"Sudahlah jangan marah! Kau menunggu sopir dari ibumu kan? Dia tadi ingin menghubungimu tapi tak punya nomormu. Dia menyampaikan bahwa ban nya sedang bocor dan ditambal. Jadi dia akan tiba sepuluh menit lagi, bersabarlah Lau."
"Tunggu dari mana kau tahu semua ini Fattar? Aku bahkan belum bercerita apapun padamu Fattar!!!"
Bukan menjawabku dia mendiamkan ku,membuatku sangat kesal. Baiklah jika itu maunya aku juga akan mendiamkannya sampai dia bercerita padaku. Enak saja dia selalu menyuruhku membagi segala sesuatu yang terjadi padaku tapi lihat sekarang dia seperti apa. Aku yang masih sangat kesal membuang muka dan mengambil jarak darinya.
"Aku tau kau marah Lau, dengarkan aku sebentar. Jika aku tidak memberitahu mu saat ini percayalah bahwa aku hanya berusaha melindungi kamu. Melindngimu dari musuh kedua orangtua kandungmu. Dan bagaimana aku mengetahui semua ini aku rasa kau mengenal latar belakangku dengan baik."
"Tapi kenapa? Kau tau semua tanpa memberi tahuku Fattar? Apa menurutmu aku tidak berhak tahu tentang kedua orangtuaku?"
"Kau berhak tahu Lau, aku sendiri akan memberitahukan disaat yang tepat. Kau percaya aku?"
"Baiklah aku percaya kamu! Jika kau mengkhianatiku aku sendiri yang akan memusuhiku!"
"Tentu Lau, disaat yang tepat dan aman bagimu akan ku beritahu. Dengan catatan kau bisa menutup rahasia itu sampai orangtua kandungmu menghampirimu. Dan kau jangan buka identitas mu sampai saat itu. Jika kamu bersedia aku akan menepati janjiku, taruhannya pun nyawamu sendiri Lau."
"Fattar, baik aku akan menepatinya. Kamu tidak mungkin berbohong padaku. Aku percaya itu."
Benar seperti perkataan Fattar sepuluh menit berlalu dan sopir itu baru datang untuk menjemputku. Tapi ketika dia turun dan bertemu pandang dengan Fattar ada sedikit gentar dalam hatinya. Aku semakin penasaran dengan apa yang aku lihat ini. Sebenernya kehidupan apa yang aku dan Fattar miliki. Seperti memiliki koneksi yang kuat saja hingga semua orang begitu baik pada kami.
"Aku menemaninya, bukankah apartemen Lau satu apartemen denganku? Aku ingin menumpang."
"Ya ya ya kapten basket silahkan," ketusku masuk ke dalam mobil.
"Aku tidak mengatakan apapun, kau tenanglah. Aku rasa kamu tahu siapa aku bukan? Aku Fattar Abiandra Valiant," terangku pada sopir Lau.
"Baik Tuan, aku mengenalmu sedari awal. Dan terimakasih belum mengatakan apapun tentang nona saya. Mari saya antar."
Fattar menyusul masuk ke dalam mobil dan duduk disebelahku. Aku masih sedikit kesal dengan sahabat nya itu, dia merasa banyak rahasia tentang dirinya yang diketahui semua olehnya. Mengingat itu membuat rasa kesal itu bergemuruh, aku hanya membuang arah pandang ke jalanan. Sudah tertebak bahwa kamu akan saling diam jika kami berselisih paham. "Memang dasarnya cowok tidak akan pernah peka! Dan mengapa juga aku nyaman hanya ketika bersamamu huh!" gerutuku dalam hati.
"Jangan mengumpatiku dalam hati Lau, kau tahu aku bisa mendengar itu."
"Siapa juga yang mengumpatimu!! Sudah kepedean tadi pagi sekarang sok tau sekali!"
"Oh ya? Jika kau benar tidak mengumpatiku seharusnya kau tidak semarah ini bukan?"
"Kau menuduhku tadi!!!"
"Hahaha, Lau kau ini aku hanya menegur biar kau tak melakukan itu. Mau berbohong kau tak cukup pintar untuk membohongi ku."
"Ya ya ya beginilah berteman dengan seorang Intel huh!"
Lagi dan lagi hanya kekehan darinya yang ku dengar. Jika dia bukan sahabatku mungkin saat ini sudah ku hajar karena kesabaran ku terhadap nya hanya setipis tisu. Bagaimana mau sabar jika dia sendiri sungguh menyebalkan dan sering kali membuat darahku naik. "Oh Tuhan kuatkan aku memiliki sahabat sepertinya!!" jeritku dalam hati.
Hening dalam perjalanan setelah perdebatan ku dengan Fattar, membuat mataku terasa berat kembali. Senyaman ini ternyata menaiki mobil pribadi, andai saja dari dahulu aku merasakan hal ini mungkin akan lebih menyenangkan. Tak terasa mataku yang berat sudah tertutup rapat saat ini. Perjalanan yang cukup memakan waktu untuk menuju sebuah apartemen.
Sebuah jitakan mendarat di keningku, membuatku terbangun dari indahnya alam mimpi. Aku membuka mataku perlahan, ku lihat sekeliling tempat saat ini. Mulutku menganga sedikit lebar tak percaya bahwa aku memasuki kawasan apartemen elit yang dihuni para darah biru atau orang berduit. Aku menelan ludahku sendiri dengan susah payah, tidakkah ini berlebihan untuk diriku.
Tapi aku sendiri tentu menyukai apa yang aku lihat. Memang apartemen ini sedikit jauh dari sekolahku tapi dekat dengan tempatku kerja. Sepertinya ibu sudah merencanakan semua ini dengan matang. Segera lekas turun dari mobil aku mengikuti kemana sopir itu berjalan. Dan tentu dengan si Fattar yang selalu mengikuti kami.
"Kau tidak pulang apa Fattar?"
"Iya ini aku pulang, apa kau lupa aku itu memiliki apartemen disini juga. Jadi setiap hari kau akan bertemu denganku Lau!" tukasnya dengan kekehan.
"Oh astaga apalagi ini? Aku ingin tenang tapi kenapa harus Fattar? Setiap hari Kamis hanya akan bertengkar tanpa henti. Membayangkan hanya membuat tekanan darahku tinggi saja," batinku dalam hati. Kali ini aku masih mengikuti sopir sampai di lantai VVIP, dimana Fattar ternyata memiliki apartemen di lantai VVIP juga. Letak apartemen ku dengan ya tidak begitu jauh, hanya ada jarak 2 apartemen lagi.
Sopir itu kemudian membuka pintunya dan mempersilahkan aku masuk ke dalam. Aku sangat terpukau melihat semua ini, kemewahan dari setiap sudut apartemen ini sangat indah. Aku melihat seluruh ruang di apartemen ini aku masih tidak menyangka bahwa ternyata aku masih memiliki ibu yang sangat baik. Aku juga melihat lemari es yang ada dan seperti dugaan ku ibu mengisi penuh lemari es itu. Aku segera menelepon ibu karena ingin mengatakan rasa terimakasih ku padanya.
"Halo ibu? Apa ibu sangat sibuk saat ini?"
"Tidak Rachel, ada apa menelpon ibu? Apa perlu sesuatu?"
"Tidak kok Bu, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih padamu ibu. Kau memberikan apartemen yang begitu mewah, terimakasih juga sudah mengisi penuh lemari es."
"Sudah menjadi tugas seorang ibu melihat putrinya bahagia. Maafkan ibu baru datang kembali untukmu. Tapi waktu itu ibu mengalami masa sulit dalam kejiwaan ibu. Ibu terguncang dipisahkan darimu, tapi sekarang ibu sudah baik baik saja."
"Ibu maafkan aku, aku pernah berfikir bahwa ibu sudah melupakan aku. Aku sangat menyayangimu Bu. Jika aku sudah lulus aku ingin menghampiri ibu apa boleh?"
"Tentu boleh, bukankah kamu ada di kelas 12? Kau ingin kuliah dimana Rachel?"
"Aku sebenarnya ingin menjadi desainer Bu, bolehkah aku berkuliah di Paris saja? Aku muak bertemu ayah jika masih satu negara dengannya."
"Tentu boleh, ibu akan menemani kamu di Parsi nanti. Sekarang fokus dengan apa yang ada di depan kamu. Untuk kampus nanti ibu carikan."
"Terimakasih Ibu, aku menyayangimu Bu!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments