Ribuan tahun silam di Swastamita terjadi pertempuran hebat antara para dewa dan monster yang disebut Ditya. Kedua belah pihak memperebutkan harta karun berharga yang dinamakan **Tirta Amerta**. Namun berakhir dengan kekalahan para Ditya.
Para dewa kemudian tinggal di kahyangan dan Ditya tinggal di bumi. Bersembunyi di tempat yang gelap. Demi mendapatkan kembali harta karun berharga. 100 tahun yang lalu entah bagaimana kaum Ditya kembali muncul dan menyerang para manusia. Kaum Ditya jauh lebih kuat dibandingkan dahulu. Dewa tidak bisa ikut campur urusan manusia. Selain membantu manusia dengan melatih mereka menjadi Ksatria Saka. Hingga ratusan tahun berikutnya muncullah Ksatria-Ksatria Saka baru. Konflik seolah tak pernah berakhir.
Kaum Ditya percaya, bahwa tempat menyembunyikan harta karun berharga hanya diketahui oleh Ksatria Saka. Kaum Ditya meneror manusia sampai mereka mendapatkan harta karun berupa Tirta Amerta.
\*\*\*
100 tahun telah berlalu. Ksatria Saka baru banyak bermunculan dari wilayah kerajaan - kerajaan di Swastamita. Mereka berusaha membinasakan kaum Ditya. Namun belum menemui hasil yang berarti. Disaat Swastamita dilanda kegelapan. Ganendra datang dari dunia lain. Mencoba bertahan hidup diantara pergolakan manusia dan kaum Ditya.
Langit di Desa Medangwantu terlihat cerah. Garis mega nampak begitu indah. Di Padepokan Satvva yang dipimpin oleh Buyut Wengkeng. Beberapa pemuda yang memiliki bakat, bergabung dengan Ksatria Saka. Mereka digembleng untuk menjadi Ksatria yang linuwih. Menjunjung keadilan, membela yang lemah dan menghancurkan kegelapan yaitu kaum Ditya.
Calon Ksatria Saka yang baru bergabung sedang diberi pengarahan oleh Buyut Wengkeng di sebuah pendapa. Di sana hadir pula Ganendra. Dia kelihatan tidak tertarik dengan pengarahan yang diberikan. Ganendra memilih memejamkan mata dan pergi ke Pulau Kapuk.
"Para calon Ksatria Saka yang pemberani. Apakah kalian mengetahui kenapa padepokan ini di namakan Satvva?" tanya Buyut Wengkeng memulai pengarahan.
Salah satu pria mengangkat tangan.
"Mungkin dahulu padepokan ini dipimpin seseorang bernama Satvva."
Buyut Wengkeng menggelengkan kepala. Satu orang lagi mengangkat tangan.
"Satvva berarti berani. Maksudnya berani menikah lagi." jawabnya selengekan.
Mengundang gelak tawa lainnya. Buyut Wengkeng ikut tertawa.
"Jika seperti itu artinya, aku pasti akan langsung menikah lagi sekarang hohoho."
Tiba-tiba sebuah anak panah melesat tepat mengarah ke sisi kanan kepala Buyut Wengkeng. Berakhir menancap di pilar kayu. Seketika semua terdiam. Dari arah luar padepokan seorang wanita tua telah menyuruh Soma melepaskan anak panah. Wanita tua itu adalah istri Buyut Wengkeng.
"Jika kau berani mengajarkan hal aneh kepada pemuda-pemuda ini! Aku tak segan meminta Soma menebas kepalamu!" gertaknya galak.
Seketika Buyut Wengkeng dan pemuda lain terdiam.
"Ehem-ehem... Baiklah kita mulai pengarahan hari ini dengan serius." ucap Buyut Wengkeng tiba-tiba berwibawa. \*sejenis STI : suami-suami takut istri.
Istri Buyut Wengkeng lantas melanjutkan pekerjaannya. Namun mata dan telinganya masih mengawasi.
"Kita ulangi lagi, kenapa padepokan ini dinamakan Padepokan Satvva?"
Semua pemuda terdiam. Buyut Wengkeng mengelus jenggot putihnya. Kemudian melanjutkan bicara setelah semua pemuda tidak ada yang menjawab.
"Satvva memiliki makna keberanian dan kemurnian. Diharapkan para Ksatria Saka yang menimba ilmu di sini memiliki keberanian dan kemurnian. Keberanian menentang ketidakadilan dan memiliki kemurnian jiwa. Kemurnian jiwa yang berarti memiliki kualitas kebaikan sebagai pribadi maupun hatinya. Jikalau nanti kalian menjadi Ksatria Saka tingkat tertinggi jangan sekalipun melupakan hal ini. Kualitas dirimu ditentukan dari tindakan."
Para calon Ksatria Saka mengangguk tanda mengerti. Sampai terdengar suara dengkuran keras dari belakang. Semua orang menoleh mencari sumber suara dengkuran yang nyaring. Dengkuran itu berasal dari Ganendra yang tertidur pulas. Buyut Wengkeng hanya menghela nafas. Tangan kanannya diletakkan di lantai yang terbuat dari kayu.
"Ingatlah, kualitas kalian sebagai Ksatria ditentukan oleh tindakan. Salah satunya tatakrama ketika orang tua sedang berbicara harusnya mendengarkan."
"Yantra Divya... " ucap Buyut Wengkeng.
Memusatkan kekuatan kadewatannya ke arah Ganendra yang tertidur, dalam sekejap mata tubuh Ganendra terpental ke depan.
*Gubrak*!!!
Wajah Ganendra tersungkur lebih dahulu. Membuatnya meringis kesakitan. Suara gelak tawa keluar dari mulut pemuda lainnya. Ganendra melihat sekeliling dan menebak-nebak siapa yang melakukannya. Dia menatap Buyut Wengkeng yang hanya mengelus jenggot sembari melihat tempat lain.
"Pak Tua! Kenapa kau mengganggu tidurku?!"
Buyut Wengkeng menatap Ganendra dengan tenang.
"Tidur membuatmu kembali bertenaga. Tetapi jika kau tidur tidak pada waktunya, sama saja kau membiarkan kebodohan menguasaimu."
Ganendra hendak membalas. Akan tetapi apa yang dikatakan Buyut Wengkeng ada benarnya. Jadi Ganendra hanya bisa menggigit bibir menahan rasa kesal yang belum terlampiaskan. Sampai terdengar suara teriakan bersahutan-sahutan dari segala penjuru arah.
"Tolong!!! Tolong!! Ditya menyerang ke desa!"
Buyut Wengkeng bangkit berdiri. Semua orang keluar dari pendapa tempat belajar. Sekumpulan penduduk desa berdatangan.
"Ki! Ki Buyut!!!"
Salah satu penduduk desa, menghambur ke arah Buyut Wengkeng.
"Ki, para Ditya telah menculik beberapa wanita di desa." lapornya dengan nafas memburu.
Tidak berselang lama, Sadana datang bersama beberapa Ksatria Saka.
"Sadana, segeralah pergi dan selamatkan wanita yang diculik para Ditya."
"Ki, tetapi kita kekurangan tenaga. Tempo hari, beberapa Ksatria telah tewas saat bertarung dengan Ditya."
Buyut Wengkeng terdiam sejenak. Namun tak bertahan lama. Hingga terdengar perintah keluar dari mulutnya.
"Kalian calon Ksatria Saka bantulah Sadana."
Kemudian Buyut Wengkeng melanjutkan kata-katanya.
"Tetapi berhati-hatilah karena kalian belum melatih kemampuan diri sebagai Ksatria Saka tingkat paling rendah sekalipun."
Ganendra terlihat bermalas-malasan untuk ikut. Tetapi dia ingat, Kalimakara akan menjaga ibunya di dunia tempatnya berasal. Jika Ganendra tetap menyetujui kesepakatan mereka. Jadi dia pun bergegas ikut meski dengan setengah hati.
Para Ksatria Saka yang dipimpin Sadana segera berangkat. Melacak kemana para Ditya membawa wanita yang telah diculik. Dari jejak kaki yang mereka dapatkan. Jejak mereka mengarah ke goa di hutan sebelah barat desa.
Benar saja, di depan mulut goa terlihat banyak Ditya berkumpul. Sadana memerintahkan calon Ksatria Saka untuk maju terlebih dahulu.
"Apa kau meminta kami menjadi umpan hah?!" protes Ganendra.
"Itu adalah tugas kalian sebagai calon Ksatria Saka yang belum sampai ditingkatan Eka."
"Jadi kau hendak mengorbankan kami. Supaya jika berhasil, kau dengan mudah mendapatkan pujian?" lagi-lagi Ganendra memprotes.
Sadana hendak membalas. Namun perdebatan keduanya membuat Ditya menyadari keberadaan mereka.
*Roaaar*!!!
Suara para Ditya meraung. Meski beberapa orang kesal dengan kelakuan Ganendra. Namun, mereka harus tetap berkonsentrasi melawan Ditya dan menyelamatkan wanita desa yang diculik.
"Ksatria Saka Eka! majulah terlebih dahulu." perintah Sadana.
Ksatria Eka mengangguk.
"Ksatria Saka tingkat Panca pengguna panah, lindungi Ksatria Eka. Kalian, calon Ksatria Saka bergeraklah maju bersama Ksatria Eka." Sadana melanjutkan perintah.
Semua Ksatria mengangguk dan mengikuti aba-aba Sadana. Ganendra terlihat kesal. Dia tetap berdiam diri di tempatnya.
"Serang!!!"
Kedua belah pihak saling bertempur. Ksatria Eka, bertarung dengan tangan kosong. Mereka berusaha melancarkan tendangan ataupun pukulan pada Ditya. Lapis kedua Ksatria Panca membidik sasaran dengan anak panah. Mereka melepaskan anak panah dengan cepat.
****Srat****!!
Srat!!
Beberapa Ditya tumbang terkena anak panah. Ganendra yang sedari tadi merasa kesal. Memilih melampiaskan dengan melawan Ditya. Akan tetapi dia hanya bisa berlarian. Menghindari serangan gada kaum Ditya. Ganendra berusaha membalas serangan dengan memukul dada Ditya menggunakan tangan kirinya. Tetapi serangannya tak membuat Ditya bertubuh tinggi besar bergeming sama sekali.
Ditya dengan mata bulat lebar yang hampir keluar itu hanya menggaruk dadanya. Seolah serangan Ganendra hanya memberi rasa geli ditubuhnya. Malah tangan Ganendra yang terasa sakit.
"Sial!" teriak Ganendra kesal.
Ditya yang dihadapinya membalas serangan. Hendak memukul Ganendra dengan gada. Namun Ganendra berhasil melompat dan menghindari serangan.
Srat!
Srat!
Soma melepaskan anak panah dan bergerak dengan gesit membantu Ganendra.
"Dasar tidak berguna." ejek Soma.
"Sialan kau!!? Apa kau meremehkanku?" tanya Ganendra dengan nada kesal.
Namun Sadana segera menengahi dan meminta semuanya konsentrasi pada tujuan mereka. Diantara Ksatria Saka dari Desa Medangwantu hanya Sadana yang telah mencapai tingkatan ke tujuh. Sadana bergerak dengan cepat bagai kilat. Lantas melayang di udara dan menggunakan kapaknya.
"Kapak Bajra!!" teriaknya lantang.
Kapaknya membentuk putaran seperti cakram. Kemudian berputar-putar menebas Ditya dalam sekali putaran. Tidak lama berselang, Sadana mengheningkan ciptanya. Merapalkan Yantra yang dia miliki.
"Yantra Maruta...." ucapnya perlahan.
Seketika tercipta angin tornado yang sangat besar. Menghempaskan beberapa Ditya. Ksatria yang lain segera menggunakan keahliannya masing-masing untuk membasmi Ditya yang tersisa. Ganendra hanya bisa mengamati dalam diam. Jauh dalam lubuk hatinya. Dia melihat secara nyata pertempuran yang luar biasa ini. Kekuatan yang tidak pernah dia lihat di dunianya selama ini.
Setelah memastikan semua Ditya musnah. Mereka segera masuk ke dalam goa. Hendak menyelamatkan wanita yang diculik. Namun tiba-tiba dibarisan depan, terdengar teriakan kesakitan.
"Arghhhh!!!!"
Ksatria yang berada di barisan depan tiba-tiba di serang Ditya berukuran seperti anak kecil. Mereka menggigit dan memangsa dengan ganas. Tak kalah dengan Ditya dewasa. Kengerian kembali mencekam. Para Ksatria terlihat panik. Soma segera melepaskan anak panah membunuh Ditya yang berbentuk anak kecil. Ganendra menyaksikan tepat di depan matanya. Wanita desa yang diculik melahirkan beberapa telur yang kemudian menetas menjadi Ditya berbentuk anak kecil dengan taring panjang.
Ditya yang masih berupa anak kecil dan barusan lahir. Malah memangsa sendiri wanita yang melahirkannya. Menghisap darahnya sampai habis. Bahkan memakan dagingnya hingga menyisakan tulang belulang saja dalam sekejap mata.
Ganendra yang menyaksikan hal itu merasa mual dan tak tahan. Sungguh keji dan menjijikkan. Kaum Ditya menggunakan rahim para wanita untuk dijadikan wadah kelahiran Ditya kecil. Kengerian ini mendobrak masuk ke dalam pikiran Ganendra. Mengoyak keberanian yang selama ini dia miliki sebagai seorang penipu ulung yang sering memperdaya orang lain.
Ksatria Saka terlambat menyelamatkan wanita yang telah diculik para Ditya. Teror kaum Ditya membuat suasana menjadi mencekam. Kengerian mulai mempengaruhi kewarasan setiap orang. Apa yang akan dilakukan Ganendra selanjutnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments