Leo baru saja keluar dari kamar mandi, ia sudah selesai mandi lalu berjalan untuk mengambil seragam sekolahnya yang sudah siap di atas kasur.
Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, matanya melirik amplop tebal yang diletakkan pada nakas samping ranjangnya.
Leo menghembuskan napasnya kasar....
Lagi dan lagi ....
Cowok itu mengambil amplop itu, namun dia tidak membuka isi amplopnya seakan sudah tahu apa isi amplop tersebut.
Namun sedetik kemudian pikirannya berubah, dia lantas membuka amplop itu dan mendapati banyaknya nominal uang yang ada di dalamnya
Ekspresi Leo semakin datar, apalagi saat di dalam amplop tersebut terselip sepucuk surat untuknya.
Leo membuka suratnya lalu membaca isinya.
Setiap bulan, ini uang saku seratus juta untuk kamu. Papa harap kamu menggunakannya dengan baik, dan maaf.... hanya ini yang bisa Papa lakukan untuk menebus kesalahan Papa.
Papa sayang kamu, Leo.
Tanpa sadar tangan Leo sudah meremas surat itu, dan tanpa sadar pula matanya mulai berwarna kemerahan.
"Menebus kesalahan, hah? memangnya dia kira mengirim uang sebanyak ini setiap bulannya, akan mengembalikkan Mama?"
Leo terkekeh, merasa malu dengan apa yang Papa-nya lakukan selama ini.
Bagi Leo, uang sebanyak itu tidak akan bisa membuat Mamanya hidup kembali. Uang sebanyak itu tidak akan bisa membuat kebahagiaannya kembali lagi, karena semua itu percuma!
...🍕...
Kelas XII IPA 1 sudah mulai ribut dengan murid-muridnya yang sedari tadi terus mengobrol tanpa henti. Dan untungnya mereka semua sedang free class, menjadi kesempatan untuk sebagian dari mereka bersantai ataupun membolos.
"Gils!!! gw tadi bareng Axele di koridor."
Una memekik kesenangan, namun Miselia yang duduk di sampingnya hanya mengangguk malas.
"Beneran bareng atau lo-nya aja yang ngekorin dia secara diam-diam?" tanya Miselia, ia menatap Una dengan sorot mata malasnya.
Merasa tertohok dengan perkataan Miselia, Una pun memasang ekspresi cemberut.
"Misel ih, tau aja."
"Jelaslah tau, secara kan kerjaan lo nguntit Axele kemana-mana. Udah kayak stalker aja, untung si Axele nggak sadar lo bututin terus kemana-mana."
"Gw bukan stalker! gw kan cuma mau tau apa aja yang dilakuin Axele di sekolah, salah emangnya?"
"Iya, dari sekian banyaknya manusia di bumi. Kenapa lo suka Axele yang kerjaannya aja nge-bacot, suka bolos dan-"
"Miselia anjir! mulut lo jangan cerocos mulu! lo nggak lihat, ada Leo tuh di depan pintu. Entar kalau dia ember, terus dia kasih tau sama Axele gimana? bisa-bisa Axele bakal ilfeel sama gw!" Una langsung membekap mulut Miselia, mengapit leher sahabatnya itu di bawah ketiaknya. Una mengomeli meski terkesan berbisik pada Miselia.
"Lehasin oi!" Miselia menepis tangan Una dari mulutnya, "ketek lo bau!" ejek Miselia kesal, ia bahkan menatap Una tajam.
Una yang tipikal gadis cerewet dan lugu itu mulai kembali memasang ekspresi cemberut.
"Una nggak bau ketek! Una ini wangi tau, jangankan badannya, keteknya juga!"
"Najis Una!"
Suara ribut di kelas makin menjadi-jadi, namun anehnya suara bising itu tidak menganggu Revelyn yang sedari tadi masih tertidur lelap.
Gadis itu meletakkan kepalanya pada kedua tangannya yang bertumpu di atas meja. Begitulah Revelyn, selalu tertidur di kelas. Mungkin karena gadis itu selalu belajar hingga larut malam.
Leo mengukir senyum, ia memandangi Revelyn yang tengah tertidur pulas. Cowok itu sengaja membalikkan kursi yang ada di depan Revelyn, agar ia bisa mengamati gadis itu ketika tertidur.
"Kak Regan ... cepat ... kembali ...."
"Mama ... Papa ... jangan tinggalin ... Velyn."
Gadis itu mengigau, membuat Leo terdiam sesaat sebelum akhirnya menyentuh punggung tangan Revelyn.
"Masih jadi mimpi buruk, ya?"
Leo tersenyum tipis, tangannya beralih mengusap rambut gadis itu.
Meski semua teman sekelas Revelyn kini diam-diam memperhatikannya, Leo tidak peduli. Karena yang dia khawatirkan sekarang adalah sahabatnya, Revelyn, gadis itu masih belum bisa keluar dari mimpi buruknya.
Sejak berumur tujuh tahun, Revelyn mulai sering mengalami mimpi buruk setiap tidurnya. Gadis itu selalu bermimpi bahwa kakaknya tidak akan pernah kembali padanya. Bahkan Mama dan Papanya selalu mengabaikannya dan tidak memberikan perhatian sedikitpun untuknya. Prioritas utama mereka adalah kesehatan sang kakak, Regan, cowok itu berharga karena yang akan menjadi penerus perusahaan sang papa.
Dulu setiap Revelyn mengalami mimpi buruk, gadis itu selalu terbangun setiap tengah malam lalu menangis.
Tangisan itu dapat terdengar oleh Leo dari kamarnya, dan saat itu dengan sigap Leo langsung menuju rumah Revelyn. Memeluk gadis itu dalam tangisnya untuk menenangkannya, terkadang Revelyn bilang bahwa keberadaan Leo sungguh berarti baginya.
"Eugh ...."
Revelyn bergumam, ia mulai mengerjapkan matanya sembari mengubah posisinya menjadi duduk tegak.
Namun saat ia mendongak, Revelyn malah menemukan sahabatnya yang tengah melamun sambil memegangi tangan kirinya.
"Leo!" Revelyn memanggil sambil meremas tangan Leo, hal itu sontak membuat Leo berteriak.
"Aduduh, sakit oi sakit!"
"Lo ngapain anjir? ngelamun segala lagi, entar kesambet gw nggak mau tanggung jawab." omel Revelyn, ia memutar malas bola matanya.
"Jangan gitu dong, sayang."
"Najis sayang!"
"Iya sayang."
"Lo yak?! mau gw tonjok hah?" tangan kanan Revelyn sudah terkepal di depan wajah Leo, bukannya takut cowok itu malah tersenyum manis.
Senyuman Leo, membuat lesung pipi cowok itu terlihat. Dan senyuman itu selalu berhasil membuat siswi-siswi berteriak histeris.
Revelyn memutar malas bola matanya, ia menghembuskan napasnya kasar. Kembali menatap Leo, namun ekspresi cowok itu kembali berubah datar.
Dari mimik wajahnya Revelyn tahu, cowok itu memikirkan sesuatu.
"Lo kenapa?"
Mata Leo menatap mata Revelyn, kedua manik itu saling memandang lekat seolah di masing-masing manik hanya ada mereka berdua.
"Gw, Papa ...."
"Papa lo ngirim uang lagi?" potong Revelyn, ia seolah tau bahwa hal itu selalu menjadi masalah terbesar sahabatnya.
"Gw bingung aja, dengan mengirim uang sebanyak itu keadaan nggak akan berubah. Dia bilang dia melakukan itu untuk menebus kesalahannya, memangnya Mama akan kembali jika dia mengirim uang sebanyak itu setiap bulannya?"
Revelyn mulai merasa atmosfer di kelasnya berubah, mungkin karena cowok di hadapannya yang menciptkan suasana tidak nyaman ini di antara mereka.
"Gw nggak tau bagaimana bilangnya tapi, uang itu mungkin bisa beli apa saja yang lo butuhkan kecuali untuk mengembalikan yang sudah tiada."
"Gw tau lo masih benci sama Papa lo, karena lo sendiri yang bilang bahwa beliau yang sudah membuat Mama lo pergi. Tapi pernah nggak lo tanya sama Papa lo sendiri, kenapa Mama lo bisa pergi secepat itu?" jelas Revelyn, gadis itu mencoba berhati-hati dalam bicara. Ia takut kalau-kalau dalam salah kata maka cowok itu bisa marah.
"Vel, lo kan tau sendiri. Papa itu Dokter di Rumah sakit miliknya sendiri, dan-"
"Udah Leo, udah nggak usah cerita. Gw nggak mau lo semakin tersakiti, gw nggak mau lo semakin kepikiran masa lalu yang mungkin bisa aja membuat lo semakin terpuruk."
Revelyn meraih kedua tangan cowok itu, menggenggamnya erat seolah ingin menyalurkan kehangatan padanya.
Leo sedikit tersentak, ia lalu mendongak dan menatap Revelyn lekat.
"Gw nggak bakal terpuruk, selama lo tetap disamping gw."
...🍕...
Kantin sekolah lumayan ramai akan siswa dan siswi yang ingin makan, bahkan hampir semua meja-meja tidak ada yang kosong. Semua meja penuh kecuali satu meja, di meja itu dengan beraninya Leo mengklaim bahwa meja itu hanya boleh ditempati oleh dirinya dan juga Revelyn.
Namun meja yang selalu ia tempati kali ini ada yang berani mengisi, membuat Leo mengerutkan keningnya sambil berjalan menghampiri.
BRAKKK
Gebrakkan Leo pada meja tersebut berhasil membuat dua orang siswi yang menempati meja tersebut terlonjak kaget, begitupula dengan siswa siswi lainnya yang ada di kantin.
Mereka semua langsung menatap Leo, berbisik-bisik karena dua orang siswi kelas sepuluh itu berani menempati meja yang seharusnya sekarang sudah di isi oleh Revelyn dan juga Leo.
"Oi lo nggak lihat tulisannya?" Leo bertanya dengan nada tinggi, ia bahkan menaikkan satu kakinya pada kursi sambil menatap dua siswi itu sengit.
Dua siswi itu gelagapan, mereka dengan takutnya mencoba menatap Leo.
"Tu-tulisan apa Kak?" tanya salah seorang di antara mereka.
"Ini anjir! cuma Revelyn dan gw yang boleh duduk di sini, kalaupun dari semua orang-orang di sini ada yang berani menempati meja ini. Maka siap-siap aja kena imbasnya!"
Cowok di hadapan mereka sungguh galak, semakin membuat nyali mereka menciut.
"Ka-kami nggak tau."
"Hah apa kalian bilang? semua orang juga tahu bahwa meja ini puny-"
Plakk
"Aduh anj- eh Velyn, dari mana aja?"
Revelyn mendengus kesal saat cowok itu malah marah-marah pada adik kelas, karena tidak tahan spontan Revelyn langsung menabok punggung cowok itu. Hingga beberapa siswa maupun siswi yang menonton berusaha menahan tawa mereka, Leo selalu kicep jika sudah di marahi oleh Revelyn.
"Sehari aja nggak usah buat masalah, bisa nggak?" tanya Revelyn tak kalah galak, ia bahkan sudah berkecak pinggang.
Leo hanya bisa menggaruk-garuk tengkuk lehernya, lalu menoleh ke arah dua siswi itu.
Merasa di tatap Leo, sontak kedua siswi itu langsung bergegas pergi.
"Pergi sana kalian! meja ini yang boleh isi cuma gw sama Velyn, paham?" tanya Leo galak, kedua siswi itu mengangguk lalu segera pergi meninggalkan kantin karena merasa malu.
Revelyn memijit pelipisnya, tidak tahan dengan sikap Leo yang kadang-kadang seperti kucing dan kadang-kadang seperti anjing galak, pikir Revelyn.
"Lama banget datangnya, jadi di isi sama mereka kan tadi." cibir Leo, ia sudah mengambil duduk sambil memberi kode agar gadis itu duduk di hadapannya.
"Ya maaf, habis dari toilet tadi." jawab Revelyn sambil mengambil duduk di hadapan Leo.
"Lo mau makan apa?"
"Apa aja yang penting gw kenyang."
Leo mengangguk, ia lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari salah satu kenalannya yang biasa ia suruh-suruh.
"Oi bambang, sini!" Leo berteriak, sang pemilik nama menoleh dan langsung berlari menghampiri Leo.
"Apa bos?"
Leo mengeluarkan dompetnya, memberikan selembar uang seratus ribuan pada Bambang.
"Beliin gw sama Velyn makanan, jangan lupa minumnya juga. Kembaliannya masih banyak, ambil aja."
"Serius bos?"
"Iya."
Bambang nampak senang, lumayan rejeki anak sholeh pikirnya.
Bambang-pun mulai pergi untuk membelikan pesanan Leo, sedangkan Revelyn masih fokus memainkan handphonenya.
"Fokus amat sih!"
Revelyn merengek saat Leo merebut handphonenya, cowok itu selalu seenak jidat padanya.
"Balikkin handphone gw!"
"Kalau gw balikkin, entar lo sibuk sama handphone lo aja."
"Suka suka gw lah, handphone gw itu jadi terserah gw lah."
Revelyn sudah memasang ekspresi cemberut, jika sudah begitu yang bisa Leo lakukan hanya mengalah.
"Oke nih gw kembaliin."
"Bos nih pesanannya."
Bersamaan dengan itu, Bambang datang sambil menyerahkan kantong keresek yang berisikan pesanan Leo.
Cowok itu menyambutnya, kemudian mengangguk. Bambang pergi setelah memberikan pesanan Leo, ia memilih kembali berkumpul di tempat teman-temannya.
"Makan, lo pasti belum sarapan tadi." titah Leo sambil menyerahkan sebungkus nasi dan air mineral pada Revelyn.
"Kok tau?"
"Palingan lo tadi cuma minum susu doang."
"Kok tau?"
"Gw kan cenayang lo."
"Kok kesel yak."
"Canda Vel, Mbak Agitha yang bilang sama gw."
"Oh oke."
Leo mengangguk, ia mulai memperhatikan Revelyn. Kalau di lihat-lihat Revelyn itu tipikal gadis yang kalau ada masalah, dia mampu menutupinya hanya dengan senyuman.
Sebuah sihir hebat ketika perempuan lebih memilih tersenyum untuk menyembunyikan semua masalahnya.
"Bukannya makan, malah liatin gw." gerutu Revelyn sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
Leo terkekeh sambil menopang dagunya, ia masih memperhatikan Revelyn lekat.
"Gw jadi kenyang, karena liatin lo."
Mendengar lagi-lagi Leo gombal pada dirinya, Revelyn hanya memutar malas bola matanya.
"Kebiasaan deh."
...🍕🍕🍕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
miyura
lanjut othor😘😘
2023-09-14
0