"Kamu hamil?"
"Iya, aku hamil."
"Kok bisa? Bukankah kamu meminum pil setiap hari."
"Aku juga nggak ngerti bisa seperti ini. Aku kemarin sudah konsultasi dengan dokter. Dan itu mungkin saja bisa terjadi, karena pada dasarnya minum pil itu hanya bersifat sementara." Aynara menjelaskan panjang lebar. "Mas tidak suka dengan kehamilanku?"
"Bukan nggak suka, Nara. Tapi Kenzie kan masih kecil. Dan juga ekonomi rumah tangga kita juga baru membaik."
"Aku juga sudah berusaha untuk menunda dengan minum pil. Tapi tuhan menghendaki lain. Aku tidak tahu pasti ada rencana yang lebih baik di balik ini semua."
Yoga diam. Dia pergi ke kamar mandi, lama ia baru keluar.
"Aku ke teras dulu."
"Mas Yoga marah padaku?"
"Nggak, aku nggak marah. Apalagi anak adalah anugerah yang di berikan tuhan pada kita. Aku hanya ingin menghirup udara segar." jawab Yoga. "Mandi dan istirahatlah."
"Baik mas."
Walaupun seperti itu jawaban dari Yoga, tapi ada yang mengganjal hati Aynara. Reaksi Yoga tidak sebahagia waktu ia memberi tahu kehamilan Kenzie.
Sementara itu..
Yoga menyalakan rokoknya dan menghisabnya dalam - dalam. Ia memikirkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk masa depan anak ini. Padahal ia baru saja memperbaiki perekonomian mereka. Di tambah lagi dengan Mama yang ternyata meminta uang bulanan. Karena yang Aynara tahu mereka hanya membiayai kuliah Dina.
Tiba - tiba ada pesan masuk di handphone Yoga. Ternyata itu dari Jasmine.
...'Baru apa, Ga?' isi chat Jasmine....
...'Santai di teras, pusing' Yoga dengan cepat membalas....
...'Kok bisa sama ya🤔'...
...'Memang kamu pusing apa?'...
...'Biasa habis putus 😮💨'...
...'Nah kan sudah aku bilang dia bukan pria yang baik'...
...'Kamu sendiri pusing apa?'...
...'Istriku hamil lagi'...
...'Bagus donk. Itu namanya rejeki'...
...'Iya sih, cuman aku mikir biaya hidup sekarang mahal. Kau kan tahu aku baru saja naik jabatan'...
...'Mau kerja sambilan?'...
...'Memang ada?'...
...'Ada. Kalau kamu serius ntar aku kenalin ke temenku'...
...'Ok. Boleh. Kapan?'...
...'Besok gimana?'...
...'Siipp👌'...
Chat di akhiri, Yoga tampak tersenyum lega. Wajahnya sudah tidak seperti tadi. Ia seolah mendapat pencerahan setelah chat dengan Jasmine. Ia kembali masuk ke kamar dan istirahat bergabung bersama Aynara.
☔️☔️☔️☔️
"Nara."
"Ya mas." Nara menoleh ke arah suaminya. Ia sedang menyuapi Kenzie yang memang tidak bisa diam. Nara hampir saja kewalahan.
"Aku hari ini pulang telat, aku ada rapat." ucap Yoga. "Kapan kamu periksa ke dokter?"
"Besok sore."
"Ya sudah besok aku antar."
Nara menggendong Kenzie dan mengantar suaminya ke depan.
Tak berapa lama datang bu Anggis tetangga lamanya.
"Eh bu Anggis, mari masuk bu."
"Wah rumah kamu besar ya Nara."
"Alhamdulillah bu, rejekinya Kenzie." jawab Aynara merendah.
Aynara mempersilahkan bu Anggis duduk. Ia segera membuatkan secangkir teh hangat dan beberapa kue kering. "Silahkan di minum bu."
"Aku ikut senang kau memiliki rumah yang baru." puji bi Anggis. Ia mencicipi kue kering buatan Aynara. "Hmmm enak, buat sendiri?"
"Iya bu, tapi masih latihan."
"Eh tapi ini enak lo. Beneran." bu Anggis mengambil lagi kue itu. "Nara."
"Ya bu."
"Sebenarnya kedatanganku ke sini yang pertama adalah silaturahim untuk mengucapkan selamat atas rumah barumu. Dan yang kedua aku ingin menanyakan apakah kamu masih membuat roti pisang?"
Aynara terdiam cukup lama. Ia sepertinya belum bisa memberi jawaban apa - apa. Apalagi kondisinya sekarang ia baru berbadan dua.
"Saya belum bisa memberikan jawaban bu. Sebenarnya saya ingin terus melanjutkan usaha itu tapi kondisi saat ini belum memungkinkan."
"Kenapa?"
"Saya hamil anak kedua bu."
"Wah selamat ya, aku turut senang mendengarnya."
"Saya juga belum memiliki pembantu."
"Yah aku bisa maklum. Pelangganku itu selalu menanyakan roti pisang buatanmu. Katanya murah dan enak." ucap bu Anggis. "Tapi karena sekarang kondisi mu baru hamil, lebih baik fokus ke kehamilanmu dulu."
"Mbak Nara hamil lagi?" tanya Dina yang sudah ada di depan tangga.
"Iya Din."
"Gila! Ini gila!"
"Dina kita sedang ada tamu. Apa maksud perkataanmu?"
"Mbak nggak mikir apa! Kasihan mas Yoga donk mbak." teriak Dina. "Mas Yoga itu sudah banting tulang membiayai hidup mbak Nara, Kenzie, kuliahku dan juga Mama."
"Stop Dina! Kita bicarakan nanti."
Melihat situasi yang tidak kondusif bu Anggis berniat pulang. "Eh maaf, Nara. Aku sebaiknya pulang saja." pamit bu Anggis yang melihat situasi yang agak menegangkan.
"Baik bu. Terima kasih sudah mau berkunjung." jawab Aynara. "Maaf bu Anggis." Aynara merasa sungkan.
"Tidak apa - apa, permisi."
Sepeninggal bu Anggis Aynara segera menemui Dina.
"Kamu itu tahu sopan santun tidak? Tahan bicaramu, tadi itu masih ada tamu."
"Tahu. Tapi begitu mendengar kalau mbak Nara hamil membuatku emosi."
"Mas Yoga sudah tahu kalau aku hamil dan dia tidak mempermasalahkan hal ini."
"Lebih tepatnya diam dan memendam sendiri. Mas Yoga itu orangnya nggak enakan apalagi mbak Nara kan istrinya. Kenapa juga sih mbak Nara nggak KB?"
"Aku sudah minum pil setiap hari, Dina. Tapi mau bagaimana lagi memang tuhan menghendaki aku untuk hamil. Ini merupakan anugerah, banyak orang diluar sana berjuang untuk mendapatkan momongan."
"Heleh, itu hanya argumentasi mbak Nara saja untuk membenarkan kesalahan, mbak. Anak itu membawa sial." Dina menunjuk perut Aynara.
"Ya tuhan, jaga kata - katamu. Tidak ada satupun anak yang lahir di dunia ini yang membawa sial."
"Ada! Mbak Nara itu pembawa sial buat keluarga kami."
Plaakkk!!!
Dengan spontan Aynara menampar Dina. Ia sudah sangat emosi mendengar perkataan adik iparnya itu. Hatinya sakit ketika ia dan anaknya di katakan pembawa sial.
Dina memegang pipinya yang merah. "Mbak berani menampar ku?!" teriak Dina. "Mbak akan merasakan akibatnya. Lihat saja nanti." ancam Dina dan kemudian ia pergi.
"Dina! Dina! Maafkan mbak! Kamu mau kemana?!"
Dina tetap berjalan keluar tanpa menghiraukan teriakan Aynara.
☔️☔️☔️☔️
Yoga mengendarai mobilnya membelah kota Jakarta yang padat. Ia sudah ada janji temu dengan temannya Jasmine di sebuah klub malam.
Tadi siang Jasmine sudah menjelaskan bisnis apa yang akan di jalankan dan ia merasa sangat cocok bergerak di bidang itu. Ini semua harus ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Setelah sampai Yoga memakirkan mobilnya di basement. Di sana Jasmine sudah menunggu.
"Sudah ijin dengan istrimu?"
"Sudah."
"Kalau kamu ketemu dengan temanku ini, aku jamin nggak bisa sebentar. Ia orangnya asyik."
"Maksudmu?"
"Yah bisa - bisa kamu pulang pagi."
Yoga terdiam, ada keraguan. Tapi ia kemudian menarik napas panjang. "Nggak apa - apa, Nara pasti akan mengerti. Toh ini juga untuk dia dan masa depan anak - anak."
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita masuk."
Mereka berdua masuk ke dalam lift dan sampailah di lantai tiga. Begitu pintu lift terbuka terdengar dentuman musik yang keras dan juga hingar bingar lampu disco.
"Kita di sebelah sana!" teriak Jasmine.
"Apa?!"
"Kita di sebelah sana! Temanku ada di sana! Di ruang VIP!" Jasmine meninggikan suaranya karena kalah dengan dentuman music.
"Oke!"
Yoga mengikuti Jasmine, ia melihat banyak anak muda, pekerja kantoran yang hang out untuk melepas lelah. Alkohol dan asap rokok ada di mana - mana.
Jasmine membuka pintu dan di sana sudah ada dua orang pria dan satu wanita berpakaian seksi. Banyak botol minuman yang ada di meja.
"Hai Vito. Hai Brian."
"Hai Jasmine sayang." peluk Vito. "Ini temanmu?"
"Yap benar, ini Yoga teman kantorku dan sebentar lagi akan menjadi rekan bisnismu."
Yoga mengulurkan tangan.
"Silahkan duduk." ucap Vito. "Mau minum apa?"
Yoga tersenyum ragu.
"Dia ini anak alim. Kasih dia Cola dulu." jawab Jasmine.
"Oh oke.. Oke." ucap Vito. "Sayang kau pesankan Cola." perintah Vito pada wanita seksi yang ada di sebelahnya.
Setelah minuman datang mereka mulai membicarakan bisnis yang nantinya akan di geluti oleh Yoga.
"Jasmine sudah cerita kan aku bisnis apa?"
"Sudah dan aku rasa itu tidak mengganggu pekerjaanku di pagi hari."
"Yah memang pekerjaanku ini hanya bisa di lakukan malam hari. Karena kalau sampai pihak berwajib tahu mereka akan menyita barang - barangku."
"Bukankah ini legal?" tanya Yoga yang wajahnya tersirat rasa khawatir begitu mendengar kata pihak berwajib.
"Ada sebagian yang legal dan ada juga sebagian yang ilegal. Aku menjalankan bisnis minuman ini untung sangat banyak terutama minuman yang ilegal. Aku distributor minuman untuk beberapa klub malam di Jakarta dan Bali. Karena saat ini pekerjaanku di Bali sangat padat jadi aku butuh orang yang bisa aku percaya untuk menjalankan bisnisku di Jakarta." jelas Vito panjang lebar. "Dan beruntung Jasmine memperkenalkan kau padaku."
"Aku akan berusaha agar usahamu lebih maju lagi."
"Aku percaya kamu bisa. Jasmine selalu mengenalkanku pada orang - orang yang memiliki kemampuan." ucap Vito. Ia kemudian menghisap rokoknya dalam - dalam dan menghembuskannya pelan - pelan. "Aku dengar kau sudah berkeluarga."
"Iya aku memang sudah memiliki istri dan seorang anak."
"Apa istrimu tahu bahwa bekerjaan sampinganmu akan menguras waktumu dengannya?"
"Belum. Tapi istriku orang yang pengertian."
"Baguslah.. Aku orang yang tidak suka jika dalam bekerja selalu mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan."
"Aku jamin, aku bukan orang seperti itu." Yoga berusaha meyakinkan Vito.
"Aku jaminannya." sahut Jasmine. "Kamu tenang saja ada aku yang akan mengawasinya."
"Oke. Itu membuatku lega." Vito menuang sampanye ke dalam gelas. "Kita bersulang."
"Maaf aku tidak minum." tolak Yoga.
"Belajarlah mulai sekarang. Duniamu sekarang seperti ini bro. Ayolah coba sedikit."
Dengan ragu Yoga mengambil gelas dari tangan Vito.
"Ayo minum, kita bersulang sebagai awal kerja sama kita. Cheers."
Yoga melihat Jasmine yang sepertinya sudah terbiasa dengan minuman itu. Akhirnya ia merasakan sampanye untuk yang pertama kali.
Mereka kembali mengobrolkan bisnis yang mana menurut Yoga pembicaraan ini sangat menarik. Mereka juga menikmati alunan musik yang di sajikan oleh DJ. Hingga tanpa terasa Yoga merasakan sedikit pusing.
"Hei sudah jam dua pagi, aku akan pulang."
"Kamu mabuk, Ga." ucap Jasmine. "Yakin mau pulang dalam keadaan seperti ini. Istrimu pasti syok berat."
"Terus."
"Ke apartemenku dulu. Toh besok kita libur. Pagi baru kamu pulang."
"Mobil?"
"Naik mobilku dulu. Pagi aku antar kau ambil mobil."
"Baiklah." Yoga berusaha berdiri tapi sempat sempoyongan. Dengan cekatan Jasmine menggandenganya.
Vito dan Brian sudah tertidur di sana. Karena ini memang klub malam miliknya.
Setelah masuk ke dalam mobil Jasmine mengambil HP Yoga.
"Mau apa?"
"Chat istrimu, bilang kamu ada pelatihan di luar kota. Besok baru pulang."
"Ya sudah terserah kamu saja."
Dengan cepat Jasmine mengetikkan sebuah pesan untuk Aynara. Setelah itu ia mengendarai mobilnya membelah kota Jakarta yang tak pernah sepi.
☔️☔️☔️☔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments