Hujan Di Bulan Juni
Namaku Aynara Atmariani. Aku menikah di usia yang masih terbilang cukup muda. Setelah lulus kuliah di salah satu universitas di Semarang, yah tepatnya di usia dua puluh satu tahun aku memutuskan untuk mengakhiri masa lajangku. Aku menikah dengan kakak angkatan di kuliah, umur kami selisih lima tahun. Prayoga Eka Putra adalah nama suamiku, aku biasa memanggilnya mas Yoga. Setelah menikah suamiku di terima bekerja di Jakarta di sebuah kantor pemerintahan pusat. Mau tidak mau kami harus pindah dari Semarang ke Jakarta. Sedih rasanya harus meninggalkan kota kelahiran dan orang - orang terdekat kami.
Awal hidup di Jakarta sangatlah susah. Adaptasi dan juga biaya hidup yang mahal membuat kami harus mengencangkan ikat pinggang. Kami sementara tinggal di sebuah kontrakan kecil yang dekat dengan tempat mas Yoga bekerja. Kesepian? Tentu saja. Tapi itu tidak berlangsung lama karena aku mengandung buah cinta kami. Seorang anak laki - laki yang membawa kebahagiaan dan tentu saja rejeki istimewa untuk kami.
"Nara."
"Ya mas." jawab Aynara sambil menggendong Kenzie.
"Letakkan Kenzie di kasur." perintahnya.
"Ada apa sih?"
"Aku ingin memelukmu." Yoga menelentangkan kedua tangannya.
Aynara tersenyum melihat tingkah Yoga suaminya. Ia menuruti perintah tanpa membantah sepatah kata pun.
"Sudah." ucap Aynara.
Yoga langsung menghambur ke dalam pelukan istrinya. Ia memeluknya dengan erat. "Aku naik jabatan."
"Benarkah?" tanya Aynara seakan tidak percaya.
"Iya. Lihat ini." Yoga memperlihatkan selembar kertas berisi surat keputusan pengangkatan jabatan.
Setelah membaca, Aynara menjadi percaya dengan perkataan suaminya.
"Kita tidak akan tinggal di sini lagi. Kita akan pindah di rumah dinas yang jauh lebih luas dari ini." ucap Yoga dengan rona bahagia. "Ayo ikut aku,"
"Kemana sih mas?"
Yoga tidak menjawab pertanyaan istrinya. Ia terus menarik tangan istrinya keluar. "Lihat itu."
"Motor?"
"Iya. Motor. Kantor memberiku fasilitas kendaraan roda dua. Kita sekarang bisa jalan - jalan bersama Kenzie tanpa harus berdesak - desakan di dalam bus."
Aynara memeluk suaminya. "Selamat ya mas." ucapnya bahagia.
"Aku beruntung memilikimu Nara. Kau lah pembawa keberuntungan dalam hidupku. Aku berjanji hidup kita akan membaik sedikit demi sedikit. Aku akan membahagiakanmu."
"Terima kasih mas." mata Aynara berkaca - kaca. Walaupun ia hanya seorang ibu rumah tangga, ia berusaha sebaik - baiknya mengelola keuangan dalam rumah tangganya sehingga dengan gaji yang terbilang masih kecil mereka bisa terus bertahan di tengah mahalnya hidup di ibukota.
Aynara tidak pernah menuntut apapun dari suaminya termasuk ketika suaminya tidak mengijinkannya bekerja. Begitu Aynara lulus kuliah ia langsung menikah dengan Yoga. Orang tuanya tidak mau mereka berpacaran terlalu lama karena Aynara anak perempuan satu - satunya di keluarganya, kakak laki - lakinya sudah meninggal ketika ia berumur sepuluh tahun karena sakit.
Aynara duduk di teras sambil menggendong Kenzie. Ditatapnya bayi laki - laki yang baru berumur tiga bulan itu dengan penuh kasih sayang. "Kau lihat sayang, kita akan pindah ke rumah yang lebih besar dan lingkungan yang lebih bersih. Terima kasih kau sudah hadir dan membawa kebahagiaan untuk kami." Aynara mencium kening bayinya.
Besok pagi mereka akan pindah ke rumah dinas yang diberikan kantor untuk Yoga Setelah menidurkan bayinya Aynara segera membantu suaminya berkemas. Memang barang yang mereka punya tidak terlalu banyak, mungkin hanya dengan menggunakan mobil pickup cukup untuk membawa semua barang mereka. Tidak masalah, Aynara sangat menikmati prosesnya.
☔☔☔☔
Yoga demi mewujudkan mimpinya untuk membahagiakan Aynara dan keluarga kecilnya bekerja membanting tulang. Kehidupan ekonomi mereka sedikit demi sedikit menjadi lebih baik.
"Nara, besok Mama mau melihat rumah baru kita."
"Menginap?"
"Iya. Perjalanan kan jauh."
"Mama sendirian mas?"
"Nanti di antar Dina. Kamu kan tahu adikku satu - satunya itu kepingin jalan - jalan di Jakarta. Nanti kamu ajaklah mereka sekali - kali."
"Siap." jawab Aynara. Setelah menidurkan Kenzie, Aynara mulai membereskan kamar yang semula digunakan untuk gudang. Ia juga membelikan kasur dan almari baru untuk mertuanya itu.
Sebenarnya hubungannya dengan Mama mertua kurang baik. Awalnya Mama tidak setuju dengan pernikahan mereka karena masih terlalu muda. Mama ingin Yoga konsentrasi ke kariernya terlebih dahulu. Tapi memang Yoga memaksa untuk mempercepat pernikahan ini karena desakan dari orang tua Aynara. Saat itu ayah sakit keras, ia ingin anak gadis satu - satunya menikah. Karena hubungan mereka sudah berjalan selama dua tahun maka ayah meminta Yoga untuk segera menikahinya.
"Kok melamun? Kenapa? Takut ketemu Mama?" Yoga memeluk istrinya dari belakang.
"Iya mas, aku takut Mama tidak suka dengan kamarnya."
"Jangan terlalu di pikirkan, Mama itu sudah luluh karena kehadiran Kenzie sebagai cucu pertamanya."
"Tapi, mas Yoga kan tahu kalau sebenarnya Mama masih ragu dan tidak setuju dengan pernikahan ini."
"Nara.. yang menjalani pernikahan ini kan kita berdua. Jadi baik buruknya rumah tangga kita itu adalah tanggung jawab kita sendiri bukan orang tua. Jadi jangan terlalu kau pikirkan pendapat orang lain." Yoga mencium istrinya.
"Terima kasih mas sudah selalu memberikan aku semangat."
"Tidak usah berterima kasih. Itu sudah kewajibanku." Yoga tiba - tiba menggendong istrinya.
"Heeii... Mas Yoga mau apa?"
"Mumpung Kenzie tidur." bisiknya.
Aynara tersenyum, memang suaminya itu orang yang paling bisa membuatnya tersenyum.
☔☔☔☔
Pagi ini Yoga sudah berangkat naik taksi untuk menjemput mama dan adiknya di bandara. Jadwal pesawatnya jam sepuluh pagi, jadi siang nanti mereka sudah sampai di Jakarta.
"Mama." peluk Yoga. Ia kemudian berpindah ke adiknya.
"Dina, sudah besar kamu." Yoga memeluk adik satu - satunya itu.
"Iya mas, aku sudah mau kuliah nih." ucap Dina sambil melepas pelukan Yoga.
"Kamu tambah ganteng saja." puji mama. "Cuman___."
"Cuman kenapa Ma?"
"Kenapa sekarang kamu punya kantong mata?"
"Aku banyak lembur dikantor, Ma."
"Huh kamu ini. Memang istrimu kemana? Minimal suruh dia bekerja. Kerja sambilan apa gitu atau bisa juga jualan. Bisa membantu perekonomian kalian." ucap Mama sedikit emosi. Yoga menghela napas mendengar perkataan Mama.
"Kan Mama sudah bilang jangan nikah dulu. Kalian itu masih terlalu muda. Nah akhirnya begini kan. Hidup kalian pas - pasan." lanjutnya.
"Ma, Sudah Ma." Yoga berusaha membuat Mamanya tenang. "Jangan bahas masalah itu di sini. Kita pulang saja yuk, Nara sudah masak banyak khusus untuk Mama."
"Mama mau makan di luar saja."
"Kenapa?" Yoga keheranan melihat raut muka Mama yang masih terlihat cemberut. Mungkin saja capek.
"Mama itu nggak boleh makan asin oleh dokter."
"Terus?"
Mama melirik ke arah Dina.
"Mbak Nara itu kalau masak suka asin, bisa - bisa darah tinggi Mama kambuh." sahut Dina.
"Mama punya darah tinggi?" tanya Yoga keheranan.
"Iya, sejak mas Yoga menikah dengan mbak Nara darah tinggi mama kambuh terus."
"Mama jangan terlalu banyak pikiran."
"Orang tua mana yang nggak akan sedih melihat anaknya hidup pas - pasan kayak gini. Istri kamu itu benalu."
"Ma, jangan berkata seperti itu. Aku sangat mencintai Nara. Kehidupan kami sedikit demi sedikit menjadi lebih baik. Aku yakin Nara adalah sumber kebahagianku."
"Heh.. Lihat saja nanti. Aku yakin pikiranmu akan berubah setelah melihat sifat aslinya."
Yoga hanya menghela napas. Ia pusing memikirkan bagaimana merubah pikiran Mama agar menjadi baik dengan istrinya. "Ya sudah kita makan di luar ya." ucap Yoga. "Mama mau makan apa?"
"Sudah lama Mama tidak makan steak."
"Baiklah. Kita kesana."
Mereka bertiga berangkat menuju restoran khusus menyajikan steak. Yoga hanya ingin membuat Mamanya tenang dan bahagia. Oleh sebab itu apapun permintaan Mama nya pasti akan ia penuhi.
☔️☔️☔️☔️
"Kenapa sudah malam begini mereka belum sampai ya? Apa pesawatnya delay? Mas Yoga juga tidak mengangkat teleponku." gumam Aynara. Ia mondar mandir di ruang tamu.
Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Aynara melihat dari balik tirai dan benar saja jika itu taksi yang membawa suami dan mertuanya. Ia segera membuka pintu dan menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang di rumah kami, Ma." sambut Aynara. Ia mengulurkan tangannya tapi Mama hanya diam dan masuk ke dalam.
Yoga yang melihat istrinya kecewa berusaha menenangkannya. "Mama capek. Jangan sedih."
"Iya mas." Aynara berusaha tetap tersenyum. Ia menyusul mertuanya masuk sambil membawa koper. "Ma, aku dan mas Yoga sudah menyiapkan kamar untuk Mama istirahat."
"Makasih." jawab Mama.
"Kopernya aku taruh di kamar ya Ma?" tanya Aynara.
Mama mertuanya hanya menjawab dengan anggukan.
"Dina, kamu bantu mbak mu menaruh koper di kamar." perintah Yoga. Tanpa banyak membantah Dina menuruti permintaan kakaknya.
Setelah menaruh koper di kamar, Aynara kembali lagi dengan segelas teh hangat untuk mertuanya. "Di minum Ma. Mumpung masih hangat."
"Tidak usah, air putih saja." jawab Mama tanpa ekspresi.
"Oh, sebentar aku ambilkan di belakang." Aynara dengan cepat ke belakang mengambilkan segelas air putih. "Ini Ma air putihnya."
Mama mengambil gelas dan akan meminumnya. "Kenapa dingin sih?! Kamu mau aku sakit flu."
"Maaf Ma. Aku ganti airnya."
"Sudah tidak usah! Seharusnya kamu itu tahu seleraku. Karena aku ini Mamanya Yoga."
"Maaf Ma."
"Ma, sudahlah. Masalah air jangan di besar - besarkan." sahut Yoga.
"Tidak memperbesar tapi aku memberi pelajaran agar besok tidak salah lagi." jawab Mama. "Kalau kamu memanjakan istrimu terus ya gini ini jadinya. Tidak becus bekerja."
Aynara menarik napas panjang. Sabar Nara sabar ucapnya dalam hati. Ia memberi semangat untuk dirinya sendiri.
"Aku tidak apa - apa mas. Justru aku yang minta maaf karena kurang maksimal dalam melayani Mama di sini."
"Bagus kalau kamu tahu diri."
"Ma." Yoga bernada agak tinggi. Dengan segera Aynara memegang bahu suaminya. Ia melarang Yoga untuk membantah Mamanya sendiri.
"Mama mau makan? Aku tadi sudah masak ayam goreng dan sayur sop kesukaan Mama."
"Aku sudah makan tadi. Suamimu ini sungguh tahu kesukaan ku."
"Tadi kami sudah makan di luar." ucap Yoga.
"Aku tadi makan steak. Nah sekarang kamu tahu kan kalau aku suka makan steak."
"Iya Ma." ada raut kecewa di wajah Aynara. Ia berusaha melakukan yang terbaik agar mertuanya senang. Tapi justru yang ada adalah ia tidak di hargai sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi ia adalah orang tua suaminya. Mau tidak mau harus ia hormati seperti orang tuanya.
"Sudahlah, aku capek. Mau istirahat." Mama beranjak dari duduknya dan pergi menuju ke kamar.
Yoga langsung memeluk istrinya.
"Kenapa kamu tadi tidak bilang kalau sudah makan diluar. Aku kan nggak masak sebanyak ini."
"Maaf, Nara. Tadi aku sibuk menuruti permintaan Mama."
Aynara melihat meja makan yang penuh masakan dengan tatapan kosong. Sepertinya ia harus ekstra lagi untuk bisa mengambil hati Mama mertuanya.
☔️☔️☔️☔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
nina widanarti
hahahahahhh.. 🤣
2023-10-31
0
Retno Endang
mertua klo gak suka ya gitu,di kasih hati ya tetap kira ya taik,klo mertua Suka di kasih kentut pun bau ya wangi parfum
2023-10-31
0