...Beberapa orang yang pernah singgah di hati bukan hanya menciptakan kenangan tersendiri, tapi juga sebuah pelajaran untuk diri sendiri bahwa yang datang pada akhirnya akan pergi lagi....
...•...
...•...
...•...
Hari senin adalah hari yang sakral, seperti biasa seluruh siswa maupun siswi akan mengikuti kegiatan rutin mereka, yaitu upacara bendera.
Kegiatan seperti ini juga bertujuan untuk mendisiplinkan murid-murid agar tidak melanggar peraturan seperti, terlambat datang, tidak memakai dasi, ikat pinggang, ataupun tidak membawa topi.
Jika ada salah satu murid yang melanggar, maka sudah dapat dipastikan bahwa murid itu akan berdiri di bawah teriknya matahari bersama barisan murid-murid lain yang melanggar aturan sekolah.
Kali ini nasib sial dialami Revelyn, ia sangat ceroboh karena meninggalkan dasinya yang masih berada di atas kasurnya.
Revelyn sudah mencari di setiap kelas dua belas, namun tidak ada dari mereka yang mempunyai dasi berlebih.
"Jadi gimana nih?" Miselia menatap Revelyn yang berjalan lesu disampingnya.
"Ya gimana lagi? terpaksa Velyn kena hukuman." Una menimpali, membuat Miselia mendengus.
"Kenapa nggak beli aja sih di koperasi?" tanya Miselia gemas.
Mereka bertiga berjalan lambat di sepanjang koridor yang ada di lantai tiga, padahal tinggal 10 menit lagi upacara bendera akan dimulai.
"Nggak ah, buang-buang duit aja buat beli yang baru. Lagian bentar lagi juga kita lulus." Revelyn akhirnya membuka suara, membuat kedua sahabatnya menatapnya bingung.
"Aelah medit amat lo, lagipula lo kaya." Miselia kesal, ia lantas menyikut lengan gadis itu.
"Bukannya medit, kalau dasi gw masih bagus dan masih ada ngapain gw beli yang baru?"
"Tapi untuk sekarang dasi lo nggak ada karena ketinggalan!"
Revelyn nyengir kuda melihat ekspresi kedua sahabatnya, detik selanjutnya ia mendengus pasrah sambil menghentikan langkah kakinya.
"Eh mending kalian duluan aja deh ke lapangan." usul Revelyn membuatnya mendapat tatapan heran.
"Lho, kenapa?" Una bertanya heran sambil bertolak sebelah pinggang.
"Udah duluan aja, gw mau nyari Leo di kelasnya."
"Yakin nih kami duluan?" Miselia menaikkan sebelah alisnya.
"Iya."
Una dan Miselia mengangguk, mereka mengambil ancang-ancang untuk pergi. Namun sebelum pergi ...
"Kami duluan yak, hati-hati lho." perkataan Una mendapat kernyitan heran dari Revelyn, gadis itu menatap dua sahabatnya.
"Buat apa?"
"Ya hati-hati aja, takutnya entar lo ketemu sama ketua osis yang disiplinnya tingkat dewi." timpal Miselia terkekeh, ia dan Una pun segera pergi menuju lapangan. Meninggalkan Revelyn yang masih terdiam ditempat sambil memandangi dua sahabatnya yang mulai menuruni anak tangga.
"Ketua osis itu? bodo amat."
...🍕...
XII IPS-5, kelas yang letaknya paling ujung. Kelas yang dihuni oleh Leo dan kedua temannya, dan untungnya kelas itu tidak terlalu terganggu dengan setiap keributan yang Leo dan kedua temannya perbuat saat jam pelajaran.
Namun kelas XII IPS-5 sudah sepi, tidak ada orang di dalamnya. Revelyn yang mengintip dari depan pintu berpikir, mungkin karena semua orang sudah turun menuju lapangan utama untuk mengikuti upacara.
"Ish, Leo nggak ada!"
Revelyn menggerutu, ia memasang ekspresi cemberut sambil berbalik badan.
Deg
Refleks tubuh Revelyn tersentak kaget saat mendapati sang ketua osis tiba-tiba sudah berada di hadapannya, ketua osis itu, Vito memperhatikan penampilan Revelyn dari atas sampai bahwa hingga matanya menangkap sosok di hadapannya yang tidak memakai dasi.
"Dasi lo mana?"
Suara tenang, namun terdengar menyeramkan. Berhasil membuat tubuh Revelyn bergidik ngeri, gadis itu menelan salivanya karena tertangkap basah oleh Vito, apalagi dirinya sedang tidak memakai dasi.
"Jadi gini, dasi gw ketinggalan." jawab Revelyn gugup dan diakhiri dengan kekehan kecilnya.
"Alasan."
"Serius kok!"
"Kalau iya, terus kenapa lo masih di depan kelas ini? kenapa nggak langsung turun ke lapangan dan berdiri di barisan murid-murid yang juga melanggar aturan seperti lo?"
Skakmat!
Revelyn terdiam, ia tidak tahu harus berbuat apa. Cowok itu, selalu berhasil membuat orang-orang mati kutu dengan ucapannya.
"Ya..., ya ...." Revelyn gugup, ia mengusap belakang lehernya karena tidak tahu harus menjawab apa.
"Nama lo Revelyn kan?"
Gadis itu mendongak, menatap Vito tak percaya. "da-darimana lo tau nama gw? perasaan gw nggak terlalu famous." tanya Revelyn masih kebingungan.
Cowok itu, tersenyum miring meski senyum itu terkesan menyebalkan bagi Revelyn.
"Siapa yang nggak kenal Revelyn? cewek yang paling dekat sama preman sekolah, cewek yang paling bisa buat preman sekolah itu nurut seperti anjing peliharaan."
Si-sialan!
Revelyn cukup kesal saat cowok itu mengatakannya, apakah cowok itu barusan menyamakan Leo dengan anjing peliharaan? Kalaupun iya, ingin sekali Revelyn menonjok wajah tampan tapi menyebalkan yang ada di hadapannya.
Jujur saja, Vito memang tampan. Alisnya yang tebal seperti ulat bulu, serta sifatnya yang tenang membuatnya banyak dikagumi oleh kaum hawa. Namun cara bicaranya yang terlalu frontal, dan nyelekit hati, membuatnya banyak dibenci oleh kaum adam.
"Gw benar, kan?"
Gadis itu memutar malas bola matanya, wajahnya sudah menunjukkan ekspresi malas yang mengisyaratkan bahwa Revelyn enggan berlama-lama di depan kelas Leo, apalagi bersama cowok itu.
"Gw pergi dulu!"
"Lo mau kemana?"
"Kemana aja kecuali lapangan!"
Revelyn ingin beranjak pergi, namun sebuah kesialan menimpa dirinya. Gadis itu tak sengaja menginjak tali sepatunya yang ternyata terlepas dari ikatannya, sontak hal itu membuat tubuh Revelyn ingin terjatuh namun ...
"Eh! "
Sebuah tangan meraih lengannya, gadis itu kaget bukan main saat yang meraih lengannya ialah Vito. Cowok itu menolongnya, membuat dirinya tidak jadi terjatuh ke lantai.
"Lo nggak papa?"
...🍕...
Upacara akan dimulai 5 menit lagi, namun Leo masih berada di koridor kelas dua belas. Cowok itu berjalan santai, bersiul-siul tidak jelas sambil berjalan menuju kelasnya.
Hari ini cowok itu bermaksud bolos mengikuti upacara, sedangkan Axele dan Geral sudah berada di belakang sekolah, mereka juga bermaksud bolos di tempat itu sambil menikmati banyaknya camilan yang dibelikan Leo untuk mereka.
Tiba-tiba langkah Leo terhenti, cowok itu terdiam dengan wajah datarnya. Menatap pemandangan tak biasa dari hadapannya, ia melihat Vito, ketua osis itu memegang lengan Revelyn.
Mereka saling berpandangan untuk waktu yang lama, detik selanjutnya mereka terlonjak kaget saat Leo datang menepis tangan Vito dari lengan Revelyn.
"Jangan pegang-pegang Revelyn gw!"
Vito menghela napasnya, menatap Revelyn sebentar sebelum akhirnya menatap Leo datar.
Sedangkan gadis itu, ia hanya terdiam saat Leo berdiri di hadapannya untuk menutupinya dari Vito. Leo tidak ingin cowok itu menatap Revelyn-nya sangat lama.
"Ngapain lo disini sama Velyn?" tanya Leo serius.
"Lo sendiri, ngapain masih disini? bentar lagi upacara dimulai." Vito balik bertanya, ia menatap Leo datar sambil memasukkan kedua tangannya dalam saku celana.
Leo tersenyum miring, ia berdecih.
"Kenapa lo juga nggak turun ke lapangan? bentar lagi upacara dimulai, lho ...." Leo membalas ucapan cowok itu, membuat Vito mengepalkan tangannya karena kesal.
Mereka berdua saling melemparkan tatapan kebencian, seolah memberi tahu bahwa bendera permusuhan sudah dikibarkan. Sejak dulu Vito tidak pernah suka Leo karena sifat dan sikap cowok itu yang kadang semena-mena, dan suka membolos. Dan Leo, ia juga tidak pernah suka Vito karena cowok itu bertindak seolah-olah ia paling benar dalam hal mengomentari seseorang.
"Udah-udah, upacara bentar lagi dimulai tuh."
Suara Revelyn membuyarkan keduanya, mereka berdua kemudian menatap Revelyn.
"Kenapa diam aja? daripada saling tatap-tatapan gitu mending turun, sekarang!" titah Revelyn, ia cukup kesal dengan kedua orang di hadapannya.
"Oke." Vito mengalah, akhirnya ia mulai beranjak pergi.
Sepeninggal Vito, Revelyn juga ingin beranjak pergi. Namun Leo malah mencegat tangannya, menarik dirinya hingga tubuhnya spontan berbalik menghadap Leo.
"Velyn."
"Apa?" Revelyn menaikkan sebelah alisnya, ia bahkan mulai heran saat Leo melepaskan dasi dari kerah seragamnya.
Cowok itu tersenyum, sambil memasangkan dasi miliknya ke seragam Revelyn. Perbuatan cowok itu sontak membuat Revelyn menatap Leo tanpa berkedip.
"Biasa aja liatin gw-nya, iya gw tau gw itu tampan." ucap Leo sambil mencubit pipi Revelyn, cowok itu kemudian terkekeh saat Revelyn menepis tangannya.
"Ngapain lo ngasih dasi lo ke gw?"
"Lo mau ikut upacara kan? masa nggak pakai dasi, entar lo dijemur di lapangan. Lo kan udah hitam, masa tambah hitam lagi?"
Perkataan Leo sontak membuat gadis itu kesal, Revelyn langsung mencubit lengan Leo.
"Kalau lo ngasih dasi lo ke gw, terus lo upacara gimana? nanti lo juga dijemur, kalau gitu mending kita berdua yang dijemur di bawah terik matahari!"
Cerocosan Revelyn cukup lucu bagi Leo, cowok itu lantas tersenyum.
"Gw nggak ikut upacara."
"Lho? lo mau bolos yak?!"
Leo mengangguk santai, "iya nih, gw bosan panas-panassan nanti kulit gw juga hitam kayak lo."
"Leo!"
"Tapi nggak papa sih, kalau kulit gw juga hitam kayak lo. Biar kita bisa couple-an."
"Najis!"
Leo terkekeh pelan sambil mengacak puncak kepala gadis itu, "udah sana turun ke lapangan."
"Ta-tapi lo sendiri, nggak papa kan?"
"Velyn, gw lebih baik bolos ikut upacara daripada biarin lo panas-panassan karena dihukum."
...🍕...
Dikala murid-murid SMA Sanjaya kepanasan dan kecapean karena mengikuti upacara, lain halnya dengan dua orang ini.
Mereka tengah asik membolos di belakang sekolah sambil menikmati banyaknya camilan yang dibelikan Leo untuk mereka, cowok itu kalau beli sesuatu tidak mau setengah-setengah. Seperti sekarang, Leo membeli camilan sampai 10 kantong keresek.
"Ya ampun anjir, kenyang banget gw sumpah!" Axele mengusap-ngusap perutnya, ia sesekali bersendawa karena kekenyangan.
Geral yang melihat kelakuan temannya yang satu itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Jorok banget sih anying."
"Hah? gw sendawa doang dibilang jorok!"
"Iya joroklah, lu juga nggak ngucap Allhamdulillah ketika kenyang."
Spontan Axele terkekeh pelan, kemudian ia bersendawa lagi namun kali ini sengaja di depan wajah Geral yang sontak membuat cowok itu menoyor kepalanya.
"Anjir!"
"Allhamdulillah, abang Axele udah kenyang."
"Tai lo kenyang!"
"Gils lo juga jorok!"
"Bodoamat ******."
"Gigi lu ompong!"
Brak
Kedua orang itu langsung terlonjak kaget saat kedatangan Leo, karena cowok itu menendang kursi yang sudah lapuk termakan usia.
"Ngagetin aja lo, bos." ujar Axele geleng-geleng kepala.
Leo berjalan menghampiri temannya, ia duduk lalu bersandar pada dinding sambil mendongak dan menatap langit.
Merasa aneh dengan Leo, lantas Geral mulai bertanya. Geral, ia sudah cukup lama mengenal Leo sejak cowok itu berumur 13 tahun, dan ia tahu ketika ada sesuatu yang menganggu pikirannya maka cowok itu selalu diam.
"Ada masalah?"
Leo berdecih, mengacak rambutnya frustasi. "iya."
"Coba cerita." pinta Geral, ia dan Axele menatap temannya itu dengan penasaran.
Leo memejamkan matanya sebentar, ia mulai teringat kejadian tadi, dimana saat Vito menggenggam lengan Revelyn dan menatap manik Revelyn cukup lekat.
Cowok itu kesal, baginya hanya dirinya yang boleh memegang tangan Revelyn dan menatap manik Revelyn selekat itu.
"Bos?"
"Ketua osis sialan itu, dia pegang-pegang Revelyn sambil natap Revelyn."
Mendengar jawaban Leo, Geral dan Axele terdiam. Mereka saling berpandangan lalu kembali menatap Leo.
"Bos, lo tau nggak artinya apa kalau lo bilang gitu?" Axele bertanya dengan wajah sok polosnya.
"Artinya gw marah lah!" jawab Leo logis.
"Goblok." Geral bergumam sambil memijit pelipisnya, sedangkan Axele ingin sekali membenturkan kepalanya ke dinding karena gemas.
"Bos, lo kenal Revelyn sejak kapan?" tanya Axele heran.
"Sejak umur gw enam tahun."
"Pernah kesal nggak sama tuh cewek?" kali ini Geral juga ikut-ikutan, ia ingin membuktikan apakah pemikirannya dan Axele kali ini benar.
"Pernah, kalau dia deket-deket sama cowok lain ataupun didekatin cowok lain."
"FIXS!"
Kedua cowok itu berteriak kompak, berjabat tangan lalu kembali menatap Leo sambil berteriak....
"LO CEMBURU BAMBANK!!!"
...🍕🍕🍕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
miyura
lanjut othor semangat
2023-09-14
0