Bab 3 : Desa Medangwantu

Tahun 2023…

Di sebuah rumah di gang sempit. Rumah kecil yang kumuh dan tak terawat.

Seorang wanita paruh baya berbaring tak berdaya bagaikan kembang amben *bunga tempat tidur. Seluruh tubuhnya lumpuh total. Hanya matanya yang masih bisa dia gerakkan. Lampu temaram sedikit menerangi ruangan kamar. Tak berselang lama, seorang pemuda masuk ke dalam. Membawa sebuah baskom berisi air hangat. Senyum hangat mengembang dari wajah tampannya. Lalu duduk disamping wanita paruh baya.

“Bu, maaf hari ini aku sedikit terlambat pulang.” ucap pemuda yang tak lain adalah Ganendra.

Tangan kirinya mengambil sebuah kain. Mencelupkannya ke dalam air hangat. Memeras kain itu perlahan. Lantas mengelap tubuh ibunya. Ganendra melakukannya dengan sangat telaten. Meski dia sendiri juga bukanlah orang yang memiliki fisik sempurna. Ya… meski terbilang tampan, Ganendra adalah seorang penyandang disabilitas. Tangan kanannya lumpuh total dan terlihat mengecil. Semua orang yang melihatnya akan memandang dengan tatapan aneh. Tetapi hal itu tidak membuatnya mengeluh. Baginya selama ada sosok ibu di sisinya. Tidak ada yang perlu dikeluhkan.

“Bu, aku berjanji. Setelah mendapatkan banyak uang. Aku akan membawa ibu menjalani pengobatan. Supaya ibu bisa kembali seperti semula.” ucap Ganendra sembari menggenggam tangan ibunya.

Hanya balasan sebuah kedipan mata yang bisa ibu Ganendra lakukan.

“Aku membayangkan, suatu hari nanti. Kita akan berjalan bersama. Menyusuri jalanan di pinggir sungai. Naik gunung, menikmati sinar matahari bersama. Menginjak rerumputan hijau. Makan banyak bersama sampai perut kita meledak.” ucap Ganendra dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

Lagi-lagi Sang Ibu hanya mengedipkan mata.

“Jadi berjanjilah bu, sampai saat itu tiba bertahanlah.”

Namun tiba-tiba tangan ibunya terlepas dari genggaman Ganendra. Sosok ibunya terlihat semakin lama semakin menjauh.

Bu!!! Ibu!!! Jangan pergi!!! Di dunia ini, hanya ibu yang aku miliki. Tolong jangan pergi!!!! teriak Ganendra berlinang air mata.

“Arghttttt!!!!” teriak Ganendra keras.

Disaat Ganendra membuka mata. Tubuhnya melayang di sebuah tempat yang gelap. Tepat dihadapannya, Kalimakara sudah menanti.

“Kalimakara?!” ucap Ganendra lirih.

Ganendra kemudian menatap tajam ke arah Kalimakara.

“Dasar sialan! sebenarnya, kau membawaku ke tempat macam apa hah?!” tanya Ganendra dengan nada tinggi.

“Sudah aku katakan, tempat ini bernama Swastamita. Jika di duniamu, kalian menyebut dunia ini… dungeon.”

“Aku ingin membatalkan kesepakatan. Bawa aku kembali ke tempat asalku.”

Dibalik topeng kelana Kalimakara, dia tersenyum sinis.

“Kita sudah sepakat dan kau telah terikat mantra perjanjian. Jika kau mengingkari….” ucap Kalimakara.

Tangan kanannya menunjuk ke arah tangan kiri Ganendra yang memiliki tato seperti rantai.

Yantra dhyana… ucap Kalimakara lirih.

Tepat saat itu tato yang dimiliki Ganendra bereaksi. Berwarna seperti nyala api. Tiba-tiba Ganendra merasakan panas di tangan kirinya. Tato itu seolah hidup dan menjerat tangan Ganendra hingga merasakan hawa panas yang menjalar.

“Arghttt!!!!” Ganendra kembali berteriak kesakitan.

Kalimakara menggunakan kekuatannya yang membuat Ganendra merasa sakit seperti terbakar.

“Kau hanya perlu membawakan aku Tirta Amerta. Maka satu peti penuh berisi kepingan emas mutlak menjadi milikmu.”

Ganendra yang meringis kesakitan, memikirkan kembali kesepakatan yang telah dibuat. Kalimakara bukanlah orang yang bisa dia lawan. Lebih baik menuruti perkataannya. Toh, tidak ada ruginya. Dia bisa mendapatkan kepingan emas yang banyak. Itulah tujuannya datang ke dunia ini.

“Ba…baiklah…jadi hentikan rasa sakit ini…” pinta Ganendra.

Kalimakara terkekeh, lantas menurunkan tangannya dan berucap,

Yantra Ahimsa…

Tato berbentuk rantai yang tadinya berwarna seperti nyala api. Kini secara perlahan kembali seperti semula. Hawa panas di tangan Ganendra tak dirasakannya lagi.

“Jika kau mengingkari janji. Kau bisa merasakan akibatnya.” ancam Kalimakara.

Ganendra hanya bisa mendekap tangan kirinya di dada.

“Tetapi, bagaimana jika kau mengingkari janji. Tidak memberiku hadiah yang menjadi hakku?”

Kalimakara kembali terkekeh, “maka dengan sendirinya mantra pengikat perjanjian akan lepas dari tanganmu.”

Lanjut Kalimakara lagi, “aku memintamu ikut bergabung dengan Ksatria Saka. Latihlah dirimu agar menjadi Ksatria kuat.”

Ingatan Ganendra kembali melayang. Sesaat yang lalu dia bertemu dengan kumpulan Ksatria Saka yang bertarung dengan monster.

“Kenapa aku harus bergabung dengan Ksatria konyol itu? Bukankah aku hanya perlu membawakanmu Tirta Amrita? Ah… maksudku Tirta Amerta?”

“Khukhukhu…..” Kalimakara terkekeh.

“Menjadi Ksatria Saka merupakan jembatan untuk mendapatkan Tirta Amerta. Merekalah yang mengetahui di mana keberadaan Tirta Amerta.”

Terbayang dipelupuk mata Ganendra. Jalan yang dia lalui tak semudah membayangkan mendapatkan kepingan emas dalam genggamannya. Tiba-tiba tubuh Ganendra melayang-layang kembali ke tubuhnya. Mata Ganendra terbuka lebar. Matanya menatap langit-langit yang terbuat dari kayu. Dinding disebelahnya terbuat dari anyaman bambu. Hanya seberkas cahaya sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan. Dimanakah dia berada saat ini?

Saat Ganendra masih mengembalikan kesadarannya. Terdengar suara pintu berderit dengan nyaring. Seorang pria tua masuk ke dalam bilik di mana Ganendra berada.

“Kau sudah siuman anak muda?"

Suara itu mengembalikan kesadaran Ganendra sepenuhnya. Lantas dia bangkit dari tidurnya. Dia melihat seorang pria tua mengenakan kain serba putih yang dililitkan di tubuh. Warna rambutnya senada dengan kain yang dia kenakan. Sekilas penampilannya seperti orang pada masa kerajaan kuno dahulu.

“Si…siapa kau Pak Tua?” tanya Ganendra keheranan.

Pak Tua itu tersenyum tipis. Lantas duduk di depan Ganendra sambil menuangkan minuman ke dalam gelas yang terbuat dari tanah liat.

“Orang-orang di sini memanggilku Buyut Wengkeng.” jawab Pak Tua sembari mengulurkan gelas berisi air pada Ganendra.

*Buyut Wengkeng

Ganendra menatap dengan ragu. Dia belum mengenal orang ini sepenuhnya. Apalagi dia bertransmigrasi ke dunia baru yang sangat asing.

“Jangan takut, minumlah dahulu supaya dapat mengembalikan energimu.”

Meski dengan perasaan ragu. Ganendra segera menyahut air minum yang diberikan. Kebetulan tenggorokannya terasa kering. Entah sejak kapan dia belum sempat membasahi tenggorokannya. Dia melirik kendi dari tanah liat yang ada di depan Buyut Wengkeng.

Buyut Wengkeng tersenyum dan mempersilahkan Ganendra meminumnya. Tanpa basa-basi lagi, Ganendra langsung meminumnya sampai habis. Rasanya dia kembali hidup. Setelah merasakan ketegangan secara beruntun.

“Ngomong – ngomong dimana aku sekarang?” tanya Ganendra seusai menghabiskan satu kendi berisi air.

“Kau sekarang berada di Desa Medangwantu. Wilayah kekuasaan Kerajaan Ayodya.”

Mendengar jawaban Buyut Wengkeng. Ganendra hanya mengernyitkan keningnya. Nama-nama yang sungguh terdengar asing di telinganya. Nama yang tidak ada di tempatnya berasal.

“Lalu kau sendiri darimana asalmu dan jika diperbolehkan, siapa namamu anak muda?” tanya balik Buyut Wengkeng.

“Namaku Ganendra Abhirawa. Aku bukan berasal dari dunia ini.”

Mendengar penuturan Ganendra. Buyut Wengkeng diam sejenak. Menatap pemuda asing yang ada di depannya. Dari pakaian yang pemuda kenakan, memang tidak seperti pada umumnya di Desa Medangwantu ataupun Kerajaan Ayodya.

“Lalu, apa tujuanmu kemari?”

Ganendra menatap Buyut Wengkeng dengan seksama. Melihat orang tua yang berada di depannya, seperti orang yang baik.

“Aku ingin bergabung dengan Ksatria Saka.” jawab Ganendra tanpa berpikir panjang.

Buyut Wengkeng merasa terkejut. Namun, sedetik kemudian dia tersenyum.

“Ikutlah denganku anak muda.”

Tidak lama berselang, keduanya sudah berjalan keluar dari bilik. Tepat dihadapannya, Ganendra melihat beberapa pria tengah berlatih berbagai macam senjata dan jurus-jurus. Sama persis dengan yang dia lihat tempo hari. Ada yang bisa melakukan gerakan seperti kilat. Tubuhnya gesit hingga bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Di sisi lain, ada orang yang pandai memainkan senjata dipadukan dengan gerakan tubuh lincah dan gesit.

“Anak muda, apa kau mengetahui apa itu Ksatria Saka?” tanya Buyut Wengkeng.

Jujur saja, Ganendra tidak banyak mengetahui apa atau siapa sebenarnya Ksatria Saka. Dia hanya menggelengkan kepalanya.

“Gyaaah!!!” Buyut Wengkeng mengacak rambutnya sendiri.

“Kau tidak mengetahui apa atau siapa itu Ksatria Saka. Lantas kenapa ingin bergabung?”

Ganendra dengan polosnya menjawab, “aku hanya ingin bergabung saja.”

Jawaban Ganendra membuat Buyut Wengkeng menggelengkan kepalanya.

“Baiklah…baiklah…sepertinya ini adalah kehendak Hyang Manon. Aku akan menjelaskan.” Buyut Wengkeng berdehem sebentar.

“Ksatria Saka adalah Ksatria pemburu monster. Monster yang dinamakan Ditya telah mengacau tempat ini sejak ratusan tahun yang lalu. Tugas Ksatria Saka adalah memburu dan membinasakan para Ditya. Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menjadi seorang Ksatria Saka.”

“Katakan, apa yang harus aku lakukan? Supaya bisa menjadi seorang Ksatria Saka?”

Buyut Wengkeng mengelus jenggotnya yang putih, sembari mengibaskan kipas yang terbuat dari daun kering.

“Kau harus menjalani pelatihan yang berat. Setiap Ksatria Saka memiliki tingkatan. Mulai dari tingkatan paling rendah hingga tingkatan tertinggi.” ucap Buyut Wengkeng.

Lantas berjongkok dan menggambar sesuatu di tanah. Ganendra ikut berjongkok dan mendengarkan penjelasan.

“Tingkatan 1 : disebut Eka – tingkatan paling rendah. Keahlian : bertempur dengan tangan kosong.

Tingkatan 3 : disebut Tri – tingkatan rendah. Keahlian : gesit dan cekatan dalam gerakan tubuh.

Tingkatan 5 : disebut Panca – tingkatan menengah. Keahlian : spesialisasi penggunaan senjata (Pedang, Panah, tombak atau kapak)

Tingkatan 7 : disebut Sapta – tingkatan tinggi. Keahlian : gesit dan cekatan dalam gerakan tubuh,

ahli dalam menggunakan senjata dan memiliki rapalan mantra/ajian.

Tingkatan 9 : disebut Nawa - tingkatan tertinggi. Keahlian : dapat memanggil binatang suci tunggangan para Dewa

Tingkatan 10 : disebut Dasa – tingkatan legend (Tingkatan paling misterius) setara dengan Dewa"

Mendengar penjelasan Buyut Wengkeng. Membuat Ganendra pusing tujuh keliling. Meski begitu, dia harus ingat tujuannya datang ke Swastamita. Mendapatkan Tirta Amerta yang bisa dia tukar dengan kepingan emas. Emas yang bisa dia gunakan untuk biaya perawatan ibunya kelak. Akankah Ganendra bisa bertahan di dunia baru?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!