NovelToon NovelToon

HEARTBEAT

00. PROLOG

Aku ingin mengatakan sesuatu pada semesta, bahwa aku punya dia....

Dia yang selalu hadir membagi suka maupun duka, dia yang selalu mau membagi canda maupun tawa.

Dan dia yang selalu ada disaat aku terluka....

Dia bahkan tidak segan untuk meminjamkan pundaknya ketika aku membutuhkan sandaran, dan dia bahkan tidak segan untuk memberikanku pelukan saat aku merasa dunia mulai jahat padaku.

Dia sahabatku..., dia....

Segalanya....

"Velyn."

Eh?

Revelyn, anak berumur lima tahun itu tersadarkan dari lamunannya. Ia lantas membalikkan badannya dan menatap sang kakak, dengan syall yang melilit lehernya serta mantel tebal yang menghangatkan tubuhnya, anak lelaki berumur delapan tahun itu memberikan senyum paling hangatnya untuk adiknya.

"Kak Regan mau kemana?" anak perempuan itu bertanya lirih, seolah ia tahu bahwa sang kakak akan pergi.

"Velyn, kak Regan mau minta ijin pergi sebentar." ucap sang pengasuh Revelyn, anak perempuan itu menoleh ke samping saat sang pengasuh merangkul pundaknya.

Kemudian anak perempuan itu kembali menatap kakaknya dengan tatapan sendu, ia merasa sedih melihat kondisi sang kakak yang mulai memburuk karena suatu penyakit yang di deritanya.

"Regan, ayo kita pergi sayang."

Suara wanita paruh baya itu memecahkan lamunan Regan, tangan anak lelaki itu di raih sang wanita paruh baya tersebut untuk mengajaknya masuk ke dalam mobil.

Seperti tidak di anggap, Revelyn memanggil lirih sang mama yang bahkan seperti tidak menyadari kehadiran dirinya. Karena yang paling penting bagi sang mamanya sekarang adalah, kesehatan putra sulungnya.

"Mama...."

Wanita itu, menoleh dan menatap nanar Revelyn.

"Apa?"

"Velyn ... ikut yak?"

"Nggak bisa! kamu tinggal saja disini dengan Agitha, Papa dan Mama harus membawa kakak kamu berobat karena yang paling penting sekarang adalah kesehatannya!"

Regan, kakaknya, memang memiliki suatu penyakit kronis yang mengharuskannya untuk mendapat perhatian extra. Karena itu kedua orang tuanya hari ini akan membawanya berobat keluar negri, dan Revelyn kira dirinya akan di ajak namun nyatanya tidak.

"Ayo kita pergi."

"Tunggu." Regan mencegat, ia melepaskan tangan sang mama dan berjalan menghampiri adik bungsunya.

"Kak?"

"Kakak pergi sebentar, kakak pasti bakal kembali." suara Regan melembut, ia sangat menyayangi sang adik melebihi apapun di dunia ini. Dan soal penyakitnya, Regan hanya tidak ingin terlihat lemah di depan sang adik karena ia ingin menjadi kakak yang kuat untuk selalu melindungi sang adik.

"Janji?" tanya Revelyn, ia mulai mengarahkan jari kelingkingnya ke arah Regan.

Namun saat Regan ingin menautkan jari kelingking mereka, sang mama malah menarik tubuhnya hingga mereka tak sempat menautkan jari kelingking untuk berjanji bahwa ia akan kembali.

"Selamat tinggal ...." Regan melambaikan tangannya dengan perasaan yang berat untuk meninggalkan adiknya, begitupula dengan Revelyn, ia merasa sedih apalagi saat sang mama memberikan sorot mata tajam kepada dirinya.

"Velyn nunggu kalian kembali!!! cepat kembali, Velyn pasti rindu kalian!!!!"

"Mama, Papa, Kak Regan!!!!"

Tidak ada sahutan lagi, yang terdengar hanyalah suara mesin mobil yang menyala lalu pergi begitu saja. Tanpa adanya pelukan hangat sebelum perpisahan, serta lambaian tangan sebelum kepergiaan.

Anak perempuan itu menangis, ia merasa sakit ketika sang Mama dan Papa tak terlalu memperdulikan dirinya.

"Jangan nangis yak ...." yang Revelyn punya sekarang hanya seorang pengasuhnya, Agitha, pengasuh yang mulai sekarang akan menjaganya.

"Mereka akan kembali, kan?" lirihnya disela isakan tangisnya.

Agitha mengangguk ragu, ia langsung memeluk tubuh mungil anak itu untuk menenangkannya.

"Pasti, pasti kembali ...."

.

.

.

Setiap hari, waktu seakan berlalu begitu saja. Dan setiap hari itu juga, Revelyn, anak itu selalu menunggu kedatangan orang yang di sayangnya.

Setiap waktu Revelyn selalu berdiri di depan pagar rumahnya, sambil memeluk bonekanya ia terus berharap agar kedua orang tuanya serta kakaknya cepat kembali.

Namun kali ini berbeda, yang datang bukanlah yang Revelyn tunggu. Namun seorang anak lelaki dengan mata sembabnya turun dari mobil mewah berwarna hitam, anak lelaki itu menatap Revelyn sebentar kemudian kembali menunduk.

Anak lelaki itu berdiri tak jauh dari Revelyn berada, sedangkan papa anak itu seperti sedang berbincang dengan seorang wanita tua yang rumahnya kebetulan bersebelahan dengan rumah Revelyn.

"Apa kamu yakin?" tanya wanita tua itu, sedangkan sang pria paruh baya yang bersama anak lelaki itu mengangguk mantap.

"Mama turut berduka cita, tapi tidak bisakah dia bersamamu saja?"

"Maaf Ma, aku sudah berulang kali menyuruhnya untuk ikut denganku. Namun dia selalu berteriak seakan dia membenciku, tapi memang benar bahwa---dia membenciku."

Pria paruh baya dengan pakaian jas itu menunduk murung, ia sangat terluka apalagi ketika suatu musibah menimpa rumah tangganya. Dan yang tersisa hanya ia, dan juga anak semata wayangnya.

"Nak."

Anak lelaki itu menoleh, meski tatapannya menajam serta kepalan tangannya mengeras.

"Kamu tinggal sama nenek yak? Papa janji, Papa bakal kirim uang saku kamu setiap bulannya. Papa bukannya membuang kamu karena benci, papa hanya tidak mau kamu semakin tersakiti."

"Pap-"

Belum sempat pria paruh baya itu menyelesaikan kalimatnya, anak lelaki itu malah berlari pergi. Meninggalkan Nenek dan sang Papa yang hanya bisa tertunduk, seakan mengerti bahwa anak itu memerlukan waktu untuk sendiri.

Saat anak lelaki itu berlari pergi melewati Revelyn, lantas ia memandang kedua orang itu sebentar  kemudian memilih menyusul anak lelaki yang berlari tak tentu arah itu.

Anak lelaki itu bernama Leo Andhara, ia masih berlari tak tentu arah hingga langkah kakinya berhenti di sebuah taman yang ada di perumahan tersebut.

Taman komplek yang tak begitu banyak orang, membuatnya lebih tenang untuk meluapkan segala kekesalannya.

Anak lelaki itu mulai duduk di bangku taman, ia mulai menangis sekencang-kencangnya sambil meneriaki orang yang amat ia cintai.

"Mama ...."

"Mama ...."

"Jangan tinggalin Leo ...."

"Leo janji, Leo bakal jadi anak baik ...."

"Gara-gara Papa! Mama ...."

"Mama kamu kenapa?"

Tiba-tiba suara lembut bertanya kepadanya, meski tersentak Leo berusaha mendongakkan kepalanya. Ia sesenggukkan sambil menatap anak perempuan di hadapannya.

"Mama pergi ...." jawabnya lirih, anak lelaki itu mengusap sisa air matanya dengan baju.

"Kemana?" tanya Revelyn heran, ia lalu mengambil duduk di sebelah anak lelaki itu.

"Tempat yang jauh ...."

Revelyn, anak perempuan itu mengangguk paham. Ia semakin memeluk boneka beruangnya sambil menatap anak di sampingnya yang masih terisak.

"Mama, papa, dan kakakku juga pergi."

Merasa bahwa anak itu senasib dengan dirinya, lantas membuat tangis Leo berhenti. Ia menoleh dan menatap Revelyn lekat.

"Kemana mereka pergi?"

"Mereka membawa kakakku pergi, mereka bilang kakakku perlu waktu untuk sehat. Maka dari itu papa dan mama memutuskan untuk pergi tanpa ngajak aku. Awalnya aku juga nangis kayak yang kamu lakukan sekarang, tapi saat aku teringat bahwa kakakku bilang dia akan kembali. Karena itu aku tidak akan cengeng dan menangis begitu saja." cerocos anak perempuan itu, ia sesekali melempar senyum kearah Leo seakan menunjukkan bahwa ia baik-baik saja ketika di tinggal pergi.

"Kamu tidak sedih?"

"Untuk apa? kalau kakakku bilang dia akan kembali, maka yang perlu kulakukan hanya menunggu. Dan kamu, jangan bersedih, mamamu pasti juga akan kembali."

Anak lelaki itu menggeleng lemah, ia lalu menunduk karena sedih. "Mama nggak akan kembali ...."

"Lho, kenapa?"

"Udah pergi jauh! nggak akan kembali ...."

Revelyn mulai mengerti perasaan anak lelaki di sampingnya, ia pun bangkit dari duduknya lalu berdiri di hadapan anak lelaki itu.

"Tapi kamu masih punya papa, kan?"

Leo, anak itu kembali menggeleng. "dia bukan papaku lagi, semenjak dia membuat mamaku pergi. Aku sudah tidak punya siapa-siapa, mungkin punya, dan itu hanya nenek saja."

"Tidak papa, kamu masih punya aku. Kita akan jadi teman, dan aku akan membuatmu lupa dengan yang namanya kesedihan. Jadi, jangan nangis lagi karena cowok itu nggak boleh cengeng!" Revelyn tertawa, ia mengacungkan jari kelingkingnya kearah Leo.

"Mau tidak jadi temanku?" tanya Revelyn heran, pasalnya Leo hanya memandangnya saja tanpa berkata apa-apa.

"Kamu jadi temanku? memangnya kamu bisa membuatku lupa semua masalahku?"

"Bisa kalau kamu selalu ada di sampingku."

Ucapan anak perempuan itu seakan membuat Leo tenang, anak lelaki itu mulai mengukir senyum sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Revelyn.

"Baiklah, aku janji akan selalu ada di sampingmu. Aku akan membuatmu bahagia, dan kamu juga harus membuatku bahagia."

"Baiklah, janji."

Mereka berdua lalu saling tersenyum, padahal mereka baru kenal namun sudah membuat janji. Mungkin karena keduanya saling berpikir bahwa nasib mereka hampir sama.

Yaitu sama-sama di tinggal oleh orang yang di sayang, dan berharap mereka akan kembali pulang.

"Omong-omong namamu siapa?" tanya Leo heran.

"Revelyn Paulin, kamu?"

"Leo Andhara."

"Nama yang bagus, Leo."

"Nama kamu juga."

Untuk memulai persahabatan denganmu sangat mudah, kita berdua sama-sama berjanji untuk saling membahagiakan. Hingga kita lupa bahwa kita pernah memiliki rasa sakit yang menyedihkan....

...****...

01. Pangeran atau Preman?

...Terlalu banyak yang menyukaimu, hingga aku tersingkirkan untuk mencoba mendapatkanmu....

...•...

...•...

...•...

Cowok itu, Leo Andhara, mendengus kesal sambil mendongakkan kepala. Ia menyesal karena tidak berangkat bersama sang sahabat saja, hingga menyebabkan ia sampai terlambat datang ke sekolah.

Leo masih memandangi tembok belakang sekolah yang lumayan tinggi, tempat yang akan ia panjat agar bisa masuk ke dalam sekolah secara sembunyi-sembunyi.

"Lah pangeran sekolah, telat nih?"

Suara menyebalkan itu, Leo lantas menoleh. Ia mendapati sohibnya, Axele Adinata, cowok bermulut cewek yang hobinya nge-bacot.

"Lo juga telat bego!" gas Leo kesal, ia memutar malas bola matanya saat Axele hanya cekikikkan.

"Wah kalian berdua telat yak? gw bilangin Pak Dayat nih."

Sontak kedua orang itu langsung menoleh dan ...,"LO JUGA TELAT BEGO!" teriak Leo dan Axele kompak.

"Nggak ngaca yak lo?" sindir Axele sinis.

"Duh, nggak bawa kaca nih gue." ucap Geraldio Erlangga penuh drama, ia bahkan bersikap seolah-olah sedang merogoh saku celananya untuk mencari kaca yang dimaksud.

Lantas Axele langsung mengeluarkan handphone dari sakunya, ia mendekatkan layar hitam itu kearah Geral.

"Ngaca nih, lo juga telat dudul!"

Geral lantas mengernyit heran pada Axele, ia lalu menatap layar handphone Axele yang ada di depan wajahnya.

"Ganteng banget gw astaga...."

Astaga ..., mereka semua gila termasuk dirinya. Sudah tidak asing lagi, mereka bertiga memang satu geng yang kalau gilanya, bodohnya, dan brutalnya selalu sama-sama. Meski begitu, solidaritas mereka tetap nomor satu.

"Udah dulu ngacanya, banci. Ayo manjat, bel udah bunyi 20 menit yang lalu." tegur Leo, ia sudah mengambil ancang-ancang untuk bersiap memanjat.

"Hati-hati bos, entar ****** lo kelihatan sama kita." teriak Axele, memang benar cowok ini sukanya ngebacot.

"Gw pakai celana, bukan rok woi!" teriak Leo dari atas, ingin rasanya meludahi Axele karena cowok itu selalu berhasil membuatnya emosi.

Untung temen, kalau nggak udah gw timpuk pakai bata.

...🍕...

"Astaga, Axele kenapa tuh?"

Lagi-lagi suara cempreng yang sudah tahu sedang mengintip, malah berteriak seenak jidat, menyebabkan mereka berdua hampir ketahuan kalau saja teman di sampingnya tidak membekap mulutnya.

"Jangan keras-keras kampret!" Tegur Miselia Agatha, pada sahabatnya yang bernama Una Ananda.

Mereka sekarang tengah mengintip dari balik pohon yang berada di tepi lapangan, yang mereka intip siapa lagi jika bukan tiga orang yang dijuluki Pangeran Sekolah.

Leo, Geral, dan Axele. Mereka akhirnya ketahuan juga oleh Pak Dayat karena terlambat, apalagi Pak Dayat yang selaku guru pengawas itu tak sengaja memergoki mereka bertiga sedang memanjat tembok belakang sekolah.

"Kasihan banget Axele!!! dia di suruh lari keliling lapangan tuh!" lagi-lagi Una memekik, membuat Miselia hanya menggeleng malas.

Kalau bukan karena Una ingin melihat Axele di hukum, Miselia juga tidak akan ikut mengintip dari balik pohon. Gadis itu menyukai Axele dari kelas sepuluh dan bertekad untuk memilikinya, maka dari itu setiap harinya Una selalu memperhatikan kemana saja dan apa saja yang Axele lakukan di sekolah.

"Woi kalian ngapain?"

Suara itu hampir saja membuat jantung keduanya ingin loncat dari tempatnya, keduanya langsung membalikkan badan dan menatap sang pelaku sambil bernapas lega.

"Ya ampun Velyn, gw kirain guru tadi." Miselia bernapas lega, kakinya hampir saja melemas karena takut ketahuan.

"Katanya mau ke toilet? kok malah ...," Revelyn menjeda kalimatnya, ia mengernyit saat mendapati pemandangan yang sudah biasa terjadi di lapangan. "kalian ngintip mereka yang kena hukuman?" tatapan Revelyn mengintimidasi mereka, Una yang gugup hanya bisa cengengesan.

"Tadi udah dari toilet, tapi karena ada Axele jadinya mau lihat bentar. Lumayan Vel, buat vitamin penyemangat sebelum memulai pelajaran." Una tersenyum lebar, berbalik badan untuk kembali memperhatikan Axele.

Revelyn Paulin, gadis itu hanya bisa geleng-geleng kepala dengan sikapnya Una yang terlalu melebih-lebihkan Axele.

"Axele mulu." cibir Revelyn.

Miselia tersenyum, ia lalu menaikkan bahunya saat Revelyn, sahabatnya itu menatap dirinya.

"Lo nggak mau ketemu Leo dulu sebelum masuk kelas?" tanya Miselia sambil menunjuk arah lapangan, cowok yang dimaksud itu tengah menerima hukuman dari Pak Dayat.

"Ngapain?"

"Lo kan sahabatnya." jawab Miselia.

"Nanti aja, dia lagi dihukum gitu masa gw samperin? Cari mati sama Pak Dayat, gw!" cerocos Revelyn, ia bahkan sambil melotot sebentar hingga membuat Miselia tertawa.

"Beruntung yak lo, Leo si pangeran sekolah itu ternyata sahabat lo. Semua orang di sekolah ini tau bahwa Leo, dia kayaknya sayang banget sama lo." jelas Miselia, membuat Revelyn menaikkan sebelah alisnya heran.

"Iya sayang, sebagai sahabat. Karena gw udah janji sama dia bahwa gw bakal buat dia bahagia, dan dia juga sebaliknya."

"Kalau sayang dia lebih dari sahabat, gimana?" Una membuka suara, ia sudah berhenti memperhatikan Axele dan memilih ikut pembicaraan kedua sahabatnya.

"Ah udahlah, ayok ke kelas. Nanti Bu Gita ngira kita bolos lagi." Revelyn membalikkan badannya, ia sudah bersiap melangkahkan kakinya untuk pergi.

Namun suara panggilan malah membuat dirinya terhenti....

"Oi Hitam!"

"Anjir! gw nggak hitam!" Revelyn mendelik kesal, ia menatap cowok yang baru saja diomongin, cowok itu berlari kecil menghampirinya.

"Hitam kok, tapi manis." goda Leo, ia menatap Revelyn yang sudah berekspresi kesal karena dipanggil dengan sebutan-Hitam oleh dirinya.

"Kampret!"

Leo selalu memanggilnya Hitam, mungkin karena kulit Revelyn yang sedikit gelap dari kulit Leo yang putih bersih.

Meski begitu, Leo selalu bilang bahwa Revelyn itu hitam manis. Memang benar-benar, kampret!

"Gw dihukum nih."

"Terus? gw harus salto gitu?" tanya Revelyn sinis.

"Jangan, cium gw aja."

"Najis!"

"Nggak mau yak?"

Revelyn memutar malas bola matanya, mungkin siswi lain akan berteriak histeris jika digoda seperti itu oleh Leo si Pangeran Sekolah. Namun Revelyn tidak, ia sudah mengenal Leo sejak berumur lima tahun. Dan Revelyn tahu, kebiasaan Leo adalah suka bercanda kepada dirinya ataupun menggoda dirinya bahkan menjahilinya.

Tiba-tiba Una merasa ingin berteriak histeris saat Axele dan Geral berjalan menghampiri mereka, membuat Miselia yang berada di samping Una memutar malas bola matanya.

"Pangeran Sekolah atau Preman Sekolah?"

"Hah?" Leo bergumam saat Revelyn bertanya hal itu sambil bertolak sebelah pinggang di hadapannya.

"Di juluki Pangeran Sekolah tapi penampilan udah kayak preman aja."

Revelyn mencibir, ia berkomentar tentang penampilan Leo yang terlihat acak-acakkan. Seragam cowok itu tidak dimasukkan ke dalam celana, bahkan memakai dasi saja tidak. Begitupula dengan kedua temannya yang lain, mereka tidak kalah berantakkan dari Leo.

"Nggak papa, yang penting keren." Leo tersenyum miring sambil menaik turunkan sebelah alisnya.

"Palalu keren, gembel malahan!"

"Galak amat sih."

"Udah deh, gw mau ke kelas." pamit Revelyn, ia sudah memberi isyarat pada kedua temannya untuk ikut pergi.

Namun Una yang masih ingin melihat Axele malah membrontak saat Miselia menarik tangannya.

"Tunggu bentar lah, gw masih mau liat vitamin gw nih!"

"Udahlah Na, kan bisa beli vitamin di warung nanti."

"Tapi kan gw mau vitamin gw itu, Axele!"

"Una ih, bucin banget!"

Axele dan Geral saling berpandangan, mereka ternganga kemudian geleng-geleng kepala.

Sedangkan Leo hanya diam sambil memandangi Revelyn yang sedari tadi kewalahan oleh sikap temannya, Una.

"Velyn."

Revelyn menoleh, ia menatap Leo heran. Mulutnya seolah bergerak menjawab panggilan Leo, meski tidak bersuara.

"Istirahat gw jemput."

"Oke." jawab Revelyn sambil mengangguk, mengiyakan apa yang tiap hari sahabatnya itu lakukan padanya yaitu selalu menjemputnya untuk makan bersama di kantin.

Akhirnya ketiga gadis itu pergi, meskipun tadi salah seorang di antara mereka membuat Axele dan Geral tercengang.

Sepeninggal mereka, Leo masih diam tidak berkutik. Ia kembali teringat pada memori masa lalu, tentang ia dan Revelyn yang berjanji akan saling membahagiakan dan berjanji akan saling ada untuk satu sama lain.

Mungkin sekarang Leo tumbuh menjadi anak yang membrontak, ia suka membolos, membuat keributan bahkan selalu berkelahi hingga keluar masuk ruang BK. Semua itu ia lakukan hanya agar bisa mendapat perhatian dari sang Papa yang sekarang sibuk dalam dunia materinya, sibuk dan sibuk. Semenjak Mamanya meninggal, Papanya menjadi gila kerja. Mungkin karena ia ingin melampiaskan rasa sakit dan kesedihannya pada pekerjaannya, sebagai dokter sekaligus pemilik dari Rumah Sakit yang sekarang tersebar luas dimana-mana.

Entah kenapa kian hari berlalu Leo merasa semakin benci pada Papanya karena telah membuat mamanya pergi untuk selamanya, namun disisi lain dia tetaplah seorang Papa bagi Leo. Papa yang anaknya ingin sekali mendapat perhatian setelah lama ditelantarkan, Papa yang anaknya ingin sekali mendapatkan kehangatan keluarga setelah lama sekali tidak mendapatkannya.

Namun Leo sadar, semua telah hancur. Keluarga, dunianya, bahkan dirinya. Kalau bukan karena gadis itu, mungkin Leo tidak akan punya alasan mengapa ia bisa bangkit dari keterpurukkan.

Mungkin karena ia sadar bahwa, ia dan Revelyn tidak jauh berbeda.

Sama-sama kehilangan, dan berharap seolah harapan itu akan nyata adanya.

"KALIAN BERTIGA!!! BUKANNYA TADI DISURUH LARI KELILING LAPANGAN MALAH BENGONG-BENGONG DI SANA. NGAPAIN? MIKIRIN UTANG HAH?" teriakan Pak Dayat memecahkan lamunan Leo, ketiga orang itu sontak membalikkan badan dan menatap Pak Dayat yang sedari tadi berjalan ke arah mereka dengan cerocosan hingga air liurnya muncrat kemana-mana.

"Saya nggak punya utang kali pak, Bapak kali." Axele menjawab, membuat Pak Dayat semakin marah.

"KAMU YAK SUKANYA NGEJAWAB AJA! BANYAK OMONG KAMU!"

"Lo njir bikin Pak Dayat tambah marah aja, entar hukuman kita di tambah!" Geral menyikut perut Axele, membuat cowok itu mendelik kesal.

"Memang mau bapak tambah! kalian bertiga jongkok sambil jalan keliling lapangan sebanyak dua puluh kali!"

"Sekarang pak?" tanya Leo dengan ekspresi linglungnya.

"Masa nunggu lebaran?!"

"Selow Pak, ngegas aja." Leo menyindir sambil berlari menuju arah lapangan.

Hal yang di katakan Leo sontak membuat Pak Dayat mengusap wajahnya, lalu memijit kumisnya yang lebat.

"Ya ampun pak, kumisnya itu lho, bikin saya geli." ucap Axele, ia bahkan sudah berlari pergi meninggalkan Pak Dayat yang belum sempat membalas perkataannya.

"Dasar bocah, awas kamu!" teriak Pak Dayat pada Axele, cowok yang berlari itu kemudian menoleh sambil memeletkan lidahnya ke arah Pak Dayat.

Astaghfirullah, punya anak murid kok gini amat ....

Pak Dayat mencoba sabar, ia lantas menoleh dan masih melihat Geral yang berdiri di hadapannya.

"Kamu lagi?! ngapain masih disini? cepetan sana laksanakan hukuman kamu!"

"Iya iya Pak, galak amat sih. Entar darah tinggi tau rasa!"

"KAMU NGE-DOA'IN SAYA DARAH TINGGI HAH?"

Geral berekspresi malas, ia bahkan mengorek telinga kanannya dengan jari kelingking sambil berjalan melewati Pak Dayat yang masih cerocos memarahinya.

"Dasar anak-anak bandel!"

Ya ampun, kenapa juga saya harus ngurus anak murid kayak mereka.

...🍕🍕🍕...

02. SENASIB

Leo baru saja keluar dari kamar mandi, ia sudah selesai mandi lalu berjalan untuk mengambil seragam sekolahnya yang sudah siap di atas kasur.

Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, matanya melirik amplop tebal yang diletakkan pada nakas samping ranjangnya.

Leo menghembuskan napasnya kasar....

Lagi dan lagi ....

Cowok itu mengambil amplop itu, namun dia tidak membuka isi amplopnya seakan sudah tahu apa isi amplop tersebut.

Namun sedetik kemudian pikirannya berubah, dia lantas membuka amplop itu dan mendapati banyaknya nominal uang yang ada di dalamnya

Ekspresi Leo semakin datar, apalagi saat di dalam amplop tersebut terselip sepucuk surat untuknya.

Leo membuka suratnya lalu membaca isinya.

Setiap bulan, ini uang saku seratus juta untuk kamu. Papa harap kamu menggunakannya dengan baik, dan maaf.... hanya ini yang bisa Papa lakukan untuk menebus kesalahan Papa.

Papa sayang kamu, Leo.

Tanpa sadar tangan Leo sudah meremas surat itu, dan tanpa sadar pula matanya mulai berwarna kemerahan.

"Menebus kesalahan, hah? memangnya dia kira mengirim uang sebanyak ini setiap bulannya, akan mengembalikkan Mama?"

Leo terkekeh, merasa malu dengan apa yang Papa-nya lakukan selama ini.

Bagi Leo, uang sebanyak itu tidak akan bisa membuat Mamanya hidup kembali. Uang sebanyak itu tidak akan bisa membuat kebahagiaannya kembali lagi, karena semua itu percuma!

...🍕...

Kelas XII IPA 1 sudah mulai ribut dengan murid-muridnya yang sedari tadi terus mengobrol tanpa henti. Dan untungnya mereka semua sedang free class, menjadi kesempatan untuk sebagian dari mereka bersantai ataupun membolos.

"Gils!!! gw tadi bareng Axele di koridor."

Una memekik kesenangan, namun Miselia yang duduk di sampingnya hanya mengangguk malas.

"Beneran bareng atau lo-nya aja yang ngekorin dia secara diam-diam?" tanya Miselia, ia menatap Una dengan sorot mata malasnya.

Merasa tertohok dengan perkataan Miselia, Una pun memasang ekspresi cemberut.

"Misel ih, tau aja."

"Jelaslah tau, secara kan kerjaan lo nguntit Axele kemana-mana. Udah kayak stalker aja, untung si Axele nggak sadar lo bututin terus kemana-mana."

"Gw bukan stalker! gw kan cuma mau tau apa aja yang dilakuin Axele di sekolah, salah emangnya?"

"Iya, dari sekian banyaknya manusia di bumi. Kenapa lo suka Axele yang kerjaannya aja nge-bacot, suka bolos dan-"

"Miselia anjir! mulut lo jangan cerocos mulu! lo nggak lihat, ada Leo tuh di depan pintu. Entar kalau dia ember, terus dia kasih tau sama Axele gimana? bisa-bisa Axele bakal ilfeel sama gw!" Una langsung membekap mulut Miselia, mengapit leher sahabatnya itu di bawah ketiaknya. Una mengomeli meski terkesan berbisik pada Miselia.

"Lehasin oi!" Miselia menepis tangan Una dari mulutnya, "ketek lo bau!" ejek Miselia kesal, ia bahkan menatap Una tajam.

Una yang tipikal gadis cerewet dan lugu itu mulai kembali memasang ekspresi cemberut.

"Una nggak bau ketek! Una ini wangi tau, jangankan badannya, keteknya juga!"

"Najis Una!"

Suara ribut di kelas makin menjadi-jadi, namun anehnya suara bising itu tidak menganggu Revelyn yang sedari tadi masih tertidur lelap.

Gadis itu meletakkan kepalanya pada kedua tangannya yang bertumpu di atas meja. Begitulah Revelyn, selalu tertidur di kelas. Mungkin karena gadis itu selalu belajar hingga larut malam.

Leo mengukir senyum, ia memandangi Revelyn yang tengah tertidur pulas. Cowok itu sengaja membalikkan kursi yang ada di depan Revelyn, agar ia bisa mengamati gadis itu ketika tertidur.

"Kak Regan ... cepat ... kembali ...."

"Mama ... Papa ... jangan tinggalin ... Velyn."

Gadis itu mengigau, membuat Leo terdiam sesaat sebelum akhirnya menyentuh punggung tangan Revelyn.

"Masih jadi mimpi buruk, ya?"

Leo tersenyum tipis, tangannya beralih mengusap rambut gadis itu.

Meski semua teman sekelas Revelyn kini diam-diam memperhatikannya, Leo tidak peduli. Karena yang dia khawatirkan sekarang adalah sahabatnya, Revelyn, gadis itu masih belum bisa keluar dari mimpi buruknya.

Sejak berumur tujuh tahun, Revelyn mulai sering mengalami mimpi buruk setiap tidurnya. Gadis itu selalu bermimpi bahwa kakaknya tidak akan pernah kembali padanya. Bahkan Mama dan Papanya selalu mengabaikannya dan tidak memberikan perhatian sedikitpun untuknya. Prioritas utama mereka adalah kesehatan sang kakak, Regan, cowok itu berharga karena yang akan menjadi penerus perusahaan sang papa.

Dulu setiap Revelyn mengalami mimpi buruk, gadis itu selalu terbangun setiap tengah malam lalu menangis.

Tangisan itu dapat terdengar oleh Leo dari kamarnya, dan saat itu dengan sigap Leo langsung menuju rumah Revelyn. Memeluk gadis itu dalam tangisnya untuk menenangkannya, terkadang Revelyn bilang bahwa keberadaan Leo sungguh berarti baginya.

"Eugh ...."

Revelyn bergumam, ia mulai mengerjapkan matanya sembari mengubah posisinya menjadi duduk tegak.

Namun saat ia mendongak, Revelyn malah menemukan sahabatnya yang tengah melamun sambil memegangi tangan kirinya.

"Leo!" Revelyn memanggil sambil meremas tangan Leo, hal itu sontak membuat Leo berteriak.

"Aduduh, sakit oi sakit!"

"Lo ngapain anjir? ngelamun segala lagi, entar kesambet gw nggak mau tanggung jawab." omel Revelyn, ia memutar malas bola matanya.

"Jangan gitu dong, sayang."

"Najis sayang!"

"Iya sayang."

"Lo yak?! mau gw tonjok hah?" tangan kanan Revelyn sudah terkepal di depan wajah Leo, bukannya takut cowok itu malah tersenyum manis.

Senyuman Leo, membuat lesung pipi cowok itu terlihat. Dan senyuman itu selalu berhasil membuat siswi-siswi berteriak histeris.

Revelyn memutar malas bola matanya, ia menghembuskan napasnya kasar. Kembali menatap Leo, namun ekspresi cowok itu kembali berubah datar.

Dari mimik wajahnya Revelyn tahu, cowok itu memikirkan sesuatu.

"Lo kenapa?"

Mata Leo menatap mata Revelyn, kedua manik itu saling memandang lekat seolah di masing-masing manik hanya ada mereka berdua.

"Gw, Papa ...."

"Papa lo ngirim uang lagi?" potong Revelyn, ia seolah tau bahwa hal itu selalu menjadi masalah terbesar sahabatnya.

"Gw bingung aja, dengan mengirim uang sebanyak itu keadaan nggak akan berubah. Dia bilang dia melakukan itu untuk menebus kesalahannya, memangnya Mama akan kembali jika dia mengirim uang sebanyak itu setiap bulannya?"

Revelyn mulai merasa atmosfer di kelasnya berubah, mungkin karena cowok di hadapannya yang menciptkan suasana tidak nyaman ini di antara mereka.

"Gw nggak tau bagaimana bilangnya tapi, uang itu mungkin bisa beli apa saja yang lo butuhkan kecuali untuk mengembalikan yang sudah tiada."

"Gw tau lo masih benci sama Papa lo, karena lo sendiri yang bilang bahwa beliau yang sudah membuat Mama lo pergi. Tapi pernah nggak lo tanya sama Papa lo sendiri, kenapa Mama lo bisa pergi secepat itu?" jelas Revelyn, gadis itu mencoba berhati-hati dalam bicara. Ia takut kalau-kalau dalam salah kata maka cowok itu bisa marah.

"Vel, lo kan tau sendiri. Papa itu Dokter di Rumah sakit miliknya sendiri, dan-"

"Udah Leo, udah nggak usah cerita. Gw nggak mau lo semakin tersakiti, gw nggak mau lo semakin kepikiran masa lalu yang mungkin bisa aja membuat lo semakin terpuruk."

Revelyn meraih kedua tangan cowok itu, menggenggamnya erat seolah ingin menyalurkan kehangatan padanya.

Leo sedikit tersentak, ia lalu mendongak dan menatap Revelyn lekat.

"Gw nggak bakal terpuruk, selama lo tetap disamping gw."

...🍕...

Kantin sekolah lumayan ramai akan siswa dan siswi yang ingin makan, bahkan hampir semua meja-meja tidak ada yang kosong. Semua meja penuh kecuali satu meja, di meja itu dengan beraninya Leo mengklaim bahwa meja itu hanya boleh ditempati oleh dirinya dan juga Revelyn.

Namun meja yang selalu ia tempati kali ini ada yang berani mengisi, membuat Leo mengerutkan keningnya sambil berjalan menghampiri.

BRAKKK

Gebrakkan Leo pada meja tersebut berhasil membuat dua orang siswi yang menempati meja tersebut terlonjak kaget, begitupula dengan siswa siswi lainnya yang ada di kantin.

Mereka semua langsung menatap Leo, berbisik-bisik karena dua orang siswi kelas sepuluh itu berani menempati meja yang seharusnya sekarang sudah di isi oleh Revelyn dan juga Leo.

"Oi lo nggak lihat tulisannya?" Leo bertanya dengan nada tinggi, ia bahkan menaikkan satu kakinya pada kursi sambil menatap dua siswi itu sengit.

Dua siswi itu gelagapan, mereka dengan takutnya mencoba menatap Leo.

"Tu-tulisan apa Kak?" tanya salah seorang di antara mereka.

"Ini anjir! cuma Revelyn dan gw yang boleh duduk di sini, kalaupun dari semua orang-orang di sini ada yang berani menempati meja ini. Maka siap-siap aja kena imbasnya!"

Cowok di hadapan mereka sungguh galak, semakin membuat nyali mereka menciut.

"Ka-kami nggak tau."

"Hah apa kalian bilang? semua orang juga tahu bahwa meja ini puny-"

Plakk

"Aduh anj- eh Velyn, dari mana aja?"

Revelyn mendengus kesal saat cowok itu malah marah-marah pada adik kelas, karena tidak tahan spontan Revelyn langsung menabok punggung cowok itu. Hingga beberapa siswa maupun siswi yang menonton berusaha menahan tawa mereka, Leo selalu kicep jika sudah di marahi oleh Revelyn.

"Sehari aja nggak usah buat masalah, bisa nggak?" tanya Revelyn tak kalah galak, ia bahkan sudah berkecak pinggang.

Leo hanya bisa menggaruk-garuk tengkuk lehernya, lalu menoleh ke arah dua siswi itu.

Merasa di tatap Leo, sontak kedua siswi itu langsung bergegas pergi.

"Pergi sana kalian! meja ini yang boleh isi cuma gw sama Velyn, paham?" tanya Leo galak, kedua siswi itu mengangguk lalu segera pergi meninggalkan kantin karena merasa malu.

Revelyn memijit pelipisnya, tidak tahan dengan sikap Leo yang kadang-kadang seperti kucing dan kadang-kadang seperti anjing galak, pikir Revelyn.

"Lama banget datangnya, jadi di isi sama mereka kan tadi." cibir Leo, ia sudah mengambil duduk sambil memberi kode agar gadis itu duduk di hadapannya.

"Ya maaf, habis dari toilet tadi." jawab Revelyn sambil mengambil duduk di hadapan Leo.

"Lo mau makan apa?"

"Apa aja yang penting gw kenyang."

Leo mengangguk, ia lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari salah satu kenalannya yang biasa ia suruh-suruh.

"Oi bambang, sini!" Leo berteriak, sang pemilik nama menoleh dan langsung berlari menghampiri Leo.

"Apa bos?"

Leo mengeluarkan dompetnya, memberikan selembar uang seratus ribuan pada Bambang.

"Beliin gw sama Velyn makanan, jangan lupa minumnya juga. Kembaliannya masih banyak, ambil aja."

"Serius bos?"

"Iya."

Bambang nampak senang, lumayan rejeki anak sholeh pikirnya.

Bambang-pun mulai pergi untuk membelikan pesanan Leo, sedangkan Revelyn masih fokus memainkan handphonenya.

"Fokus amat sih!"

Revelyn merengek saat Leo merebut handphonenya, cowok itu selalu seenak jidat padanya.

"Balikkin handphone gw!"

"Kalau gw balikkin, entar lo sibuk sama handphone lo aja."

"Suka suka gw lah, handphone gw itu jadi terserah gw lah."

Revelyn sudah memasang ekspresi cemberut, jika sudah begitu yang bisa Leo lakukan hanya mengalah.

"Oke nih gw kembaliin."

"Bos nih pesanannya."

Bersamaan dengan itu, Bambang datang sambil menyerahkan kantong keresek yang berisikan pesanan Leo.

Cowok itu menyambutnya, kemudian mengangguk. Bambang pergi setelah memberikan pesanan Leo, ia memilih kembali berkumpul di tempat teman-temannya.

"Makan, lo pasti belum sarapan tadi." titah Leo sambil menyerahkan sebungkus nasi dan air mineral pada Revelyn.

"Kok tau?"

"Palingan lo tadi cuma minum susu doang."

"Kok tau?"

"Gw kan cenayang lo."

"Kok kesel yak."

"Canda Vel, Mbak Agitha yang bilang sama gw."

"Oh oke."

Leo mengangguk, ia mulai memperhatikan Revelyn. Kalau di lihat-lihat Revelyn itu tipikal gadis yang kalau ada masalah, dia mampu menutupinya hanya dengan senyuman.

Sebuah sihir hebat ketika perempuan lebih memilih tersenyum untuk menyembunyikan semua masalahnya.

"Bukannya makan, malah liatin gw." gerutu Revelyn sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

Leo terkekeh sambil menopang dagunya, ia masih memperhatikan Revelyn lekat.

"Gw jadi kenyang, karena liatin lo."

Mendengar lagi-lagi Leo gombal pada dirinya, Revelyn hanya memutar malas bola matanya.

"Kebiasaan deh."

...🍕🍕🍕...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!