Siwaratri : Destroy The Darkness

Siwaratri : Destroy The Darkness

Bab 1 : Swastamita

Hosh... Hosh... Hosh...

Seorang pemuda, tengah berlarian menerobos lebatnya hutan belantara. Tak diindahkan luka yang mengenai tangan maupun kakinya. Meski beberapa kali tergores tanaman berduri, si pemuda terus berlari diantara rimbunnya semak belukar. Penguasa terang Sang Kuwung tak nampak memancarkan sinar berarti. Cahayanya seolah redup termakan kegelapan. Tak ada suara derik binatang, seolah mereka bersembunyi dari sesuatu yang mengerikan.

Suara nafas yang hampir putus terdengar nyaring diantara heningnya malam. Pemuda terus berlari tak tentu arah. Ketakutan mulai melanda dalam benaknya. Hingga suara derap langkah berat mulai mendekat. Degup jantung Si Pemuda semakin kencang, kakinya tak lagi mampu untuk berlari. Perasaannya bercampur aduk dan ketika dia menoleh ke belakang…..

Roaaarrrr!!!

Sraaat!!!

Pemuda itu terguling diantara semak belukar. Merasakan perih di dadanya. Matanya menatap langit malam yang terlihat pekat. Bintang seolah memilih untuk buta dan tuli. Menutup pintu dan bersembunyi.

Warna merah khas warna darah mengucur keluar dari luka di dadanya. Pemuda itu bernama Ganendra Abhirawa. Seorang pemuda penyandang disabilitas. Tangan kanannya lumpuh total dan terlihat mengecil dibandingkan tangan kirinya. Tangan kirinya menekan luka di dada. Berusaha menghentikan pendarahan.

“Apa-apaan ini?!!!” teriak Ganendra yang melihat penampakan mengerikan di depannya.

Tepat di hadapan Ganendra sesosok tinggi besar dengan mata bulat lebar menonjol hampir keluar. Rambut panjang awut-awutan. Gigi taring panjang dengan lidah menjulur keluar menatapnya dengan ganas. Tangannya terlihat seperti cakar dengan kuku-kuku panjang. Di dadanya dipenuhi bulu-bulu yang tumbuh lebat. Sosok di depannya hanya menggunakan cawet untuk menutupi bagian bawahnya. *cawet : ****** ***** pendek.

Sosok misterius seperti monster menatap Ganendra dengan tatapan tajam.

Roaaar!!!! Suara monster itu menggelegar.

Membuat bulu kuduk Ganendra berdiri. Tiba-tiba tangan monster mengayun ke arah Ganendra.

Sraat!!!

Cakar si monster tepat mengenai lengannya. Membuat Ganendra terluka kembali. Darah segar mengucur dari lukanya. Mata Ganendra dipenuhi ketakutan. Monster itu seolah hendak membunuhnya.

“Si… Sial!!!” teriaknya keras.

Dia berusaha bangkit. Sembari menekan luka di dada maupun lengannya. Kemudian berlari sekencang mungkin menjauhi sosok monster itu. Si monster ikut mengejar Ganendra. Rasa takut mulai menyelimuti.

“Apa aku sedang dihukum sekarang??? karena menjadi penipu? Siaaallll!!!” lagi-lagi Ganendra hanya bisa berteriak.

Ganendra terus berlari, menerobos pepohonan. Melewati semak belukar. Menghindari serangan monster yang tangannya terus berayun hendak melukai Ganendra. Dia sungguh tidak ingin mati. Setidaknya untuk saat ini. Monster di belakangnya terus mengejar. Disaat Ganendra berusaha berlari, tak sengaja kakinya terantuk pada sebuah batu. Membuat tubuhnya limbung dan akhirnya terguling-guling jatuh ke tanah.

Ganendra meringis kesakitan sembari memegangi lukanya. Darah terus mengalir tanpa henti. Pemuda itu berusaha bangkit. Namun, tepat di saat itu Si Monster meraung dan melompat ke udara. Cakarnya bersiap menghujam ke tubuh Ganendra. Dia benar-benar ketakutan Sang Kematian akan mendekapnya dalam keabadian.

Sraat!!!

Sebuah kepala menggelinding ke tanah. Pertanda terlepas dari tubuhnya. Mata Ganendra mendelik. Seketika meraba lehernya. Takut kepalanya yang terpisah dari badan. Rupanya yang tertebas adalah kepala Si Monster. Tepat di sana, seseorang berjubah hitam mengenakan topeng berwarna merah memegang pedang yang berlumuran darah berwarna hitam dari monster.

Sosok berjubah hitam tak lain Kalimakara. Sosok misterius yang dijumpai Ganendra sesaat sebelum masuk ke tempat aneh.

“Ka… kau…” ucap Ganendra terbata ke arah sosok yang mengenakan jubah hitam.

Sosok berjubah hitam hanya diam dan berdiri menatap Ganendra.

“Tem…tempat macam apa ini????!!!” tanya Ganendra setengah berteriak.

“Selamat datang, di dunia dungeon. Dunia baru di dimensi yang berbeda dengan duniamu. Dunia di era kuno bernama Swastamita.

“Swas…swastamita?” tanya Ganendra kebingungan.

“Swastamita, dunia di mana matahari menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat dengan kata lain dunia ini terletak di antara terang dan gelap. Bumi lain dari duniamu.”

Ganendra masih menatap tak percaya. Dia berada di dunia baru yang sangat asing baginya.

“Ingat kesepakatan kita beberapa saat yang lalu. Kau dan aku telah bersepakat. Mantra pengikat adalah bukti kesepakatan kita.” ucap Kalimakara.

Ganendra tersadar, matanya melirik sebuah tanda seperti tato di tangan kirinya. Tato berbentuk seperti gelang rantai. Ingatan Ganendra perlahan kembali melayang beberapa saat yang lalu. Sebelum memasuki dunia yang dinamakan Swastamita.

...****************...

Flashback

“Arghttttt!!!!” teriak Ganendra keras.

Matanya terbuka lebar. Dia meraba tubuhnya. Ganendra teringat, dia terkena tembakan saat dikejar aparat keamanan.

“Apakah aku sudah mati?” tanya Ganendra pada dirinya sendiri.

“Tidak-tidak!!! Aku tidak boleh mati! aku tidak ingin mati!!!” teriaknya berulang kali.

“Tidak perlu berteriak sekeras itu.” kata sebuah sumber suara.

Membuat Ganendra terkaget. Tepat di hadapannya. Seseorang mengenakan topeng dan jubah hitam berdiri di hadapannya.

“Si… siapa kau? Apa kau malaikat maut?” tanya Ganendra.

Dibalik topengnya, orang misterius itu tersenyum tipis.

“Namaku Kalimakara

*sosok Kalimakara

Ganendra merasa kebingungan. Ada orang aneh berdiri di depannya. Dia melihat sekelilingnya hanya ada pepohonan besar. Suasananya hening, tak ada satupun suara derik binatang. Tempat yang gelap nyaris tak ada cahaya. Bukankah tadi dia sedang berada di gang sempit di kejar polisi? Kenapa tiba-tiba berada di tempat ini. Pertanyaan itu hanya tersimpan dalam benaknya.

“La… lalu tempat macam apa ini? apa aku sudah mati?” tanya Ganendra dengan suara serak. Dia masih ingin hidup.

“Tenang saja, kau belum mati. Akulah yang menyelamatkanmu.”

“Be? Benarkah aku belum mati?”

Ganendra mencubit tangannya sendiri. Masih terasa sakit, artinya dia belum mati. Sedetik kemudian, terdengar nafas kelegaan darinya.

“Hemm, baiklah. Aku akan membalas kebaikanmu lain waktu. Sekarang aku sedang buru-buru. Sudah waktunya pulang.” ucap Ganendra dengan santai.

Namun suara Kalimakara menghentikannya.

“Kau tidak bisa pergi begitu saja.”

Ganendra mengurungkan langkah. Menoleh ke belakang.

“Kenapa aku tidak bisa pergi?” tanya Ganendra sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Senyum licik mengembang di balik topeng kayu berwarna merah yang dinamakan Topeng Kelana.

*Topeng Kelana Kalimakara

“Aku memberikanmu tawaran yang menarik.”

Ganendra mengusap hidungnya. Menatap dengan remeh.

“Aku tidak tertarik.”

Lalu kembali melangkahkan kakinya dengan santai.

“Sepeti penuh kepingan emas!” ucap Kalimakara dengan lantang.

Langkah Ganendra berhenti sejenak.

“Aku akan memberikanmu sepeti penuh berisi kepingan emas.” kata Kalimakara.

Tangannya melempar sesuatu ke arah Ganendra. Ganendra dengan sigap menangkap benda yang dilemparkan Kalimakara. Mata Ganendra seketika silau melihat benda apa yang dia tangkap barusan. Sebuah kepingan emas murni. Cahayanya cukup menyilaukan di tengah keremangan tempat itu.

“I… Ini?”

Ganendra setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Aku bisa memberikanmu sepeti penuh berisi emas seperti itu. Kau tidak perlu bersusah payah menipu lagi. Membahayakan hidupmu dan yang paling penting kau bisa menggunakannya untuk biaya pengobatan ibumu.”

Kalimakara memberikan tawaran yang menggiurkan. Ganendra menunduk dan menatap koin emas yang dia genggam. Pikirannya melayang pada ibunya yang sedang terbaring lemah.

“Pasti kau tidak memberiku ini dengan cuma-cuma bukan? Apa yang harus aku lakukan sebagai gantinya?” tanya Ganendra dengan wajah serius.

“Ha!Ha!Ha! itu mudah, kau cukup membawakanku Tirta Amerta.”

Ganendra mengernyitkan kening.

“Ti..Tirta…Amrita katamu?”

“Tirta Amerta.” ralat Kalimakara.

Ekspresi kebingungan terpancar di wajah Ganendra. Dia mengusap hidungnya. Ada sedikit keraguan yang tiba-tiba menyergapnya. Kalimakara sepertinya menyadari keraguan pemuda yang ada di hadapannya. Ketika angin berhembus perlahan. Tepat didepan Kalimakara terdapat sepeti penuh berisi koin emas. Cahayanya menyilaukan mata Ganendra. Seketika pikiran Ganendra dipenuhi keserakahan. Koin emas sebanyak itu, belum pernah dia lihat sebelumnya. Harganya pasti tak sebanding dengan hasil menipu dalam sekali waktu.

“Di mana aku bisa mencari Tirta Amerta yang kau sebutkan?”

Kalimakara terkekeh. Dia yakin Ganendra pasti akan menyetujui tawaran yang menarik ini. Dia memanfaatkan kelemahan manusia yang paling mendasar. Tercekik kebutuhan hidup. Kalimakara gunakan sebagai senjata menjerat Ganendra.

“Jadi kita sepakat?” tanya Kalimakara.

Ganendra menggenggam koin emas yang dia dapatkan. Menatap dengan tatapan yakin ke arah Kalimakara.

“Sepakat.”

Di penghujung kalimatnya. Sebuah mantra ‘pengikat perjanjian’ terukir di lengan kiri Ganendra. Tanda terjadi kesepakatan diantara keduanya. Jubah hitam yang Kalimakara kenakan berkibar dengan cepat. Secara Ajaib dalam hitungan detik. Ganendra berpindah ke suatu tempat. Tempat yang lebih gelap dan suram. Di sekelilingnya terdapat pepohonan besar yang menjulang tinggi. Dedaunan tumbuh dengan lebat. Bau lembab udara menyeruak memaksa masuk ke hidung Ganendra. Lumut tumbuh dibebatuan dengan subur. Aura tempat itu membuat siapapun yang berada di sana akan merasa tidak nyaman. Hanya ada kegelapan menyelubungi tempat ini.

Suasana hening, tidak ada suara binatang hutan sekalipun. Ganendra menatap penuh tanda tanya. Dimanakah dia berada? Tempat macam apa yang dia datangi. Tepat di depannya, Kalimakara berjalan dengan santai.

“Hei, tempat apa ini?” tanya Ganendra dilanda rasa penasaran sekaligus ketakutan.

Bagaimana bisa dalam sekejap mata dia berpindah ke tempat yang aneh lagi.

“Tempat ini dinamakan ‘Alas Dandaka’ Hutan tergelap di bumi.” jawab Kalimakara tanpa menoleh. Dia terus berjalan maju.

Ganendra mengikuti dari belakang. Rasa dingin mulai menusuk tulangnya. Kabut menjadi teman dalam perjalannya.

“Bersiaplah!” tiba-tiba Kalimakara berteriak kencang.

Mata Ganendra membelalak. Tepat di depannya terdapat sebuah pintu gerbang. Berbentuk seperti candi. Di depan gerbang terdapat patung batu berbentuk manusia berbadan besar dan bersenjatakan gada.

Kedua patung batu itu dinamakan Dwarapala. Sang penjaga gerbang Dungeon. Pada hitungan detik, kedua patung batu bereaksi. Mereka seolah terbangun. Suaranya meraung-raung memecah heningnya tempat itu.

“Apa-apaan ini?!!!!” teriak Ganendra dengan suara penuh kengerian.

Kalimakara melompat tinggi ke udara. Sebuah pedang berwarna hitam muncul dari tangannya. Menebas salah satu Dwarapala. Dwarapala meraung seperti kesakitan. Hingga terdengar suara menggelegar.

“Tidak seorangpun boleh memasuki gerbang ini. Jika tidak ingin mati.”

Ganendra menatap ngeri dengan pemandangan yang ada di depannya. Apakah dia sedang berada di dunia mimpi? Seolah seperti melihat permainan dalam video game.

Dwarapala yang ditebas Kalimakara hidup kembali. Batuan yang tadinya terbelah menjadi utuh kembali. Menyerang Kalimakara. Kalimakara dengan sigap menghindar. Melompat ke arah Ganendra. Pemuda itu kaget, kerah bajunya dicengkeram Kalimakara. Tanpa banyak berkata, sekuat tenaga Kalimakara melempar Ganendra masuk ke dalam gerbang yang terbuka lebar.

“Gyaaa!!!!!” teriak Ganendra kencang.

Dwarapala berusaha menghentikan Ganendra dengan mengayunkan gada. Ganendra menutup mata, kengerian menghantuinya. Jika sampai tubuhnya hancur terkena pukulan gada batu milik Dwarapala. Tetapi dengan sigap Kalimakara menebas tangan Dwarapala. Lantas menarik tubuh Ganendra memasuki gerbang Dungeon. Menuju dunia baru. Dunia yang sama sekali berbeda dari dunia dungeon lainnya. Bukan dunia yang dipenuhi kecanggihan teknologi atau dunia yang diserang alien. Namun dunia di era peradaban kuno.

Kotak pandora telah terbuka. Tabir misteri menanti Ganendra untuk dijelajahi. Akankah Ganendra selamat atau justru menjadi mangsa di dunia baru.

Terpopuler

Comments

mama zha

mama zha

ningalin jejak juga semangat yah

2023-07-10

0

NAH

NAH

ninggalin jejak thor, yuk saling dukung satu sama lain

2023-06-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!