NovelToon NovelToon

COOL BOY

BAB 1

Pagi hari yang cerah untuk semua orang yang sudah membuka matanya. Kalau matanya masih tertutup mana bisa mereka melihat pagi yang cerah ini. Benar atau benar?

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Bulan selalu bangun lebih awal hanya untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Karena malam hari selalu ia pakai untuk berhalusinasi lebih tepatnya menonton series. Hobi Bulan adalah menonton, bernyanyi dan bucin pada seorang cowok bernama Bintang Arjuna Winata.

Meskipun memiliki segudang prestasi tetapi yang namanya masa remaja atau lebih tepatnya masa SMA bukanlah harus di nikmati? Karena pepatah bilang masa SMA adalah masa paling indah. Bulan pikir masa ini akan lebih indah kalau Bintang melirik dirinya.

"Sampai kapan sih tuh cowok begini ke gue? Gue kan juga manusia bisa capek kalau ngejar terus!" gerutu Bulan sambil tangannya terus mengerjakan tugas sekolahnya.

Di rasa sudah siap semua, Bulan segera memakai seragamnya dan turun ke bawah untuk sarapan. Seperti biasa, ia akan sarapan sendiri karena pasti kakaknya belum bangun sepagi ini.

Alvaro Mahendra, kakak lelaki satu-satunya Bulan. Mereka hanya tinggal berlima dengan supir, pembantu dan tukang kebunnya di rumah ini, karena kedua orangtuanya sudah 1 tahun belakangan ini menetap di Amerika. Karena urusan pekerjaan, makanya mereka memutuskan untuk menetap di sana. Sebenernya Bulan dan Alvaro seharusnya ikut mereka, tetapi keduanya menolak dengan alasan sudah betah dan banyak teman di Indonesia.

"Bi, kakak pulang jam berapa semalem?" tanya Bulan pada pembantunya.

Yuni seperti sedang mengingat, "Kayanya jam 10 an deh neng." jawab Yuni, nama pembantunya.

Bulan mengangguk, lalu melanjutkan lagi sarapannya.

"Coba bawain sarapan kali ya buat tuh kulkas siapa tau di terima." gumam Bulan.

Setelah selesai sarapannya, ia bangkit dan mencari kotak bekal di lemari. Dengan telaten Bulan menata nasi goreng di kotak itu dan tidak lupa dengan telor ceplok setengah matang kesukaannya.

"Buat siapa neng bawa bekel, tumben." sindir Yuni pada nona mudanya.

Bulan tersenyum malu-malu, "Buat doi mba." jawab Bulan sambil terkekeh, dan Yuni pun ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala.

Bulan melihat jam yang berada di tangannya, lalu bergegas pamit pada Yuni. Setelah berpamitan, Bulan segera mengendarai motor matic nya menuju ke sekolah.

Hampir 20 menit di perjalanan dan akhirnya sampai juga di sekolah SMA Prada Jaya. Salah satu SMA favorite di kota ini, selain dengan segudang prestasi tetapi di sekolah ini juga memiliki segudang cogan alias cowok ganteng.

Bulan melangkah menuju ke kelasnya dengan menebarkan senyuman untuk siapa saja yang berpas-pasan dengannya. Sebelum masuk ke kelasnya, Bulan berhenti dulu di pintu kelas 12 IPS 3. Bulan mengambil napas lalu di hembuskan agar mengurangi kegugupan yang ia alami saat ini.

"Bismillah, semoga di terima." Bulan menyemangati dirinya sendiri.

Dengan kaki tegap, Bulan mulai masuk ke dalam kelas itu. Kelas yang tadinya ramai mendadak sunyi karena melihat salah satu ratu sekolah memasuki kelasnya. Dan seisi kelas sudah tau, kemana arah langkah Bulan. Mereka hanya menikmati apa yang akan Bintang lakukan pagi ini untuk Bulan.

"Hm, pagi Bintang. " sapa Bulan dengan senyum mengembang.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Hingga detik-detik berikutnya tidak ada jawaban apapun dari Bintang. Bulan menarik napasnya dalam lalu di hembuskan perlahan. Sudah biasa di giniin sama Bintang batin Bulan.

"Bintang, ini gue bawain lo sarapan, di makan ya." ujar Bulan sambil meletakan kotak bekal yang tadi ia bawa ke atas meja Bintang.

Bintang melirik sebentar ke kotak itu lalu kembali fokus ke ponselnya, "Ar, buang." seru Bintang membuat Bulan sekaligus Arkana pemilik nama yang di panggil Bintang kaget.

Arkana menoleh ke arah Bulan yang sudah menampilkan wajah sedihnya. Arkana tidak enak hati kalau melakukan apa yang di suruh Bintang tadi.

"Kenapa di buang? Gue bikinnya gak pake racun kok, malah pake cinta." ujar Bulan dengan senyum masih mengembang. Tapi tidak bisa di pungkiri kalau hatinya sakit.

"Pergi." ujar Bintang lagi sambil matanya tetap fokus pada ponselnya.

Bulan mengangguk, "Iya gue pergi, tapi jangan lupa di makan ya sarapannya. Gue gak mau lo sakit, kalau lo sakit nanti siapa yang nyakitin gue kaya gini." ujar Bulan berusaha tetap tersenyum.

"Berisik, pergi!" marah Bintang dengan nada sedikit keras dan membuat Bulan menciut lalu menjauh dari sana.

Sebelum bener-bener menghilang Bulan tidak lupa mengucapkan salam pada kelas itu. Dengan hati yang hancur, ia kembali ke kelas. Hal ini sudah menjadi makanan Bulan setiap mendekat ke arah Bintang.

Penolakan.

Itulah kata yang selalu saja Bulan dapat dari Bintang. Entah apa yang membuat Bintang seakan menutup diri dari Bulan.

"Sabar Bulan, udah biasa kaya gini. Gausah nangis." ujar Bulan pada dirinya sendiri.

Sedangkan di kelas Bintang sedang terjadi desas desus yang mengisi ruangan itu. Ada sebagian yang merasa kasian pada Bulan ada pula yang merasa senang karena di tolak Bintang. Biasa selalu ada pro dan kontra bukan di setiap masalah.

"Tang, mending lo makan dulu deh tuh sarapan. Kasian kan Bulan udah bikin buat lo." ujar Arkana dengan sedikit takut.

Bintang melirik lagi kotak bekal itu, lalu melirik ke arah Arkana dengan tatapan tajamnya. "Lo aja." ujar Bintang singkat.

"Bulan bikinin buat lo, bukan buat gue." ujar Arkana.

"Berisik!" sahut Bintang.

Arkana menutup mulutnya, tidak mau berbicara lagi kalau Bintang sudah mengeluarkan kata itu, bisa-bisa nanti mulutnya sobek karena di pukul si manusia kulkas ini.

"Kalau lo gak mau, buat gue aja sini Ar." sahut Angga di belakang Arkana.

Arkana menoleh ke bangku Angga, "Lo mau ini?" tanya Arkana.

Angga mengangguk semangat.

"Minta bikinin sono sama Bulan, orang gue yang di kasih sama si Bintang."

Angga menoyor kepala Arkana dari belakang, "Tadi so nyuruh Bintang buat makan, sekarang lo yang mau makan!" keluh Angga.

Arkana terkekeh, "Gue kan memastikan dulu, si bos mau makan gak takutnya dia gengsi tadi di depan Bulan nyuruh buang. Makanya gue tanya dia lagi tadi." ujar Arkana jujur.

Bintang menatap Arkana tajam, tidak terima di bilang gengsi di depan Bulan tadi. Dengan sekali gerakan, Arkana mengaduh kesakitan karena punggung tangannya di sentil dengan keras oleh Bintang. Angga yang melihat itu tertawa terbahak.

"Mampus lo, asal ngomong aja sih." ujar Angga di sela tawanya.

Kali ini Bintang menatap Angga yang masih tertawa, dengan cepat Bintang melakukan hal yang sama dan membuat Angga juga mengaduh kesakitan. Kali ini Arkana yang tertawa tetapi sambil berdiri menjauh dari Bintang, takut kena sentil lagi karena terus tertawa.

Bersambung.....

BAB 2

Jam istirahat sudah tiba, semua murid pasti berhambur menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Ada juga yang memilih ke perpustakaan dan ada juga yang berdiam di kelas dengan memakan bekal yang di bawa dari rumah.

Seperti halnya dengan Bulan, Manda dan Mutia ketiga cewek itu sedang berjalan menuju kantin. Tadinya malas ke kantin, tetapi Bulan emaksa keduanya. Karena solidaritas mereka, akhirnya mereka ikut bersama Bulan.

"Lo pada mau pesen apa?" tanya Bulan pada kedua temennya.

Manda menggeleng, "Gue gak deh, masih kenyang." ujar Manda.

"Gue mau beli lemon tea aja deh." ujar Mutia lalu berjalan ke kedai penjual lemon tea.

Sedangkan Bulan menuju kedai mie ayam untuk memesan makanan untuknya. Setelah selesai memesan Bulan kembali ke meja yang sedang Manda dudukin.

"Lo beneran gak mau makan Man?" tanya Bulan.

Manda menggeleng, "Gue bener masih kenyang Lan," balas Manda sambil tangannya sibuk dengan ponsel.

Tak lama Mutia datang dengan lemon tea di tangannya, "Lo berdua mau ikut nonton konser gak?" tanya Mutia yang sudah duduk di samping Manda.

Belum menjawab pertanyaan Mutia, pesanan Bulan datang. "Konser apaan?" tanya Manda sambil menatap Mutia.

"Itu pensi di sekolah SMA Bakti, kayanya bakalan rame deh tuh acara." ujar Mutia.

"Gue mau ikut dong," ujar Bulan.

Manda mengangguk, "Boleh juga, beli tiketnya di mana?" tanya Manda.

"Di Arkana, biarin ntr gue yang beli ke dia." ujar Mutia dan membuat kedua sahabatnya mengangguk.

Manda menoleh ke arah Bulan yang sedang asik makan, "Lan, gue denger dari kelas sebelah katanya tadi pagi lo nyamperin si Bintang?" tanya Manda.

Bulan mengangguk lalu melanjutkan makannya.

"Trus kali ini apa yang di lakuin ke lo?" tanya Mutia kali ini.

Bulan menatap Manda dan Mutia bergantian, lalu menyengir kuda andalannya, "Biasa lah, gausah di jelasin lo berdua tau." ujarnya santai.

Manda dan Mutia menarik napasnya dalam, tidak habis pikir dengan Bulan yang selalu saja begitu. Tidak pernah lelah mengejar seorang Bintang yang jelas-jelas selalu menolak Bulan.

Manda dan Mutia sebenernya sudah kesal dengan tingkah Bulan yang selalu saja mengejar tuh manusia es. Bayangkan saja, sejak kelas 10 Bulan selalu berusaha mendapatkan Bintang, tetapi tidak pernah sedikitpun Bulan di notice oleh cowok itu. Yang ada malah sebuah penolakan yang di terima oleh Bulan.

Beberapa kali Bulan menjalani hubungan dengan teman seangkatan atau kakak kelasnya atau juga cowok dari luar sekolah, tetapi selalu saja Bulan yang memutuskan mereka karena alasannya tidak cocok. Padahal ia masih ingin terus mengejar cinta seorang Bintang.

"Lo gak capek Lan begini terus?" tanya Manda entah yang ke berapa kalinya.

Bulan menggeleng cepat, "Gak, eh lebih tepatnya belom sih." ujar Bulan.

"Mau sampai kapan?" kali ini Mutia yang bertanya.

Bulan mengangkat bahunya, "Udah sih santai, bukannya cinta butuh pengorbanan?" selalu saja jawaban ini yang Bulan berikan kepada Manda dan Mutia.

Kedua sahabatnya itu hanya diam tidak menjawab, keduanya saja sudah lelah melihat kelakukan Bulan, malah kadang keduanya ikut sakit hati kala melihat Marsha yang selalu di tolak oleh Bintang dengan kata-kata menyakitkan.

"Balik ke kelas yuk." ajak Mutia setelah melihat Bulan sudah selesai dengan makanannya.

"Lo berdua duluan deh, gue mau ke toilet dulu." ujar Bulan dan membuat keduanya mengangguk.

"Lo jangan lama-lama, langsung balik kelas." seru Manda dan mendapat acungan jempol dari Bulan.

Berjalan menuju toilet dengan bersenandung kecil membuat siapa saja yang melihat ikut tersenyum. Wajah Bulan itu teduh, siapa saja yang melihatnya akan adem. Belum lagi senyuman cantiknya yang selalu ia tebarkan ke siapa saja.

"Bulan, mau kemana?" tanya Alex anak kelas 12 IPS 1 itu. Alex termasuk cowok ganteng di sekolah ini, dan Alex juga sempat beberapa kali mendekati Bulan tetapi sayang lagi-lagi Bulan menolak.

Bulan tersenyum, "Mau ke toilet nih, lo sendiri mau kemana?" tanya Bulan saat mereka sedang melangkah bersama.

"Sama mau ke toilet juga, mau bareng?" ujar Alex.

"Karena kita satu jurusan, jadi bareng aja deh." kekeh Bulan lalu mereka melangkah bersama.

Alex selalu gugup kalau berdekatan dengan Bulan, "Lo udah punya cowok?" tanya Alex gugup.

Bulan menggeleng, "Kenapa? Lo mau daftar lagi jadi cowok gue?" ujar Bulan sedikit keras membuat seseorang yang berada di depannya dengan berlawanan arah mendengar ucapan itu.

"Emang murahan." batin Bintang.

Yap, orang di depan Bulan dan Alex itu adalah Bintang yang baru saja dari toilet. Mendengar perkataan itu membuat Bintang semakin yakin kalau Bulan itu hanya iseng saja mengejar dirinya.

Loh apa Bintang tidak berpikir, kalau apa yang di lakukan Bulan itu sebuah pengorbanan atau perjuangan untuk mendapatkan hatinya dengan cara mempertaruhkan harga dirinya. Tidak sedikit yang mencibir Bulan tidak tahu malu karena mengejar seorang lelaki yang jelas-jelas selalu menolak. Tetapi balik lagi ke Bulan, ia selalu tidak mempedulikan semua omongan itu. Tujuannya cuma satu, mendapatkan hati seorang Bintang.

Bulan kaget bukan main saat melihat Bintang ada di hadapannya. Dengan segera ia menjauhin Alex lalu menggelengkan kepala. Seakan ia sedang ketahuan selingkuh oleh pacarnya.

"Lo jangan salah paham ya Bintang, gue sama Alex tadi gak sengaja ketemu kok. Iya kan Lex?" ujar Bulan seakan memberi penjelasan pada Bintang.

"Minggir." satu kata itu yang keluar dari mulut Bintang.

Bulan tidak bergerak sama sekali dari tempatnya dan masih terus menatap Bintang dengan tatapan memelas.

"Bintang, please percaya sama gue. Gue gak ada apa-apa sama Alex."

"Minggir!" tegas Bintang dan membuat Bulan menepi sedikit untuk memberi jalan pada Bintang.

Tanpa menoleh dan mengatakan apapun lagi pada Bulan, Bintang berjalan menuju ke kelas. Tetapi ada yang aneh di hatinya, seperti tidak suka melihat dan mendengar ucapan Bulan tadi pada Alex.

Bintang menggelengkan kepalanya, tidak mau memikirkan perempuan apalagi Bulan. Yang jelas-jelas tidak memiliki malu karena selalu saja mengejar dirinya. Ah kadang Bintang merasa risih jika Bulan mendekatinya tetapi terkadang ada rasa kasihan pada cewek itu karena selalu di tolak olehnya.

Bulan berbalik arah untuk mengejar Bintang, ia harus menjelaskan pada Bintang bahwa ia tidak memiliki hubungan apapun pada Alex. Bulan takut Bintang tak mau di gangguinnya lagi, loh bukankan selama ini seperti itu. Bintang selalu menolaknya, bukankah sama saja tidak mau di ganggu oleh dirinya. Ah Bulan bagaimana sih..

"Lan, lo mau kemana, gak jadi ke toilet?" teriak Alex karena Bulan sudah mulai menjauh dari sana.

Bulan menoleh sebentar ke arah Alex sambil telunjuknya di taruh di bibir berisyarat agar Alex diam tidak bersuara. Sedangkan Alex sendiri hanya bisa menggeleng lalu kembali melangkahkan kakinya menuju toilet.

"Bulan, Bulan udah selalu di tolak kaya gitu, tetep aja berjuang buat ngejar tuh cowok aneh. Mending sama gue yang jelas-jelas bisa bikin lo bahagia." gumam Alex sambil masuk ke dalam toilet laki-laki.

BAB 3

Bulan masih terus saja mengikuti langkah kaki seorang Bintang hingga ke dalam kelas laki-laki itu. Seperti biasa semua mata langsung tertuju pada keduanya. Mereka ingin melihat apa lagi yang akan Bulan lakukan untuk Bintang, dan penolakan macam apa lagi yang akan Bintang berikan untuk Bulan kali ini.

"Tang, percaya deh sama gue kali ini aja." seru Bulan dengan nada lirih.

Bintang diam lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai membuka aplikasi game-nya.

"Bintang, please jangan marah sama gue. Tapi lo marah atau gak marah juga sama aja sih tetep diemin gue." gumam Bulan.

Masih sama, Bintang hanya diam tidak menjawab apapun ucapan dari Bulan.

"Lan, lo gak malu ya begini terus dari kelas 10. Gue yang ngelihat aja muak lama-lama sama tingkah lo!" seru Puput ketua geng perempuan di kelas Bintang.

Puput sejak dulu memang tidak suka dengan Bulan, karena Puput iri dengan Bulan. Satu sekolah hampir mengenal Bulan, entah dari prestasinya atau dari cara bergaulnya. Tidak seperti Puput yang terkenal karena melalu jalur BK alias siswa yang selalu berbuat onar di sekolah.

Gaya Puput seperti bukan anak sekolah, karena memakai seragam dengan ketat dan rok yang pendek jangan lupakan pula make-up yang bertengker di wajahnya.

Puput selalu iri karena Bulan selalu saja di dekatin oleh cowok-cowok ganteng di sekolah ini, meskipun Bulan selalu menolaknya.

"Gue gak ada urusan sama lo!" desis Bulan pada Puput yang tengah berdiri di hadapannya bersama dengan ketiga dayangnya.

"Lo selalu ganggu tau gak sih di kelas ini, mending sekarang lo keluar deh!" bentak Puput karena sudah tidak tahan dengan tingkah Bulan.

"Berisik!" bentak Bintang sambil menggebrak meja, walaupun matanya tetap pada ponselnya.

"Bintang bilang berisik, jadi mending lo keluar deh dari sini. Lo gak punya malu ya? Udah tau di tolak tapi kekeuh mau deketin Bintang. Ngaca Lan, ngaca!" ucap Puput sambil mendorong bahu Bulan.

Bulan tidak Terima dengan perlakukan Puput padanya, ia pun membalas dorongan itu dengan kencang hingga Puput melangkah mundur kebelakang, untung saja ada dayangnya kalau tidak dia bisa jatuh ke lantai.

"Sialan ya lo cewek murahan!" marah Puput langsung menjambak rambut milik Bulan.

Bulan berusaha untuk melepaskan itu dan mecoba untuk membalasnya, tetapi sayang ia tidak pernah ada di posisi seperti ini jadi ia tidak tau harus bagaimana. Ia hanya bisa berontak agar terlepas dari Puput.

Ringisan terdengar dari mulut Bulan, tetapi Puput tidak kunjung melepaskan rambutnya. Tanpa di duga, Bintang menarik tangan Puput hingga terlepas dari rambut Bulan.

Melihat siapa yang menolongnya membuat Bulan besar kepala, ini ada kemajuan pikirnya.

"Pergi!" ujar Bintang entah kepada siapa, yang jelas ia tidak ingin melihat keributan di depan matanya lagi.

"Bintang lo bantuin gue, dari serangan nenek sihir?" ujar Bulan sambil berbinar karena masih tidak percaya. Lupa dengan sakit di kepalanya saking senangnya.

"Lo ngatain gue?" bentak Puput dan ingin menarik kembali rambut milik Bulan. Belum dapat, tangan Bulan sudah di tarik oleh Bintang menuju pintu kelas.

Bulan yang tangannya di genggam oleh Bintang bahagia, ingin rasanya ia loncat-loncat sekarang. Puput yang melihat itu tambah emosi, sejak kapan Bintang mau menolong Bulan.

Semua yang berada di kelas pun melihatnya, ada beberapa yang mengabadikan momen tersebut dengan memotret dan di share ke grup angkatannya. Ini akan menjadi berita yang paling hot di sekolah.

"Sumpah itu Bintang nolongin Bulan?" tanya Killa salah satu dayang Puput.

"Berisik lo!" ketus Puput lalu berjalan menuju bangkunya.

****

Ternyata Bintang membawa Bulan hingga ke depan kelas saja. Meskipun hanya begitu tetapi itu sangat berkesan buat Bulan. Ini adalah kemajuan yang sangat besar untuknya. Setidaknya sekarang Bintang peduli padanya.

"Lo udah mulai suka ya sama gue?" tanya Bulan dengan kepercayaan dirinya.

Bintang melirik Bulan sekilas lalu memutuskan lagi. Jantungnya berdebar saat ini.

"Gak!" ketus Bintang.

Bulan mengerucutkan bibirnya, "Trus kenapa lo nolongin gue, kalau lo belum suka sama gue?" tanya Bulan lagi.

"Berisik!"

Lagi-lagi Bulan hanya bisa mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan dari Bintang yang sangat singkat.

"Apa sekarang lo udah peduli sama gue?"

"Gak!"

"Tapi itu buktinya lo udah selamatin gue dari serangan nenek sihir, artinya lo gak mau lihat gue tersakiti."

"Gue!"

Mendengar jawaban dari Bintang membuatnya pusing, apa dia cuma bisa ngomong dengan satu kata doang kali ya batin Bulan.

"Gue?" beo Bulan yang tidak mengerti maksud Bintang.

"Cukup gue yang nyakitin lo!" ujar Bintang dengan cepat. Untung saja Bulan bisa mendengar ucapan itu.

Entah apa yang harus Bulan rasakan saat ini, entah sedih atau senang. Sangat membingungkan pokoknya.

"Masuk." suruh Bintang dan lagi-lagi membuat Bulan bingung.

"Masuk kelas!" ketus Bintang lalu meninggalkan Bulan.

Bulan yang mulai sadar dengan omongan Bintang langsung mengangguk, sebelum Bintang benar-benar pergi dari hadapannya Bulan mulai bersuara kembali.

"Tang, gue sama Alex gak ada hubungan apa-apa kok, ucapan gue tadi sama dia cuma bercanda aja. Lo percaya ya sama gue." jelas Bulan.

Bintang berhenti melangkah dan membalikan badannya untuk melihat ke arah Bulan yang sedang berdiri sambil meremas jarinya sendiri.

"Bukan urusan gue." ucap Bintang dingin.

Bintang kembali teringat kejadian di depan toilet tadi yang membuatnya jadi kembali ke mode awal yang selalu menolak Bulan. Bintang pun bingung, mengapa tadi ia menolong Bulan. Apa benar yang di katakan Bulan, kalau ia sudah mulai peduli dengan keberadaan Bulan di dekatnya?

Bintang menggeleng, menepis pikiran itu. Balik lagi, ia tidak mau memikirkan perempuan untuk saat ini.

"Iya tau bukan urusan lo, tapi gue mohon lo percaya ya sama gue. Kalau hati gue untuk cuma buat lo." ujar Bulan tanpa malu.

Bulan sendiri pun menilai dirinya memang sudah tidak memiliki rasa malu. Tetapi ia tidak suka kalau ada orang lain yang bilang seperti itu padahal itulah faktanya. Lagian mana ada sih cewek ngejar cowok hingga bertahun-tahun seperti Bulan.

"Pergi!" usir Bintang.

Bulan mengangguk sambil tersenyum getir, sudah biasa ia di usia seperti ini oleh Bintang. Yang terpenting ia sudah menjelaskan tentang kejadian tadi pada Bintang, dan berharap agar Bintang percaya.

"Gue kaya orang ketahuan selingkuh aja, sampe harus ngejelasin ini sama Bintang. Emang gue siapanya Bintang, cuma debu yang gak pernah di lihat sama tuh cowok!" gerutu Bulan sambil melangkah ke arah kelasnya.

Sampai di kelasnya, semua mata tertuju padanya dan membuat Bulan bingung dengan tatapan mereka semua padanya.

"Kalian ngapain lihatin gue kaya gitu?" ujar Bulan saat masih berdiri di depan papan tulis.

"Cieeeeeeee." sorak ramai langsung terdengar dari mereka dan membuat Bulan semakin bingung.

"Kenapa sih elah, gak jelas banget pada!" kesal Bulan karena hanya ia sendiri yang tidak tau.

"Yang habis pegangan sama ayang Bintang, gue yakin tuh tangan gak bakal dia cuci sampe kapanpun!" seru Hendra sang ketua kelas.

Bulan langsung teringat kejadian tadi dan langsung senyum sumringah, sambil loncat-loncat tak jelas dan mengangkat tangannya yang tadi di genggam Bintang ke udara.

"Yess, istirahat kedua di traktir Bulan karena dia lagi bahagia!" teriak Hendra lagi membuat semuanya bersorak bahagia.

Bulan yang mendengar itu langsung diam dan menggeleng cepat, enak saja tuh ketu ngomongnya asal aja.

"Eh engga, engga! Apaan traktiran, jadian aja belom." sahut Bulan tidak terima.

"Yahhhhh." seru semuanya lagi.

"Kan ini sebagai perayaan atas kemajuan dari sikap Bintang buat lo, siapa tau gak lama lagi lo jadian." ujar Hendra keras.

"Betul!" seru semuanya lagi.

Kurang kompak apalagi nih kelas.

"Iya deh iya, budget satu orang 15ribu gak boleh lebih! Ntr gue bangkrut!" balas Bulan dengan nada kesal.

"Horee!" seru semuanya lagi.

Bulan hanya menggeleng dan melangkah menuju tempat duduknya. Dasar emang kaum laknat batin Bulan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!