HEARTBEAT
Aku ingin mengatakan sesuatu pada semesta, bahwa aku punya dia....
Dia yang selalu hadir membagi suka maupun duka, dia yang selalu mau membagi canda maupun tawa.
Dan dia yang selalu ada disaat aku terluka....
Dia bahkan tidak segan untuk meminjamkan pundaknya ketika aku membutuhkan sandaran, dan dia bahkan tidak segan untuk memberikanku pelukan saat aku merasa dunia mulai jahat padaku.
Dia sahabatku..., dia....
Segalanya....
"Velyn."
Eh?
Revelyn, anak berumur lima tahun itu tersadarkan dari lamunannya. Ia lantas membalikkan badannya dan menatap sang kakak, dengan syall yang melilit lehernya serta mantel tebal yang menghangatkan tubuhnya, anak lelaki berumur delapan tahun itu memberikan senyum paling hangatnya untuk adiknya.
"Kak Regan mau kemana?" anak perempuan itu bertanya lirih, seolah ia tahu bahwa sang kakak akan pergi.
"Velyn, kak Regan mau minta ijin pergi sebentar." ucap sang pengasuh Revelyn, anak perempuan itu menoleh ke samping saat sang pengasuh merangkul pundaknya.
Kemudian anak perempuan itu kembali menatap kakaknya dengan tatapan sendu, ia merasa sedih melihat kondisi sang kakak yang mulai memburuk karena suatu penyakit yang di deritanya.
"Regan, ayo kita pergi sayang."
Suara wanita paruh baya itu memecahkan lamunan Regan, tangan anak lelaki itu di raih sang wanita paruh baya tersebut untuk mengajaknya masuk ke dalam mobil.
Seperti tidak di anggap, Revelyn memanggil lirih sang mama yang bahkan seperti tidak menyadari kehadiran dirinya. Karena yang paling penting bagi sang mamanya sekarang adalah, kesehatan putra sulungnya.
"Mama...."
Wanita itu, menoleh dan menatap nanar Revelyn.
"Apa?"
"Velyn ... ikut yak?"
"Nggak bisa! kamu tinggal saja disini dengan Agitha, Papa dan Mama harus membawa kakak kamu berobat karena yang paling penting sekarang adalah kesehatannya!"
Regan, kakaknya, memang memiliki suatu penyakit kronis yang mengharuskannya untuk mendapat perhatian extra. Karena itu kedua orang tuanya hari ini akan membawanya berobat keluar negri, dan Revelyn kira dirinya akan di ajak namun nyatanya tidak.
"Ayo kita pergi."
"Tunggu." Regan mencegat, ia melepaskan tangan sang mama dan berjalan menghampiri adik bungsunya.
"Kak?"
"Kakak pergi sebentar, kakak pasti bakal kembali." suara Regan melembut, ia sangat menyayangi sang adik melebihi apapun di dunia ini. Dan soal penyakitnya, Regan hanya tidak ingin terlihat lemah di depan sang adik karena ia ingin menjadi kakak yang kuat untuk selalu melindungi sang adik.
"Janji?" tanya Revelyn, ia mulai mengarahkan jari kelingkingnya ke arah Regan.
Namun saat Regan ingin menautkan jari kelingking mereka, sang mama malah menarik tubuhnya hingga mereka tak sempat menautkan jari kelingking untuk berjanji bahwa ia akan kembali.
"Selamat tinggal ...." Regan melambaikan tangannya dengan perasaan yang berat untuk meninggalkan adiknya, begitupula dengan Revelyn, ia merasa sedih apalagi saat sang mama memberikan sorot mata tajam kepada dirinya.
"Velyn nunggu kalian kembali!!! cepat kembali, Velyn pasti rindu kalian!!!!"
"Mama, Papa, Kak Regan!!!!"
Tidak ada sahutan lagi, yang terdengar hanyalah suara mesin mobil yang menyala lalu pergi begitu saja. Tanpa adanya pelukan hangat sebelum perpisahan, serta lambaian tangan sebelum kepergiaan.
Anak perempuan itu menangis, ia merasa sakit ketika sang Mama dan Papa tak terlalu memperdulikan dirinya.
"Jangan nangis yak ...." yang Revelyn punya sekarang hanya seorang pengasuhnya, Agitha, pengasuh yang mulai sekarang akan menjaganya.
"Mereka akan kembali, kan?" lirihnya disela isakan tangisnya.
Agitha mengangguk ragu, ia langsung memeluk tubuh mungil anak itu untuk menenangkannya.
"Pasti, pasti kembali ...."
.
.
.
Setiap hari, waktu seakan berlalu begitu saja. Dan setiap hari itu juga, Revelyn, anak itu selalu menunggu kedatangan orang yang di sayangnya.
Setiap waktu Revelyn selalu berdiri di depan pagar rumahnya, sambil memeluk bonekanya ia terus berharap agar kedua orang tuanya serta kakaknya cepat kembali.
Namun kali ini berbeda, yang datang bukanlah yang Revelyn tunggu. Namun seorang anak lelaki dengan mata sembabnya turun dari mobil mewah berwarna hitam, anak lelaki itu menatap Revelyn sebentar kemudian kembali menunduk.
Anak lelaki itu berdiri tak jauh dari Revelyn berada, sedangkan papa anak itu seperti sedang berbincang dengan seorang wanita tua yang rumahnya kebetulan bersebelahan dengan rumah Revelyn.
"Apa kamu yakin?" tanya wanita tua itu, sedangkan sang pria paruh baya yang bersama anak lelaki itu mengangguk mantap.
"Mama turut berduka cita, tapi tidak bisakah dia bersamamu saja?"
"Maaf Ma, aku sudah berulang kali menyuruhnya untuk ikut denganku. Namun dia selalu berteriak seakan dia membenciku, tapi memang benar bahwa---dia membenciku."
Pria paruh baya dengan pakaian jas itu menunduk murung, ia sangat terluka apalagi ketika suatu musibah menimpa rumah tangganya. Dan yang tersisa hanya ia, dan juga anak semata wayangnya.
"Nak."
Anak lelaki itu menoleh, meski tatapannya menajam serta kepalan tangannya mengeras.
"Kamu tinggal sama nenek yak? Papa janji, Papa bakal kirim uang saku kamu setiap bulannya. Papa bukannya membuang kamu karena benci, papa hanya tidak mau kamu semakin tersakiti."
"Pap-"
Belum sempat pria paruh baya itu menyelesaikan kalimatnya, anak lelaki itu malah berlari pergi. Meninggalkan Nenek dan sang Papa yang hanya bisa tertunduk, seakan mengerti bahwa anak itu memerlukan waktu untuk sendiri.
Saat anak lelaki itu berlari pergi melewati Revelyn, lantas ia memandang kedua orang itu sebentar kemudian memilih menyusul anak lelaki yang berlari tak tentu arah itu.
Anak lelaki itu bernama Leo Andhara, ia masih berlari tak tentu arah hingga langkah kakinya berhenti di sebuah taman yang ada di perumahan tersebut.
Taman komplek yang tak begitu banyak orang, membuatnya lebih tenang untuk meluapkan segala kekesalannya.
Anak lelaki itu mulai duduk di bangku taman, ia mulai menangis sekencang-kencangnya sambil meneriaki orang yang amat ia cintai.
"Mama ...."
"Mama ...."
"Jangan tinggalin Leo ...."
"Leo janji, Leo bakal jadi anak baik ...."
"Gara-gara Papa! Mama ...."
"Mama kamu kenapa?"
Tiba-tiba suara lembut bertanya kepadanya, meski tersentak Leo berusaha mendongakkan kepalanya. Ia sesenggukkan sambil menatap anak perempuan di hadapannya.
"Mama pergi ...." jawabnya lirih, anak lelaki itu mengusap sisa air matanya dengan baju.
"Kemana?" tanya Revelyn heran, ia lalu mengambil duduk di sebelah anak lelaki itu.
"Tempat yang jauh ...."
Revelyn, anak perempuan itu mengangguk paham. Ia semakin memeluk boneka beruangnya sambil menatap anak di sampingnya yang masih terisak.
"Mama, papa, dan kakakku juga pergi."
Merasa bahwa anak itu senasib dengan dirinya, lantas membuat tangis Leo berhenti. Ia menoleh dan menatap Revelyn lekat.
"Kemana mereka pergi?"
"Mereka membawa kakakku pergi, mereka bilang kakakku perlu waktu untuk sehat. Maka dari itu papa dan mama memutuskan untuk pergi tanpa ngajak aku. Awalnya aku juga nangis kayak yang kamu lakukan sekarang, tapi saat aku teringat bahwa kakakku bilang dia akan kembali. Karena itu aku tidak akan cengeng dan menangis begitu saja." cerocos anak perempuan itu, ia sesekali melempar senyum kearah Leo seakan menunjukkan bahwa ia baik-baik saja ketika di tinggal pergi.
"Kamu tidak sedih?"
"Untuk apa? kalau kakakku bilang dia akan kembali, maka yang perlu kulakukan hanya menunggu. Dan kamu, jangan bersedih, mamamu pasti juga akan kembali."
Anak lelaki itu menggeleng lemah, ia lalu menunduk karena sedih. "Mama nggak akan kembali ...."
"Lho, kenapa?"
"Udah pergi jauh! nggak akan kembali ...."
Revelyn mulai mengerti perasaan anak lelaki di sampingnya, ia pun bangkit dari duduknya lalu berdiri di hadapan anak lelaki itu.
"Tapi kamu masih punya papa, kan?"
Leo, anak itu kembali menggeleng. "dia bukan papaku lagi, semenjak dia membuat mamaku pergi. Aku sudah tidak punya siapa-siapa, mungkin punya, dan itu hanya nenek saja."
"Tidak papa, kamu masih punya aku. Kita akan jadi teman, dan aku akan membuatmu lupa dengan yang namanya kesedihan. Jadi, jangan nangis lagi karena cowok itu nggak boleh cengeng!" Revelyn tertawa, ia mengacungkan jari kelingkingnya kearah Leo.
"Mau tidak jadi temanku?" tanya Revelyn heran, pasalnya Leo hanya memandangnya saja tanpa berkata apa-apa.
"Kamu jadi temanku? memangnya kamu bisa membuatku lupa semua masalahku?"
"Bisa kalau kamu selalu ada di sampingku."
Ucapan anak perempuan itu seakan membuat Leo tenang, anak lelaki itu mulai mengukir senyum sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Revelyn.
"Baiklah, aku janji akan selalu ada di sampingmu. Aku akan membuatmu bahagia, dan kamu juga harus membuatku bahagia."
"Baiklah, janji."
Mereka berdua lalu saling tersenyum, padahal mereka baru kenal namun sudah membuat janji. Mungkin karena keduanya saling berpikir bahwa nasib mereka hampir sama.
Yaitu sama-sama di tinggal oleh orang yang di sayang, dan berharap mereka akan kembali pulang.
"Omong-omong namamu siapa?" tanya Leo heran.
"Revelyn Paulin, kamu?"
"Leo Andhara."
"Nama yang bagus, Leo."
"Nama kamu juga."
Untuk memulai persahabatan denganmu sangat mudah, kita berdua sama-sama berjanji untuk saling membahagiakan. Hingga kita lupa bahwa kita pernah memiliki rasa sakit yang menyedihkan....
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments