitan. Kali ini Arkana yang tertawa tetapi sambil berdiri menjauh dari Bintang, takut kena sentil lagi karena terus tertawa.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments