...Terlalu banyak yang menyukaimu, hingga aku tersingkirkan untuk mencoba mendapatkanmu....
...•...
...•...
...•...
Cowok itu, Leo Andhara, mendengus kesal sambil mendongakkan kepala. Ia menyesal karena tidak berangkat bersama sang sahabat saja, hingga menyebabkan ia sampai terlambat datang ke sekolah.
Leo masih memandangi tembok belakang sekolah yang lumayan tinggi, tempat yang akan ia panjat agar bisa masuk ke dalam sekolah secara sembunyi-sembunyi.
"Lah pangeran sekolah, telat nih?"
Suara menyebalkan itu, Leo lantas menoleh. Ia mendapati sohibnya, Axele Adinata, cowok bermulut cewek yang hobinya nge-bacot.
"Lo juga telat bego!" gas Leo kesal, ia memutar malas bola matanya saat Axele hanya cekikikkan.
"Wah kalian berdua telat yak? gw bilangin Pak Dayat nih."
Sontak kedua orang itu langsung menoleh dan ...,"LO JUGA TELAT BEGO!" teriak Leo dan Axele kompak.
"Nggak ngaca yak lo?" sindir Axele sinis.
"Duh, nggak bawa kaca nih gue." ucap Geraldio Erlangga penuh drama, ia bahkan bersikap seolah-olah sedang merogoh saku celananya untuk mencari kaca yang dimaksud.
Lantas Axele langsung mengeluarkan handphone dari sakunya, ia mendekatkan layar hitam itu kearah Geral.
"Ngaca nih, lo juga telat dudul!"
Geral lantas mengernyit heran pada Axele, ia lalu menatap layar handphone Axele yang ada di depan wajahnya.
"Ganteng banget gw astaga...."
Astaga ..., mereka semua gila termasuk dirinya. Sudah tidak asing lagi, mereka bertiga memang satu geng yang kalau gilanya, bodohnya, dan brutalnya selalu sama-sama. Meski begitu, solidaritas mereka tetap nomor satu.
"Udah dulu ngacanya, banci. Ayo manjat, bel udah bunyi 20 menit yang lalu." tegur Leo, ia sudah mengambil ancang-ancang untuk bersiap memanjat.
"Hati-hati bos, entar ****** lo kelihatan sama kita." teriak Axele, memang benar cowok ini sukanya ngebacot.
"Gw pakai celana, bukan rok woi!" teriak Leo dari atas, ingin rasanya meludahi Axele karena cowok itu selalu berhasil membuatnya emosi.
Untung temen, kalau nggak udah gw timpuk pakai bata.
...🍕...
"Astaga, Axele kenapa tuh?"
Lagi-lagi suara cempreng yang sudah tahu sedang mengintip, malah berteriak seenak jidat, menyebabkan mereka berdua hampir ketahuan kalau saja teman di sampingnya tidak membekap mulutnya.
"Jangan keras-keras kampret!" Tegur Miselia Agatha, pada sahabatnya yang bernama Una Ananda.
Mereka sekarang tengah mengintip dari balik pohon yang berada di tepi lapangan, yang mereka intip siapa lagi jika bukan tiga orang yang dijuluki Pangeran Sekolah.
Leo, Geral, dan Axele. Mereka akhirnya ketahuan juga oleh Pak Dayat karena terlambat, apalagi Pak Dayat yang selaku guru pengawas itu tak sengaja memergoki mereka bertiga sedang memanjat tembok belakang sekolah.
"Kasihan banget Axele!!! dia di suruh lari keliling lapangan tuh!" lagi-lagi Una memekik, membuat Miselia hanya menggeleng malas.
Kalau bukan karena Una ingin melihat Axele di hukum, Miselia juga tidak akan ikut mengintip dari balik pohon. Gadis itu menyukai Axele dari kelas sepuluh dan bertekad untuk memilikinya, maka dari itu setiap harinya Una selalu memperhatikan kemana saja dan apa saja yang Axele lakukan di sekolah.
"Woi kalian ngapain?"
Suara itu hampir saja membuat jantung keduanya ingin loncat dari tempatnya, keduanya langsung membalikkan badan dan menatap sang pelaku sambil bernapas lega.
"Ya ampun Velyn, gw kirain guru tadi." Miselia bernapas lega, kakinya hampir saja melemas karena takut ketahuan.
"Katanya mau ke toilet? kok malah ...," Revelyn menjeda kalimatnya, ia mengernyit saat mendapati pemandangan yang sudah biasa terjadi di lapangan. "kalian ngintip mereka yang kena hukuman?" tatapan Revelyn mengintimidasi mereka, Una yang gugup hanya bisa cengengesan.
"Tadi udah dari toilet, tapi karena ada Axele jadinya mau lihat bentar. Lumayan Vel, buat vitamin penyemangat sebelum memulai pelajaran." Una tersenyum lebar, berbalik badan untuk kembali memperhatikan Axele.
Revelyn Paulin, gadis itu hanya bisa geleng-geleng kepala dengan sikapnya Una yang terlalu melebih-lebihkan Axele.
"Axele mulu." cibir Revelyn.
Miselia tersenyum, ia lalu menaikkan bahunya saat Revelyn, sahabatnya itu menatap dirinya.
"Lo nggak mau ketemu Leo dulu sebelum masuk kelas?" tanya Miselia sambil menunjuk arah lapangan, cowok yang dimaksud itu tengah menerima hukuman dari Pak Dayat.
"Ngapain?"
"Lo kan sahabatnya." jawab Miselia.
"Nanti aja, dia lagi dihukum gitu masa gw samperin? Cari mati sama Pak Dayat, gw!" cerocos Revelyn, ia bahkan sambil melotot sebentar hingga membuat Miselia tertawa.
"Beruntung yak lo, Leo si pangeran sekolah itu ternyata sahabat lo. Semua orang di sekolah ini tau bahwa Leo, dia kayaknya sayang banget sama lo." jelas Miselia, membuat Revelyn menaikkan sebelah alisnya heran.
"Iya sayang, sebagai sahabat. Karena gw udah janji sama dia bahwa gw bakal buat dia bahagia, dan dia juga sebaliknya."
"Kalau sayang dia lebih dari sahabat, gimana?" Una membuka suara, ia sudah berhenti memperhatikan Axele dan memilih ikut pembicaraan kedua sahabatnya.
"Ah udahlah, ayok ke kelas. Nanti Bu Gita ngira kita bolos lagi." Revelyn membalikkan badannya, ia sudah bersiap melangkahkan kakinya untuk pergi.
Namun suara panggilan malah membuat dirinya terhenti....
"Oi Hitam!"
"Anjir! gw nggak hitam!" Revelyn mendelik kesal, ia menatap cowok yang baru saja diomongin, cowok itu berlari kecil menghampirinya.
"Hitam kok, tapi manis." goda Leo, ia menatap Revelyn yang sudah berekspresi kesal karena dipanggil dengan sebutan-Hitam oleh dirinya.
"Kampret!"
Leo selalu memanggilnya Hitam, mungkin karena kulit Revelyn yang sedikit gelap dari kulit Leo yang putih bersih.
Meski begitu, Leo selalu bilang bahwa Revelyn itu hitam manis. Memang benar-benar, kampret!
"Gw dihukum nih."
"Terus? gw harus salto gitu?" tanya Revelyn sinis.
"Jangan, cium gw aja."
"Najis!"
"Nggak mau yak?"
Revelyn memutar malas bola matanya, mungkin siswi lain akan berteriak histeris jika digoda seperti itu oleh Leo si Pangeran Sekolah. Namun Revelyn tidak, ia sudah mengenal Leo sejak berumur lima tahun. Dan Revelyn tahu, kebiasaan Leo adalah suka bercanda kepada dirinya ataupun menggoda dirinya bahkan menjahilinya.
Tiba-tiba Una merasa ingin berteriak histeris saat Axele dan Geral berjalan menghampiri mereka, membuat Miselia yang berada di samping Una memutar malas bola matanya.
"Pangeran Sekolah atau Preman Sekolah?"
"Hah?" Leo bergumam saat Revelyn bertanya hal itu sambil bertolak sebelah pinggang di hadapannya.
"Di juluki Pangeran Sekolah tapi penampilan udah kayak preman aja."
Revelyn mencibir, ia berkomentar tentang penampilan Leo yang terlihat acak-acakkan. Seragam cowok itu tidak dimasukkan ke dalam celana, bahkan memakai dasi saja tidak. Begitupula dengan kedua temannya yang lain, mereka tidak kalah berantakkan dari Leo.
"Nggak papa, yang penting keren." Leo tersenyum miring sambil menaik turunkan sebelah alisnya.
"Palalu keren, gembel malahan!"
"Galak amat sih."
"Udah deh, gw mau ke kelas." pamit Revelyn, ia sudah memberi isyarat pada kedua temannya untuk ikut pergi.
Namun Una yang masih ingin melihat Axele malah membrontak saat Miselia menarik tangannya.
"Tunggu bentar lah, gw masih mau liat vitamin gw nih!"
"Udahlah Na, kan bisa beli vitamin di warung nanti."
"Tapi kan gw mau vitamin gw itu, Axele!"
"Una ih, bucin banget!"
Axele dan Geral saling berpandangan, mereka ternganga kemudian geleng-geleng kepala.
Sedangkan Leo hanya diam sambil memandangi Revelyn yang sedari tadi kewalahan oleh sikap temannya, Una.
"Velyn."
Revelyn menoleh, ia menatap Leo heran. Mulutnya seolah bergerak menjawab panggilan Leo, meski tidak bersuara.
"Istirahat gw jemput."
"Oke." jawab Revelyn sambil mengangguk, mengiyakan apa yang tiap hari sahabatnya itu lakukan padanya yaitu selalu menjemputnya untuk makan bersama di kantin.
Akhirnya ketiga gadis itu pergi, meskipun tadi salah seorang di antara mereka membuat Axele dan Geral tercengang.
Sepeninggal mereka, Leo masih diam tidak berkutik. Ia kembali teringat pada memori masa lalu, tentang ia dan Revelyn yang berjanji akan saling membahagiakan dan berjanji akan saling ada untuk satu sama lain.
Mungkin sekarang Leo tumbuh menjadi anak yang membrontak, ia suka membolos, membuat keributan bahkan selalu berkelahi hingga keluar masuk ruang BK. Semua itu ia lakukan hanya agar bisa mendapat perhatian dari sang Papa yang sekarang sibuk dalam dunia materinya, sibuk dan sibuk. Semenjak Mamanya meninggal, Papanya menjadi gila kerja. Mungkin karena ia ingin melampiaskan rasa sakit dan kesedihannya pada pekerjaannya, sebagai dokter sekaligus pemilik dari Rumah Sakit yang sekarang tersebar luas dimana-mana.
Entah kenapa kian hari berlalu Leo merasa semakin benci pada Papanya karena telah membuat mamanya pergi untuk selamanya, namun disisi lain dia tetaplah seorang Papa bagi Leo. Papa yang anaknya ingin sekali mendapat perhatian setelah lama ditelantarkan, Papa yang anaknya ingin sekali mendapatkan kehangatan keluarga setelah lama sekali tidak mendapatkannya.
Namun Leo sadar, semua telah hancur. Keluarga, dunianya, bahkan dirinya. Kalau bukan karena gadis itu, mungkin Leo tidak akan punya alasan mengapa ia bisa bangkit dari keterpurukkan.
Mungkin karena ia sadar bahwa, ia dan Revelyn tidak jauh berbeda.
Sama-sama kehilangan, dan berharap seolah harapan itu akan nyata adanya.
"KALIAN BERTIGA!!! BUKANNYA TADI DISURUH LARI KELILING LAPANGAN MALAH BENGONG-BENGONG DI SANA. NGAPAIN? MIKIRIN UTANG HAH?" teriakan Pak Dayat memecahkan lamunan Leo, ketiga orang itu sontak membalikkan badan dan menatap Pak Dayat yang sedari tadi berjalan ke arah mereka dengan cerocosan hingga air liurnya muncrat kemana-mana.
"Saya nggak punya utang kali pak, Bapak kali." Axele menjawab, membuat Pak Dayat semakin marah.
"KAMU YAK SUKANYA NGEJAWAB AJA! BANYAK OMONG KAMU!"
"Lo njir bikin Pak Dayat tambah marah aja, entar hukuman kita di tambah!" Geral menyikut perut Axele, membuat cowok itu mendelik kesal.
"Memang mau bapak tambah! kalian bertiga jongkok sambil jalan keliling lapangan sebanyak dua puluh kali!"
"Sekarang pak?" tanya Leo dengan ekspresi linglungnya.
"Masa nunggu lebaran?!"
"Selow Pak, ngegas aja." Leo menyindir sambil berlari menuju arah lapangan.
Hal yang di katakan Leo sontak membuat Pak Dayat mengusap wajahnya, lalu memijit kumisnya yang lebat.
"Ya ampun pak, kumisnya itu lho, bikin saya geli." ucap Axele, ia bahkan sudah berlari pergi meninggalkan Pak Dayat yang belum sempat membalas perkataannya.
"Dasar bocah, awas kamu!" teriak Pak Dayat pada Axele, cowok yang berlari itu kemudian menoleh sambil memeletkan lidahnya ke arah Pak Dayat.
Astaghfirullah, punya anak murid kok gini amat ....
Pak Dayat mencoba sabar, ia lantas menoleh dan masih melihat Geral yang berdiri di hadapannya.
"Kamu lagi?! ngapain masih disini? cepetan sana laksanakan hukuman kamu!"
"Iya iya Pak, galak amat sih. Entar darah tinggi tau rasa!"
"KAMU NGE-DOA'IN SAYA DARAH TINGGI HAH?"
Geral berekspresi malas, ia bahkan mengorek telinga kanannya dengan jari kelingking sambil berjalan melewati Pak Dayat yang masih cerocos memarahinya.
"Dasar anak-anak bandel!"
Ya ampun, kenapa juga saya harus ngurus anak murid kayak mereka.
...🍕🍕🍕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
miyura
mampir othor ke karya baru nya.
2023-09-14
0