Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia dan tentu dengan keluarga harmonisnya. Tapi tidak semua keberuntungan itu diraih setiap orang. Seperti keluarga ku sendiri yang sudah berantakan karena pengkhianatan ayahku.
Semua kejadian ini aku alami ketika aku masih sangat kecil. Dimana seharusnya seumuran ku masih mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari kedua orangtuanya. Tapi saat itu aku berjuang mandiri dan ditahan ayahku untuk tak ikut pada ibu.
"Jika waktu itu aku ikut ibu apakah nasibku jauh lebih baik dari pada aku ikut ayah saat ini," batinku. Hembusan nafas berat hanya itu yang mampu aku lakukan saat ini. Sejak ayahku menikah lagi dan memiliki seorang putri sendiri ia mulai mengabaikan ku. Tak hanya itu bahkan ibu tiri dan saudaraku sungguh sangat menyiksaku dalam rumah bak neraka ini.
Hingga saat aku memasuki sekolah menengah atas aku memutuskan untuk bekerja. Waktu itu aku menerima tawaran dari sahabatku untuk menjadi model majalah remaja. Aku rasa tidak ada yang salah dengan pekerjaan ku dan tentu aku melakukan ini tanpa sepengetahuan keluarga tiriku. Ntah mengapa aku merasa bahwa aku bukan lagi anak dari ayah dan ibuku. Bagaimana bisa seorang ibu dan ayah kandung akan diam saja ketika anaknya mengalami ketidak adilan? Bukankah itu sesuatu yang sangat jarang terjadi? Itulah yang terlintas di benakku.
Aku bekerja selepas pulang sekolah, pekerjaanku tidak mengganggu nilai ku sama sekali. Tapi pekerjaan art dilimpahkan padaku saat aku tiba dirumah ini. Sungguh memuakan sekali berada dalam rumah ini. Aku sangat berharap ada seseorang yang bisa membuatku keluar dari neraka yang mereka ciptakan untuk ku. Tentu mereka tidak lain adalah ibu tiriku dan adik tiriku.
Aku menahan semua rasa sakit dihati ku ini setidaknya sampai uang tabungan khusus untuk membeli apartemen sudah cukup. Benar sekali aku selalu membagi tabunganku sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup ku yang akan datang setelah pergi meninggalkan rumah ini. Sebagian ku sisihkan untuk bertahan hidupku itu tidak banyak, karena aku harus berhemat. Lalu untuk yang lain aku menabung untuk investasi kepada bank, lalu aku juga kerap kali menabung emas batangan setidaknya 3 bulan sekali aku membeli dan menyimpan dalam bank. Sisanya lagi aku gunakan untuk membuka butik ku sendiri nanti. Dengan itu semua jika aku keluar dari neraka ini aku tidak akan menjadi gelandangan dan masih bisa bertahan hidup.
Dengan keterpaksaan yang sangat mendalam aku mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. Rasanya sangat lelah sekali selepas melakukan pemotretan yang begitu panjang. "Tidak apa satu bulan lagi tabunganku cukup membeli apartemen sederhana yang jauh dari rumah ini dan dekat dari tempat kerjaku," kataku dalam hati menguatkan diriku dalam neraka pedih.
"Rachel apakah semua makan malam sudah siap!" teraik wanita paruh baya yang ku juluki nenek lampir itu. "Tentu sudah nyonya aku tidak sepemalas penghuni rumah ini," ujarku berlari masuk kamar dan ku kunci pintunya. "Huft... Lega sekali bisa terlepas dari nenek Lampir gila itu. Untung tadi aku makan malam di tempat kerjaku setidaknya aku tidak akan kelaparan malam ini."
Lelah yang menumpuk pada tubuhku sepertinya aku harus segera membersihkan tubuhku dengan air hangat. Terdengar jelas dari dalam kamar mandi yang letaknya di dalam kamarku bahwa nenek lampir itu sedang menyumpah serapahi diriku. "Bodo amat dikira aku akan tetap diam? Sudah cukup bukan aku juga sudah memasukan tes DNA antara rambutku dengan ayah dan ibu."
Aku tidak tahu bahwa menyimpan rambut ibuku waktu itu bisa berguna juga. Aku akan menggunakan tes DNA ini sebagai jawaban dari segala macam pertanyaan ku. "Aku yakin aku bukanlah anak kalian berdua, mari kita lihat permainan apa yang akan aku buat untuk pergi dari rumah ini tanpa hambatan apapun. Selamat menikmati hari hari tanpa diriku sebagai babu kalian Mak lampir dan anak lampir!"
Selepas membersihkan tubuhku aku segera merebahkan diriku di atas ranjang empuk milik ku itu. "Setidaknya kamu masih bersikap baik padaku aku menyayangi kalian yang benda mati dari pada orang yang bernafas dalam rumah ini.". Aku hanya menggunakan jubah mandi ku lalu terlelap dalam mimpi. Sudah menjadi kebiasaan ku karena tubuhku sudah terlalu capek hanya untuk sekedar memakai piyama. Biarkan sajalah tubuhku juga sudah kering dengan handuk tadi. Beginilah keseharian ku bila pemotretan sampai jam 8 malam.
Waktu sebelum subuh aku sudah terbangun, tentu seperti biasanya aku yang menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni rumah. Tentu saja aku mengerjakan sepagi ini untuk mengambil bagianku terlebih dahulu lalu menempatkannya dalam tas. Jika tidak begitu aku tidak akan mendapat sarapan karena keserakahan mereka. Kemudian aku segera untuk kembali ke dapur menyiapkan semua diatas meja makan. Setelah selesai dengan urusan dapur aku kembali ke kamar dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Tepat setengah enam seperti biasanya aku akan meninggalkan rumah sementara seluruh setan dirumah ini sedang berkumpul diruang makan. "Lebih pantas julukan setan dari pada manusia untuk kalian yang sama sekali tidak berprikemanusiaan," batinku dalam hati. Sudah menjadi kebiasaan mereka tidak akan pernah mengijinkan ku untuk makan bersama. Maka dari itu aku harus bisa berpikir bagaimana aku mendapatkan sarapan dan makan malam setiap harinya.
Aku berangkat menggunakan angkutan sekolah yang selalu menjemput anak anak. Benar jika memang sekarang ada angkutan khusus untuk pelajar dan ini meringankan beban ku sedikit. "Setidaknya masih ada jalan yang bisa ku lewati untuk ke sekolah tanpa memikirkan akan datang terlambat," ujarku lirih. Aku menikmati perjalanan dengan memakan bekal yang ku bawa saat ini mengganjal perut kosong ku. Aku hanya memakan sayuran saja untuk tetap menjaga berat badanku agar tetap menjadi model.
"Aku bersyukur saudara tiriku itu tidak seumuran denganku jadi tidak perlu bertemu di sekolah," batinku sambil melahap sarapanku. Tidak terasa bus sekolah ini berkeliling akhirnya tiba juga di sekolahku setelah mengantarkan beberapa siswa lainnya ke sekolah lain. Aku pun bergegas memasuki pekarangan sekolah yang bisa dibilang kebanyakan hanya orang berduit sekolah disini. Tak jarang juga orang tak mampu bersekolah ke sini karena kecerdasan mereka yang mampu mengimbangi murid lainnya yang ada disini.
Aku sendiri tidak pernah memilih dalam berteman, tapi menjaga batasan agar aku tidak ikut terpengaruh dari beberapa yang tak ku inginkan. Aku memiliki dua sahabat perempuan namanya adalah Aluna dan Michelle. Selain itu aku juga memiliki satu sahabat laki laki, dia dan aku tumbuh kecil bersama. Dia tidak lain adalah Fattar Abiandra Valiant, hanya aku di sekolah ini yang mengetahui nama belakangnya. Dia memang sengaja merahasiakan nama belakangnya karena itu marga milik keluarganya.
Aku bersyukur memiliki mereka bertiga sebagai penopang ketika aku lelah. Jujur sebenarnya ibu yang aku kira ibu kandungku itu menghubungi ku dan mengatakan bahwa aku bukan putri kendung ibu dan ayah. Terkejut sudah pasti, kecewa pun juga, sepertinya aku adalah anak yang tidak diinginkan. Jika kedua orangtuaku menginginkan ku seharusnya mereka membesarkan dan mendidik ku.
Meski begitu aku bersyukur dengan berita ini dan aku memiliki alasan melakukan tes DNA. Selain untuk meyakinkanku sendiri aku bisa terbebas dari neraka jahanam itu. "Tidak apa aku tak diinginkan oleh kedua orangtua kandung ku, tapi aku buktikan aku bisa bersinar terang tanpa mereka," batinku dalam hati. Aku pun tetap bersemangat dalam bersekolah bagaimanapun meski sudah menjadi model aku harus tetap mementingkan pendidikanku. Karena tidak mungkin selamanya aku bergantung pada pekerjaan ini walaupun aku menyukai nya.
Hari ini masih seperti hari hari sebelumnya untuk ku tak ada yang berubah. Aku adalah Dechantry Rachel Siregar, nama ini diberikan oleh ayahku. Semua orang mengenalku dengan nama itu, tapi tanpa ku duga ternyata itu nama palsu untuk ku. Selama ini ibu yang ku anggap ibu kandung sudah terlebih dahulu membuat akte kelahiran untuk ku.
Aku semakin terkejut bukan main ternyata selama ini ibuku mengawasi ku dari jauh. Dia juga sudah meminta sekolah membuatkan dua berkas untuk ku, tentu semua itu ditangani dengan uang oleh ibu. Aku heran dan juga terkejut ternyata orangtuaku tidaklah membuang ku seperti yang ku duga. Aku lahir memang dari rahimnya, tapi yang sebenarnya adalah sepasang suami istri itu telah menitipkan benih mereka dalam kandungan ibu. Semua dikarenakan rahim sang istri yang lemah hanya itu yang aku tahu.
Flashback on
Tengah malam kemarin saat semua orang terlelap aku belum bisa tertidur. Banyak hal mengganggu pikiranku, benar aku memikirkan dimana keberadaan kedua orangtuaku saat ini. Rasanya aku ingin bertemu dan bertanya pada mereka mengapa membuang ku.
Tidak lama lamunan ku buyar karena getaran ponselku, saat aku melihatnya terkejut ternyata itu nomor ibuku. Segera ku angkat barangkali ibu tahu tentang kedua orangtuaku.
"Assalamualaikum Bu, ibu apa kabar?"
"Ibu baik, kamu belum tidur? Bukankah di Indonesia sudah malam ini?"
"Maaf Bu, aku tidak bisa tertidur. Aku lelah dengan sikap orang rumah, bahkan sekarang kamarku diletakan di dekat para pembantu rumah ini."
"Maafkan ibu, betahanlah hingga 3 tahun setelah itu ibu janji akan mempertemukan kamu dengan kedua orangtua kandungmu. Saat ini ibu belum bisa maafkan ibu, tapi ibu bisa membantu kamu keluar dari rumah itu tanpa menunggu tabungan kamu."
"Maksud ibu? Ibu tahu rencana ku untuk keluar dari rumah ini? Aku tidak pernah mengatakan itu pada siapapun kecuali pada Fattar, apakah?"
"Iya kau benar dan ibu juga mengirimkan seseorang untuk menjagamu sejak ayahku memisahkan kita. Ibu tahu bahwa kamu mungkin memang bukan anak ibu, tapi percayalah ibu sudah menganggap kamu putri kandung ibu. Bagaimanapun ibu mengandung dan melahirkan kamu."
"Terimakasih banyak ibu, aku hampir membenci ibu karena ibu tak pernah memberiku kabar. Aku merasa ibu tak sayang aku lagi, tapi aku salah maafkan aku ibu."
"Tidak apa, ibu akan mengirim beberapa uang cukup untuk menambah tabungan kamu membeli sebuah apartemen elit. Janganlah menyiksa diri dengan apartemen sederhana Rachel, ibumu ini masih mampu. Dan kamu tinggal mengikuti apa yang ibu katakan kamu tahu kan?"
"Baiklah Bu aku tidak akan melawan lagi lebih cepat lebih baik aku bisa keluar dari neraka ini. Jadi apa yang harus aku lakukan Bu? Hasil tes DNA masih satu Minggu lagi, jadi aku bertindak setelah itu bukan Bu?"
"Benar tapi kau harus memalsukan dahulu, kau katakan pada dokter atau perawat bahwa hasilnya harus kau sebagai anak kandungku tapi tidak dengan ayahmu. Hanya itu caranya Rachel, aku harap kamu bisa mengerjakan ini dan aku akan membelikan mu apartemen. Untuk tabunganmu bisa kau tabungkan lagi di bank, ibu sudah tau apa yang kamu lakukan selama ini."
"Ibu terimakasih banyak atas bantuanmu, terimakasih masih hadir dalam hidupku dan membantuku. Aku menyayangimu Bu, aku berjanji akan menjadi wanita karir yang hebat!"
"Baiklah ibu tunggu itu, dan jika bisa lebih cepat dari 3 tahun ibu akan segera mempertemukan kalian nanti."
"Baiklah Bu, aku akan tetap menunggu janjimu. Selamat malam ibu, bermimpi lah yang indah dan tidur nyenyak."
Flashback off
Selepas berbicara dengan ibu membuatku sedikit lega. Mungkin benar meski aku bukan anak kandungnya tapi dia mengandung dan melahirkan ku dan ikatan batin kami masih terhubung. Sekarang tidak ada lagi yang harus aku khawatirkan mengenai kedua orangtuaku, dia juga masih ingin menemui ku ternyata. Kegelisahan ku lenyap dan membuatku terlelap dalam mimpi yang indah.
Pagi menyambutku dengan dingin, aku terpaksa harus bangun sebelum subuh untuk menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah bagian lantai bawah. Karena lantai atas aku tak pernah menggunakan dan dilarang keras bagiku untuk kesana. Tentu larangan oleh ibu tiriku dan adik tiriku. Tunggu dulu seharusnya bukan saudara tiri bukan kami tidak memiliki hubungan darah sama sekali.
Selepas melakukan semua tugas itu aku bersiap untuk pergi ke tempat kerjaku, hari ini adalah hari Minggu. Jadi aku akan keluar saat seluruh orang di rumah ini masih tertidur. Selesai bersiap namun kenyataan tak sesuai harapan, ayahku sudah duduk dan makan di meja makan. Aku hanya memutar kedua bola mataku dengan malas, aku tetap berjalan keluar tanpa melihatnya.
"Mau kemana kamu sepagi ini?"
"Apakah itu menjadi penting bagi ayah? Tidak bukan? Bahkan aku meninggal pun kau akan lebih senang, beban mu akan hilang. Tenang saja sebentar lagi beban mu akan hilang, dan aku sudah menjadi babu gratisan selama ini. Jadi impas dengan kau yang membesarkan ku, dan aku membayarnya juga sebagai babu selama sembilan tahun ini. Lebih tepatnya dimulai saat usiaku tujuh tahun," balasku sinis bergegas keluar .
Tidak ada lagi tanggapan dari ayahku, aku segera memanfaatkan kesempatan ini untuk pergi. Selama ini aku berpergian dengan kendaraan dan supir dari ibu, belum lama ini lebih tepatnya. Semenjak ibu mulai menghubungi ku lagi, saat itu pula aku mendapatkan ini. Lagi lagi aku mengucapkan syukur setidaknya masih ada kehangatan sosok ibu yang telah lama hilang dari ku.
Kali ini aku tidak lagi kesusahan mencari angkutan umum, membayar biaya dan datang terlambat. Tentu aku juga membeli dua porsi salad untuk diriku sendiri, jika boleh jujur aku sangat lapar hari ini. Mungkin efek memasak masakan yang sangat enak membuatku kelaparan. Aku memakan salad sembari menunggu orang yang akan merias dan beberapa mitra kerjasama untuk mengiklankan produknya. Baru kali ini juga aku datang lebih awal biasanya sangat susah aku berangkat awal.
"Wah tumben sekali kamu datang lebih awal Rachel?"
"Tentu si tua bangka itu dan nenek lampir tidak mengusik ku hari ini. Jika aku datang lebih awal setidaknya aku bisa sarapan haha," ucapku sambil tertawa sumbang.
"Kamu yang sabar, apakah kamu masih kuat tinggal disana satu bulan? Aku bisa membantumu untuk meminjamkan uangku untukmu membeli sebuah apartemen, jika kamu mau."
"Tidak perlu Nasyitha, aku sudah membelinya satu Minggu lagi aku akan keluar dari rumah, doakan saja jalanku dipermudah untuk pergi."
"Tentu aku akan berdoa untukmu, kamu kawan terbaik sampai saat ini. Tidak seperti yang lain menggigit ku dari belakang."
"Aku tidak akan mengusik ketenangan seseorang jika bukan dia dahulu yang menggangguku, Nasyitha."
"Aku kagum padamu, aku akan belajar darimu menjadi kejam hahaha."
"Bisa saja kau, kau pasti bisa ingatlah satu hal seseorang yang tulus seratus persen di dunia ini tidak ada. Bahkan terkadang orangtua pun masih menjadikan anaknya aset di masa depan. Aku benar bukan? Bahkan tetap setia kucing dan anjing yang kita pelihara, itulah pandanganku."
"Jadi dari situ kamu bisa bersikap seperti sekarang? Tampaknya susah bagiku, meski disakiti berulang kali untuk membalas aku tak mampu."
"Bukan tidak mampu, mungkin hati dan pikiran kamu harus terbentur sesuatu yang lebih keras lagi. Aku yakin seorang yang baik bisa menjadi bringas tanpa ampun ketika ia benar benar disakiti tanpa abis," ujarku kemudian berlalu meninggalkan Nasyitha karena namaku dipanggil.
Aku dan Nasyitha dekat namun hanya sebatas di lingkungan kerja. Aku tidak tahu mengapa tapi menjadikan dia sahabat ku saati ini aku rasa ada yang ku takutkan. Bukan takut tapi lebih tepatnya aku ragu pada sikapnya itu. Dia baik dan seringkali disakiti dan dikhianati orang terdekatnya, sangat miris. Tapi dirinya sendiri juga tidak mampu untuk melawan, aku kurang menyukai sikapnya.
Saat ini aku melangsungkan pemotretan dengan beberapa merek yang cukup terkenal. Aku bersyukur sekali ternyata aku diberi jalan untuk memperjuangkan kehidupan ku di masa ini dan masa depan. Meski aku haru menelan pil pahit keluarga hancur, dan tidak mengetahui siapa orang tua kandungku. Setidaknya aku masih bisa bertahan, masih banyak yang lebih sulit dariku. Hanya itulah yang memotivasi diriku ini.
Hingga tiba jam lima sore aku selesai dalam sesi pemotretan yang sedikit panjang. Aku tidak menyangka karena banyak brand yang ingin aku menjadi model iklan mereka. Aku bersyukur kembali dan yakin bahwa aku akan segera mendapatkan kebahagiaan ku. Aku yakin akan terlepas dari neraka jahanam, dan si tua bangka itu. Setelah itu aku akan menutup akses komunikasi antara aku dan keluarga kejam itu. Ketenangan hidupku jauh lebih dari segalanya dari pada mereka hanya saat ini aku harus bertahan sembari menunggu hasil tes DNA. Tadi pagi aku sudah menelpon dokter kepercayaan ku dan ia mau memalsukan ini demi aku, sungguh baiknya beliau.
Aku tiba pukul enam sore dan meleset ke kamarku untuk berganti baju. Untung tadi seperti biasa aku sudah makan disana dan tinggal membereskan makan malam saja. Aku segera bergegas ke dapur dan memasak hanya tiga menu makanan. Jujur aku lelah menuruti kemauan mereka yang mengharukan banyak varian menu dengan jumlah porsi sesuai dan pas. Sungguh muak bukan jika saja aku bisa pergi saat ini tapi aku harus bertahan hanya lima hari lagi.
"Bagus kamu baru pulang dan memasak? Kamu kira kami ini tidak kelaparan apa? Aku tidak mau tahu jam tujuh malam sudah harus bersiap rapi masak beberapa hidangan karena ada tamu penting yang akan datang ke rumah! Dan kamu kerjakan sendiri awas meminta orang lain membantu ataupun kamu membeli dari luar!" bentaknya padaku.
Oh astaga nenek lampir ini ingin sekali aku mengunyah bibir itu. Seenak jidat menyuruh ku ini itu. Kalaupun membeli sudah pasti dengan uangku sendiri, lelah sekali menghadapi dia dan putri gilanya itu. Aku memutar otak dengan bahan yang ada aku harus membuat tujuh menu varian lagi.
"Heh kamu dengar tidak! Jika diajak bicara itu jawab bukan hanya diam!"
"Ya ya ya aku dengar tak usah berteriak atau akan ku buat rumah ini kebakaran dan tutup mulutmu itu nenek lampir karena kali ini aku tidak main main untuk membakar rumah ini. Kau mengerti?" ketusku padanya.
"Dasar anak kurang ajar malah mengataiku nenek lampir! Awas jika kau berani membakar rumah ini akan ku bakar kau hidup hidup terlebih dahulu."
"Oh ya? Kau lihat tusuk bambu ini sudah ku lumuri minyak jika aku letakan ke kompor yang menyala dan aku jatuhkan pada kain dan kayu disemua sudut dapur bagaimana? Kita mati berdua romantis bukan ibu tiriku yang jahanam?"
"Hentikan!! Baik aku akan pergi dan cepat bereskan semuanya itu!"
Aku sudah sangat muak tak ku hiraukan lagi lebih baik cepat aku selesaikan dan beristirahat dengan tenang. Besok adalah hari Senin dan aku libur untuk pemotretan besok. Karena job hari ini sangat memuaskan aku diberi libur tiga hari yang akan ku manfaatkan perawatan ke klinik kecantikan dan salon. Selain itu juga aku akan mengambil hasil tes DNA itu. Dan yah satu lagi menemui orang suruhan ibu yang akan mengantar dan memperlihatkan apartemen yang sudah ibuku siapkan. Lega rasanya akan keluar dari sini dan semua berkat ibuku, bahagia sekali aku saat ini.
Pagi ini tidak ada yang berubah aku melakukan semua seperti yang biasa aku lakukan. Bahkan sebelum setengah enam aku sudah bergegas keluar karena supir yang ibu siapkan sudah menungguku. "Senikmat inikah diperlakukan seperti seorang anak pada layaknya meski aku tak bisa memeluk dan bercerita langsung padamu ibu. Tapi terimakasih untuk semuanya, Bu," batinku dalam hati.
"Non nanti jika berkenan sepulang sekolah saya akan menjemput dan mengantarkan nona untuk melihat apartemen yang sudah ibu nona siapkan," ujar sopir itu dengan sopan.
"Tidak apa pak, lebih cepat lebih baik. Aku ingin segera keluar dari rumah itu, mereka memerlukan ku seperti upik abu. Aku lelah dan ingin berhenti dengan keluar dari rumah itu."
"Baik non, jika nona membutuhkan sesuatu nona bisa meminta bantuan pada saya."
Aku terdiam sebentar mengingat besok harus kemana, teringat oleh ku bahwa besok hasil tes DNA akan keluar.
"Pak besok maukah kamu mengantarkan ku ke rumah sakit dekat dari tempatku kerja? Aku ingin mengambil hasil tes DNA yang bisa membuatku terusir dari rumah itu."
"Baiklah nona besok akan saya antar kan, nona belum sarapan pastinya kita akan mampir ke sebuah tempat makan terlebih dahulu."
"Terimakasih Pak, bapak juga ikut sarapan nanti ya," ujarku tak enak hati.
Memang benar jika hari ini aku tidak sempat menyisihkan sebagian sarapan untuk ku. Meninggalkan rumah itu secepat mungkin adalah hal ternyaman bagiku. Siapa juga yang akan betah hidup dengan keluarga gila seperti mereka. Lebih baik seperti ini menjauh dan jarang bertemu lebih baik.
Aku terdiam teringat kemarin malam memasak banyak makanan tapi aku tidak diperbolehkan melihat tamu itu. Siapa tamu itu apakah sangat penting bagi mereka para dedemit. "Ah, sudahlah yang penting aku akan keluar dan bukan menjadi urusanku lagi. Akan ku pastikan bahwa hubungan ini akan putus pada esok hari," lirihku dalam hati.
Setibanya di restoran aku memasan makanan yang tidak begitu berat. Mau bagaimanapun lebih baik menjaga daripada mengobati. Yang ku maksud adalah menjaga berat badan, pola makan serta gizi yang ku makan. Semua ini ku lakukan hanya demi karir yang sedang ku emban tetap berjalan dengan baik.
Aku dan sopir dari ibu memakan apa yang kami pesan masing masing. Setelahnya aku segera diantar ke sekolah, karena di mobil pribadi aku memutuskan untuk tidur. Bayangkan saja setiap hari aku hanya tidur 3 jam agar bisa melakukan banyak hal dan tidak terlambat. Maka dari itu rasa kantuk ini menumpuk membuatku tak terasa memejamkan mata dengan erat.
"Nona sudah sampai maaf jika saya membangunkan nona," ucapnya sopan membangunkanku.
"Terimakasih pak, nanti aku keluar pukul tiga sore. Bapak bisa menjemput ku di jam itu."
Setelah mengatakan hal itu aku bergegas keluar dari mobil dan meleset masuk ke dalam sekolah. Hari ini tidak tahu mengapa aku begitu bersemangat mungkin karena besok akan drama yang indah. Drama yang mana aku adalah sutradara dan aktris utamanya. Drama yang sudah aku rencanakan agar mereka mengusir ku, sangat menyenangkan membayangkannya saja membuatku tersenyum bahagia.
Hari ini sekolah masih sangat sepi, aku memasuki ruang kelas yang kosong itu. Aku duduk di kursi yang selalu menjadi tempat duduk favorit ku. Tentu Fattar duduk di sebelahku, dan Aluna serta Michelle duduk di belakangku. Karena begitu sunyi aku mendengarkan musik dari ponselku dengan earphone yang selalu ku bawa kemanapun. Terlarut dalam alunan musik membuatku tertidur dengan sempurna.
Satu per satu murid mulai berdatangan memenuhi ruang kelas namun aku masih terlelap. Sampai akhirnya seseorang melepas paksa earphone ku lah membuat mata ini terbuka dengan berat. Aku sedikit terkejut melihat ruangan yang kosong sudah terisi hampir penuh. Tentu aku juga terkejut dengan keberadaan Fattar yang ada di hadapanku sekarang. Kesadaranku belum sepenuhnya terkumpul, rasa kantuk masih ada tapi harus ku tepis.
"Fokuslah sebentar lagi kelas akan dimulai, aku tau aku tampan Rachel!"
"Fattar kenapa kamu sangat percaya diri huh? Aku hanya terkejut melihat kelas yang sudah penuh. Tadi masih sangat kosong jadi kau jangan kepedean!"
"Bagaimana mau penuh saat kau datang bahkan sebelum jam enam Rachel?"
"Bagaimana kau bisa tau? Apa kau mematai ku?"
"Iya setiap apapun yang kau lakukan bahkan saat kau mandi tanpa selai benang!"
"Fattar!!!!" teriak ku spontan yang hanya dibalas dengan kekehan darinya.
Aku tidak tahu mengapa dia begitu menyebalkan sekali. Bisa bisanya berujar seperti itu dengan santai. Aku sangat malu mendengarnya bagaimana jika ada yang mendengar obrolan kami tadi. Aku menatapnya tajam dan dia tertawa lepas sehabis menjahili ku. Seperti ini lah aku dan Fattar dalam kelas sudah banyak yang mengetahui kedekatan kami. Jadi mereka tidak heran lagi tidak seperti saat kelas satu. Banyak sekali yang membenciku hanya karena Fattar bisa hangat kepadaku dan cuek kepada semua gadis di sekolah ini.
Aku sendiri tidak heran dengan sikapnya, karena Fattar sendiri hanya akan bersikap hangat hanya pada orang tertentu. Dan aku sendiri tidak peduli pada beberapa gadis yang memusuhiku hanya karena Fattar. Aku sendiri mengakui dia sangat tampan, berkharisma dan misterius. Bahkan aku yang sudah berteman dengan nya dari kecil masih belum mengetahui apapun tentangnya secara rinci. Fattar seolah memiliki segudang rahasia yang sulit untuk ku tembus.
Tak lama kemudian guru memasuki kelas ku dan pembelajaran dimulai. Tiba saat yang ku tunggu yaitu waktu pulang sekolah. Karena aku tidak sabar untuk melihat apartemen itu. Seperti biasa Aluna dan Michelle menunggu jemputan dan aku bergabung dengan mereka saat ini.
"Rachel? Tunggu apakah kau dijemput hari ini? Apakah ayahmu sedang kerasukan sesuatu?" ujar Aluna menatapku penuh keheranan.
"Hahaha, mana ada tua bangka itu menjemputku Luna? Aku menunggu sopir dari ibuku, Luna. Dia baru saja menghubungi ku beberapa hari yang lalu. Dia juga yang akan membantuku keluar dari rumah."
"Wah ibumu baru menghubungi kamu setelah sekian lama Rachel? Syukurlah dia ada saat kau benar benar lelah bukan?" sahut Michelle.
"Kau benar Chel, tapi yang aku senang adalah hari ini aku akan melihat apartemen yang ibuku belikan. Oh ya dan besok kemungkinan besar aku akan terusir dari rumah jahanam itu."
"Bagaimana bisa Rachel? Mereka sangat tidak menginginkan kamu pergi karena memanfaatkan tenagamu itu," tanya Aluna dengan kebingungan.
"Aku akan membuat drama percikan kebencian yang akan membuatku terusir. Benar sekali aku bukanlah anak kandung dari ayahku itu."
"Wah Rachel, apakah kau perlu bantuan kami?" tawar Michelle.
"Tidak Michelle ibuku yang membantuku kali ini meski dari jauh. Dan kalian jika aku sudah tinggal di apartemen jangan lupa menginap ya!!" seruku pada kedua sahabat ku.
Tak terasa jemputan Aluna dan Michelle sudah tiba. Aku masih menunggu sopir dari ibu untuk tiba, sedikit menaruh curiga padahal aku sudah mengatakan pulang pukul tiga sore. Sudah setengah jam berlalu belum ada tanda bahwa ia datang. Aku menghembuskan nafas lesu sepertinya lebih baik aku pulang saja saat ini.
"Mau kemana kau Lau?" sapaan itu membuat langkahku terhenti.
"Fattar? Kau belum pulang dari tadi?"
"Kau lupa apa? Aku ini kapten tim basket bagaimana meninggalkan timku yang berlatih?"
"Ya ya ya kapten, aku kan lupa jika kau hari ini ada latihan. Tapi kenapa kau selalu memanggilku Lau dari kecil?"
"Kau akan tau nanti bukan sekarang, dan hanya aku nanti yang akan memanggilmu seperti itu mengerti?"
"Kau selalu saja begitu Fattar aku kesal padamu!"
"Sudahlah jangan marah! Kau menunggu sopir dari ibumu kan? Dia tadi ingin menghubungimu tapi tak punya nomormu. Dia menyampaikan bahwa ban nya sedang bocor dan ditambal. Jadi dia akan tiba sepuluh menit lagi, bersabarlah Lau."
"Tunggu dari mana kau tahu semua ini Fattar? Aku bahkan belum bercerita apapun padamu Fattar!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!