Sudah tiga bulan ini Mama dan Dina tinggal di Jakarta. Aynara mengurangi interaksi dengan mertuanya itu. Ia sekarang di sibukkan dengan perkembangan Kenzie yang sudah mulai merangkak. Untuk mencukupi kebutuhan akhirnya Yoga mengijinkan Aynara kerja sambilan. Sementara ini ia hanya bisa membuat kue pisang di rumah yang biasa ia titipkan di warung - warung. Hasilnya bisa untuk menambah kebutuhan mereka walaupun sedikit.
Selama hidup bersama dengan Mama dan Dina, Aynara benar - benar harus pintar mengatur keuangan. Keinginan mertua dan adik iparnya itu sangat berlebihan. Dari makanan hingga pakaian, bahkan untuk memanjakan hidupnya sendiri pun ia tidak sempat. Beruntung Kenzie minum ASI sehingga ia tidak perlu uang tambahan untuk beli susu.
"Yoga, Mama mau bicara."
"Soal apa, Ma?" Yoga meletakkan koran yang di bacanya dan memilih fokus dengan Mama.
"Besok Mama mau pulang."
"Kok tiba - tiba. Apa aku dan Aynara berbuat salah sama Mama."
"Tidak.. Tidak.. Mama hanya tidak ingin menambah beban kalian saja."
"Mama itu bukan beban buat kami. Justru dengan aku bisa merawat Mama itu suatu ladang pahala buatku dan Aynara."
Mama menarik napas panjang. "Hmmm.. Begini, Ga." tampak keraguan menyelimuti Mama. "Adikmu ini kan mau kuliah di Jakarta."
"Ya, terus."
"Kamu kan tahu jika uang pesangon papa mu hanya cukup untuk kebutuhan sehari - hari. Apalagi mama tidak bekerja. Oleh sebab itu Mama mau kamu membiayai kuliah adikmu."
Wajah Yoga pias, kuliah di Jakarta pasti membutuhkan biaya yang mahal. "Dina tidak mau kuliah di Semarang saja, Ma?"
"Kamu kan tahu sifat adikmu itu bagaimana. Kalau sudah punya kemauan harus di turuti."
"Aku pikir kalau dia mau kuliah di Semarang biayanya pasti tidak akan mahal. Dan aku sanggup untuk membiayainya."
"Ga, dia itu adikmu satu - satunya lo." bujuk Mama. "Oleh sebab itu Mama memilih untuk pulang agar biaya hidupmu tidak banyak di sini."
Yoga hanya terdiam mendengar permintaan Mama nya. Terus terang ia bingung, ia dan istrinya sudah bekerja mati - matian. Ia kasihan melihat istrinya yang tidak sempat merawat diri. "Coba nanti aku bicarakan dulu dengan Nara, Ma."
"Buat apa?"
"Dia kan istriku jadi harus tahu uangku akan kemana saja."
"Dia harus setuju. Dan ingat salah sendiri kamu baru saja kerja sudah berani nikah. Ini kan hasilnya. Hidup kalian jadi susah begini. Coba kalau kamu dulu meniti karier terlebih dulu, tentu tidak akan begini ceritanya." gerutu Mama.
Aynara yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka menitikkan air mata. Ya tuhan setelah perjuangannya mati - matian memenuhi semua keinginan Mama ternyata sama sekali tidak meluluhkan hatinya, jerih payahnya sama sekali tidak di hargai. Benar dengan apa yang di katakan Dina tempo hari. Mama memang dari awal tidak suka dengannya. Apapun yang di lakukannya tidak bisa meluluhkan hati mertuanya yang sekeras batu. Ia kemudian memilih pergi ke dapur dan membuat kue lagi.
Tak berapa lama Yoga menghampirinya. "Nara, aku mau bicara."
"Soal kuliah Dina?"
"Kamu tahu?"
"Iya, maaf mas aku tadi tidak sengaja mendengar percakapan mas Yoga bersama Mama saat aku mau keluar."
"Bagaimana menurutmu? Kalau kamu tidak setuju, aku akan bicara baik - baik ke Mama dan Dina agar kuliah saja di Semarang. Toh juga sama bagusnya."
"Tidak usah mas. Turuti saja keinginan Mama. Toh itu kewajiban kamu sebagai anak laki - laki. Ingat Papa sudah tidak ada. Hanya kamu yang mereka punya." Aynara menjawab dengan suara bergetar. Yoga tahu istrinya itu berusaha kuat menerima permintaan Mama yang ia rasa sangat memberatkan rumah tangganya. Yoga merupakan tipe pria yang tidak suka berhutang. Ia memilih hidup sederhana apa adanya dari pada hidup mewah tapi hasil berhutang.
"Terima kasih sayang, kau sudah mau mengerti aku, sudah mau berkorban demi keluargaku."
"Sama - sama, Mas. Bukankah kita satu keluarga. Keluargamu juga keluargaku begitu pula sebaliknya."
Yoga mengecup kening istrinya dengan lembut. Ia memeluknya dengan erat dan merasa sebagai pria paling beruntung sedunia memiliki istri yang penyabar seperti Nara.
Yoga segera menemui Mama dan menyatakan setuju membayar kuliah Dina selama di Jakarta.
☔☔☔☔
Tanpa terasa sudah satu tahun ini Dina adik Yoga tinggal bersama mereka. Walaupun Dina orang yang ketus, tapi tidak separah mama dalam menghina Aynara. Dina lebih banyak diam dan tidak suka kehidupan pribadinya di usik. Hanya saja ia sekarang sering keluar malam bersama temannya dan itu yang membuat Aynara khawatir. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas Dina karena Mama sudah menyerahkan semua kepada Yoga dan dirinya.
Malam ini Yoga pulang malam karena ada lembur di kantor. Aynara beberapa kali mengecek Handphone nya dan mondar mandir di halaman depan.
"Sudah jam sebelas malam, kemana perginya Dina." gumamnya sendiri. Ia kembali berusaha menghubungi adik iparnya itu lewat Handphone.
Tak berapa lama sorot lampu sebuah mobil menyilaukan matanya. Ia melihat Dina keluar dengan beberapa temannya. Ada laki - laki dan ada perempuan.
Dina berjalan masuk ke halaman rumah.
"Dari mana saja Dina? Kenapa teleponku tidak diangkat? Aku khawatir."
"Halah jangan berlagak sok perhatian di depan teman - temanku deh mbak."
"Tadi mas Yoga itu tanya - tanya terus, Lagian ini sudah jam sebelas malam. Mana ada kuliah sampai jam segini?"
"Ada, nyatanya aku pulang jam segini kan."
Aynara menarik napas panjang. Ia benar - benar menahan emosinya apalagi pria yang mengantar Dina pulang terus merangkul Dina tanpa memiliki rasa sungkan terhadapnya. "Masuk ke dalam, istirahatlah." Aynara berbicara dengan nada rendah.
"Temanku mau main sebentar."
"Tidak boleh!"
"Memang mbak siapa? Pemilik rumah ini? Ingat ya, ini rumah hasil jerih payah mas Yoga, kakakku!"
"Iya memang benar dan mas Yoga adalah suamiku. Jadi aku juga memiliki hak yang sama." ucap Aynara dengan nada penuh penekanan. "Masuk."
"Huh Dasar wanita penyihir! Tukang pelet!" gerutu Dina. Ia kemudian berpamitan pada teman prianya. "Sayang aku masuk dulu, sampai ketemu besok." mereka berciuman di depan Aynara tanpa malu.
"Hei cukup!" teriak Aynara yang sudah hilang kesabaran.
Pria itu tersenyum ke arahnya. "Pengen? Aku bersedia memberikan bibirku pada wanita secantik anda." ucapnya.
"Kurang ajar!" teriak Aynara.
Pria itu justru tersenyum smirk.
"Hei, jangan macam - macam ya." ancam Dina.
"Tidak sayang aku tidak akan berpaling darimu, goyanganmu malam ini membuatku tidak bisa lupa." pria itu memeluk Dina dan kemudian pergi bersama teman - teman yang lain.
Dina langsung masuk tanpa berbicara lagi dengan Aynara dan langsung menutup pintu.
Tepat jam dua belas Yoga pulang. Aynara belum menceritakan soal itu pada suaminya. Karena Yoga yang sangat capek ia memutuskan berdiskusi besok pagi saja.
☔☔☔☔
"Mas."
"Hmm."
"Masih sibuk?"
"Nggak. Aku hanya mengecek email yang masuk saja. Siapa tahu ada yang penting."
"Aku mau bicara soal Dina."
Yoga meletakkan Handphonenya, ia siap mendengarkan istrinya berbicara.
"Dina akhir - akhir ini sering pulang malam."
"Tugas kuliahnya banyak mungkin."
"Oke. Mungkin itu bisa jadi alasan. Tapi pulangnya selalu bersama teman prianya yang menurutku sikapnya kurang ajar sekali."
"Kurang ajar bagaimana?"
"Mereka berani berciuman bibir di depanku. Dan sikap pria itu seperti anak urakan tidak punya sopan santun. Tattonya ada dimana - mana, pakai anting juga. Siapa coba yang tidak khawatir melihat Dina berteman dengan orang seperti itu."
"Dina sudah kau nasehati?"
"Sudah berulang kali, tapi sepertinya ia tidak mau mengindahkan perkataanku." jawab Aynara. "Mama sudah menyerahkan Dina di bawah kepengawasan kita, jadi aku harap mas mau bicara baik - baik dengan Dina."
"Baiklah, nanti kalau dia pulang aku akan menemuinya."
Aynara melanjutkan membuat kue, akhir - akhir ini ia banyak mendapatkan pesanan. Kemarin ia sudah belajar membuat beberapa jenis kue yang baru tapi masih gagal. Sayup - sayup ia mendengar suaminya berbicara dengan seseorang dan sepertinya Dina sudah pulang. Ia mendengar mereka berdebat, Aynara memilih untuk tidak ikut campur.
Terdengar suara kursi di tendang.
"Dasar tukang ngadu! Penyihir! Tukang pelet!" teriak Dina sambil mendorong Aynara.
Aynara kaget tapi beruntung ia bisa menjaga keseimbangan sehingga ia tidak terjatuh.
"Dina!" teriak Yoga. "Apa yang kamu lakukan! Dia itu kakakmu."
"Kakakku cuma mas Yoga dan itu pun sekarang berbeda, semua gara - gara tukang pelet ini."
"Masuk kamar!" teriak Yoga.
"Mas sudah mas." Aynara berusaha menenangkan suaminya.
"Benar katamu. Dia semakin menjadi pembangkang."
Yoga masuk ke dalam kamar berusaha menenangkan diri.
☔️☔️☔️☔️
Pagi ini Aynara di sibukkan dengan pesanan kue tetangga depan yang akan ada acara arisan. Selama beberapa hari ini Dina bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Ia juga tidak pulang malam. Mungkin lebih baik seperti itu.
Walaupun seperti itu sikapnya Aynara bersyukur bahwa nasehat dari Yoga berhasil membuat Dina merubah sikapnya.
Beberapa kue pesanan tetangga depan sudah jadi ia bergegas mengantarnya.
"Selamat siang bu Anggis."
"Eh, Nara. Ayo masuk."
Bu Anggis tetangga depan mereka berasal dari keluarga yang berada. Jadi ia juga sering membeli kue buatannya. Nara tersenyum dan mengikuti keinginan bu Anggis.
"Mau mengantar kue."
"Oh, ayo bawa sini." perintah bu Anggis. "Nah taruh di meja itu.
"Delapan puluh roti pisang kan?"
"Iya. Aku memang sengaja memilih kue buatanmu karena lembut dan pisangnya yang manis."
"Terima kasih bu pujiannya."
"Oya, aku membeli beberapa ruko. Rencananya akan kami buat kafe. Nanti kamu yang isi kue - kuenya ya?"
"Siap bu. Kapan bisa di mulai?"
"Hmmm masih agak lama sih. Kira - kira satu tahun. Ada beberapa ruko yang masih harus di renovasi."
"Tidak apa - apa, bu. Di saat nanti sudah siap bu Anggis bisa memberitahuku."
"Iya, itu pasti." ucap Aynara. "Maaf bu saya harus pulang, takut Kenzie terbangun."
"Ya sudah."
Aynara masuk lagi ke dapur kali ini membuat kue untuk di kirim warung - warung.
"Nara! Nara! Nara!" panggil Yoga.
"Aku di dapur mas." jawab Aynara.
Yoga langsung menuju ke dapur dan memeluk istrinya yang masih belepotan tepung.
"Ada apa sih mas, nanti bajunya kotor kena tepung."
"Biar.. Biar saja kotor."
"Kok kayaknya mas lagi bahagia."
"Iya.. Aku memang lagi bahagia." Yoga mencium kedua pipi Aynara dengan gemas.
"Jadi penasaran aku."
"Coba tebak apa?"
"Hmm.. Dapat bonus dari kantor?"
"Hampir."
"Apa ya? Bikin penasaran." gumam Aynara.
"Aku naik jabatan jadi kepala Sub Bagian Keuangan."
"Benarkah?" mata Aynara berbinar. "Jangan bohong ah."
"Lihat ini." Yoga menyerahkan surat yang dari tadi di bawanya.
Aynara membaca pelan - pelan dan kemudian memeluk suaminya. "Selamat ya mas."
"Akhirnya jabatan ini bisa aku peroleh dengan kerja kerasku." ucap Yoga. "Aku bersyukur akhirnya aku bisa membahagiakanmu. Kehidupan rumah tangga kita lambat laun akan meningkat."
"Iya, mas. Aku sangat bersyukur, kerja kerasmu membuahkan hasil."
"Oya ada satu lagi kejutan untukmu."
"Lihat ini." Yoga menyerahkan sebuah kunci.
"Kunci apa ini mas?"
"Rumah baru kita."
"Benarkah?"
"Iya kita akan pindah ke rumah yang lebih besar."
"Aku sangat bahagia kau memberiku sebuah rumah." Aynara mencium pipi suaminya. Ia sangat bahagia, akhirnya jernih payah mereka membuahkan hasil.
☔️☔️☔️☔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments