What Is My Real Identity?
Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia dan tentu dengan keluarga harmonisnya. Tapi tidak semua keberuntungan itu diraih setiap orang. Seperti keluarga ku sendiri yang sudah berantakan karena pengkhianatan ayahku.
Semua kejadian ini aku alami ketika aku masih sangat kecil. Dimana seharusnya seumuran ku masih mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari kedua orangtuanya. Tapi saat itu aku berjuang mandiri dan ditahan ayahku untuk tak ikut pada ibu.
"Jika waktu itu aku ikut ibu apakah nasibku jauh lebih baik dari pada aku ikut ayah saat ini," batinku. Hembusan nafas berat hanya itu yang mampu aku lakukan saat ini. Sejak ayahku menikah lagi dan memiliki seorang putri sendiri ia mulai mengabaikan ku. Tak hanya itu bahkan ibu tiri dan saudaraku sungguh sangat menyiksaku dalam rumah bak neraka ini.
Hingga saat aku memasuki sekolah menengah atas aku memutuskan untuk bekerja. Waktu itu aku menerima tawaran dari sahabatku untuk menjadi model majalah remaja. Aku rasa tidak ada yang salah dengan pekerjaan ku dan tentu aku melakukan ini tanpa sepengetahuan keluarga tiriku. Ntah mengapa aku merasa bahwa aku bukan lagi anak dari ayah dan ibuku. Bagaimana bisa seorang ibu dan ayah kandung akan diam saja ketika anaknya mengalami ketidak adilan? Bukankah itu sesuatu yang sangat jarang terjadi? Itulah yang terlintas di benakku.
Aku bekerja selepas pulang sekolah, pekerjaanku tidak mengganggu nilai ku sama sekali. Tapi pekerjaan art dilimpahkan padaku saat aku tiba dirumah ini. Sungguh memuakan sekali berada dalam rumah ini. Aku sangat berharap ada seseorang yang bisa membuatku keluar dari neraka yang mereka ciptakan untuk ku. Tentu mereka tidak lain adalah ibu tiriku dan adik tiriku.
Aku menahan semua rasa sakit dihati ku ini setidaknya sampai uang tabungan khusus untuk membeli apartemen sudah cukup. Benar sekali aku selalu membagi tabunganku sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup ku yang akan datang setelah pergi meninggalkan rumah ini. Sebagian ku sisihkan untuk bertahan hidupku itu tidak banyak, karena aku harus berhemat. Lalu untuk yang lain aku menabung untuk investasi kepada bank, lalu aku juga kerap kali menabung emas batangan setidaknya 3 bulan sekali aku membeli dan menyimpan dalam bank. Sisanya lagi aku gunakan untuk membuka butik ku sendiri nanti. Dengan itu semua jika aku keluar dari neraka ini aku tidak akan menjadi gelandangan dan masih bisa bertahan hidup.
Dengan keterpaksaan yang sangat mendalam aku mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. Rasanya sangat lelah sekali selepas melakukan pemotretan yang begitu panjang. "Tidak apa satu bulan lagi tabunganku cukup membeli apartemen sederhana yang jauh dari rumah ini dan dekat dari tempat kerjaku," kataku dalam hati menguatkan diriku dalam neraka pedih.
"Rachel apakah semua makan malam sudah siap!" teraik wanita paruh baya yang ku juluki nenek lampir itu. "Tentu sudah nyonya aku tidak sepemalas penghuni rumah ini," ujarku berlari masuk kamar dan ku kunci pintunya. "Huft... Lega sekali bisa terlepas dari nenek Lampir gila itu. Untung tadi aku makan malam di tempat kerjaku setidaknya aku tidak akan kelaparan malam ini."
Lelah yang menumpuk pada tubuhku sepertinya aku harus segera membersihkan tubuhku dengan air hangat. Terdengar jelas dari dalam kamar mandi yang letaknya di dalam kamarku bahwa nenek lampir itu sedang menyumpah serapahi diriku. "Bodo amat dikira aku akan tetap diam? Sudah cukup bukan aku juga sudah memasukan tes DNA antara rambutku dengan ayah dan ibu."
Aku tidak tahu bahwa menyimpan rambut ibuku waktu itu bisa berguna juga. Aku akan menggunakan tes DNA ini sebagai jawaban dari segala macam pertanyaan ku. "Aku yakin aku bukanlah anak kalian berdua, mari kita lihat permainan apa yang akan aku buat untuk pergi dari rumah ini tanpa hambatan apapun. Selamat menikmati hari hari tanpa diriku sebagai babu kalian Mak lampir dan anak lampir!"
Selepas membersihkan tubuhku aku segera merebahkan diriku di atas ranjang empuk milik ku itu. "Setidaknya kamu masih bersikap baik padaku aku menyayangi kalian yang benda mati dari pada orang yang bernafas dalam rumah ini.". Aku hanya menggunakan jubah mandi ku lalu terlelap dalam mimpi. Sudah menjadi kebiasaan ku karena tubuhku sudah terlalu capek hanya untuk sekedar memakai piyama. Biarkan sajalah tubuhku juga sudah kering dengan handuk tadi. Beginilah keseharian ku bila pemotretan sampai jam 8 malam.
Waktu sebelum subuh aku sudah terbangun, tentu seperti biasanya aku yang menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni rumah. Tentu saja aku mengerjakan sepagi ini untuk mengambil bagianku terlebih dahulu lalu menempatkannya dalam tas. Jika tidak begitu aku tidak akan mendapat sarapan karena keserakahan mereka. Kemudian aku segera untuk kembali ke dapur menyiapkan semua diatas meja makan. Setelah selesai dengan urusan dapur aku kembali ke kamar dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Tepat setengah enam seperti biasanya aku akan meninggalkan rumah sementara seluruh setan dirumah ini sedang berkumpul diruang makan. "Lebih pantas julukan setan dari pada manusia untuk kalian yang sama sekali tidak berprikemanusiaan," batinku dalam hati. Sudah menjadi kebiasaan mereka tidak akan pernah mengijinkan ku untuk makan bersama. Maka dari itu aku harus bisa berpikir bagaimana aku mendapatkan sarapan dan makan malam setiap harinya.
Aku berangkat menggunakan angkutan sekolah yang selalu menjemput anak anak. Benar jika memang sekarang ada angkutan khusus untuk pelajar dan ini meringankan beban ku sedikit. "Setidaknya masih ada jalan yang bisa ku lewati untuk ke sekolah tanpa memikirkan akan datang terlambat," ujarku lirih. Aku menikmati perjalanan dengan memakan bekal yang ku bawa saat ini mengganjal perut kosong ku. Aku hanya memakan sayuran saja untuk tetap menjaga berat badanku agar tetap menjadi model.
"Aku bersyukur saudara tiriku itu tidak seumuran denganku jadi tidak perlu bertemu di sekolah," batinku sambil melahap sarapanku. Tidak terasa bus sekolah ini berkeliling akhirnya tiba juga di sekolahku setelah mengantarkan beberapa siswa lainnya ke sekolah lain. Aku pun bergegas memasuki pekarangan sekolah yang bisa dibilang kebanyakan hanya orang berduit sekolah disini. Tak jarang juga orang tak mampu bersekolah ke sini karena kecerdasan mereka yang mampu mengimbangi murid lainnya yang ada disini.
Aku sendiri tidak pernah memilih dalam berteman, tapi menjaga batasan agar aku tidak ikut terpengaruh dari beberapa yang tak ku inginkan. Aku memiliki dua sahabat perempuan namanya adalah Aluna dan Michelle. Selain itu aku juga memiliki satu sahabat laki laki, dia dan aku tumbuh kecil bersama. Dia tidak lain adalah Fattar Abiandra Valiant, hanya aku di sekolah ini yang mengetahui nama belakangnya. Dia memang sengaja merahasiakan nama belakangnya karena itu marga milik keluarganya.
Aku bersyukur memiliki mereka bertiga sebagai penopang ketika aku lelah. Jujur sebenarnya ibu yang aku kira ibu kandungku itu menghubungi ku dan mengatakan bahwa aku bukan putri kendung ibu dan ayah. Terkejut sudah pasti, kecewa pun juga, sepertinya aku adalah anak yang tidak diinginkan. Jika kedua orangtuaku menginginkan ku seharusnya mereka membesarkan dan mendidik ku.
Meski begitu aku bersyukur dengan berita ini dan aku memiliki alasan melakukan tes DNA. Selain untuk meyakinkanku sendiri aku bisa terbebas dari neraka jahanam itu. "Tidak apa aku tak diinginkan oleh kedua orangtua kandung ku, tapi aku buktikan aku bisa bersinar terang tanpa mereka," batinku dalam hati. Aku pun tetap bersemangat dalam bersekolah bagaimanapun meski sudah menjadi model aku harus tetap mementingkan pendidikanku. Karena tidak mungkin selamanya aku bergantung pada pekerjaan ini walaupun aku menyukai nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Murni Dewita
ceritanya menarik
mampir
2024-02-17
2
FikriWysz
Wow Amazing hehe
2023-12-01
1