Cinta Pertama Gendis

Cinta Pertama Gendis

1. Mak Comblang!

Cewek berumur 13 tahun ini, bernama Gendis bayura. Dia masih mencari jati dirinya, seperti kebanyakan perempuan muda di umur yang baru beranjak dewasa.

"suka lo ya sama Adam?" tegur Sinta, saat memergoki Gendis, sedang memandangi Adam, teman sekelas mereka.

"udah deh, diem aja kalau udah tau." kata-kata Gendis, spontan keluar dari mulutnya. Yang secara tidak langsung, sudah mengartikan, kalau Gendis mengiyakan teguran Sinta tadi.

Gendis nggak bisa mengelak, pipinya memerah seperti diberi pulasan blush on.

Sinta langsung tertawa dan menawarkan jasa, "gue comblangin mau nggak?"

Karena Gendis terbilang cewek tomboy, untuk urusan seperti ini, jelas pertama kalinya bagi Gendis. Gendis juga memikirkan dengan matang, tawaran Sinta sebagai mak comblangnya.

Gendis belum bisa menjawab tawaran Sinta, rahasia ini juga harus disembunyikan Sinta, dari keempat sahabat power rangernya Gendis.

"diem aja berarti iya, ya?" ucap Sinta, langsung membuat keputusan.

Berjalan kira-kira 2 bulan, Gendis melihat Gelagat aneh dari Adam, semenjak Sinta menawarkan diri sebagai mak comblangnya.

Gendis membuka matanya, sambil menghirup nafas dan keluar dari kolam renang.

"SIAL!!!" gerutu Gendis, sambil mengarahkan tangannya ke permukaan air.

Gendis masuk lagi ke dalam air, berenang lagi tanpa arah, sambil memejamkan matanya.

"A-aduuh ...!" rintih Gendis dalam hati, lalu kembali lagi menghirup udara dan Gendis keluar dengan keadaan memegangi dahinya yang kesakitan.

Kali ini, Gendis nggak mengarahkan tangannya ke genangan air. Dia mengarahkan kakinya ke arah tembok keramik, seakan menendang tembok keramik itu, dan menyalahkan tembok tersebut

"Tck! Sial banget sih!" umpatan Gendis terulang lagi.

Akibat Gendis berenang tanpa arah, memikirkan Sinta dan juga Adam. Membuat Gendis, malah menabrak tembok keramik yang berada di hadapannya. Keramik tersebut, adalah tembok perbatasan antara kolam dangkal dan kolam tinggi. Kepalanya beradu dengan tembok, dan menghasilkan jedotan hebat, dengan rasa sakit yang amat sangat menyiksanya.

Gendis memperhatikan sekelilingnya, memastikan nggak ada yang melihat kejadian memalukan tadi. Beruntungnya, memang nggak ada yang memperhatikan kejadian memalukan tersebut, karena Gendis juga berenang ke dasar kolam.

Gendis diam sejenak, menenangkan rasa sakitnya memikirkan ulah Sinta yang mengecewakannya, sampai membuat Gendis nggak fokus dan kepalanya beradu dengan tembok kolam renang.

"Tck!!" gerutu Gendis lagi, ia pun kembali melanjutkan aksi penyelamannya.

Gendis sengaja menghindari teman-temannya, supaya perasaan hatinya tenang. Tapi yang ada, Gendis malah melukai dirinya sendiri.

"a ..." Gendis menahan kata-katanya.

Dia kaget, karena bertabrakan. Tapi kali ini, rasanya nggak sesakit yang pertama.

"sorry," ucap Gendis, merasa bersalah.

"iya, nggak pa-pa kok."

"tapi, kepala kamu nggak pa-pa kan?" tanya laki-laki ini, memastikan lagi.

Gendis menganggukkan kepalanya.

"tadi tuh, kamu hampir aja kejedot tembok lagi. Makanya, aku sengaja ngarahin badan ke arah tembok," ucapnya, menjelaskan.

Gendis menunduk malu, dia kira nggak ada yang melihat kejadian memalukan tadi. Tapi ternyata, ada yang lihat dan seorang cowok berparas tampan.

"bener nggak pa-pa kepalanya?" tanya cowok ini lagi, sambil memperhatikan kepala Gendis, sementara Gendis menundukkan kepalanya.

"iya, nggak pa-pa, tadikan juga ngenain perut kakak," kata Gendis menjawabi, menutupi juga perasaan malunya karena ada yang memergokinya.

Gendis mengucapkan maaf dan juga ucapan terima kasihnya sekali lagi, lalu ia pamit, untuk masuk lagi ke dalam kolam, dan berenang tanpa arah. Kali ini Gendis masuk ke dasar kolam lagi, nggak mau kemana-mana dan berenang gaya batu, sambil memejamkan matanya, untuk merenung sekali lagi.

"hey!!!" cowok yang tadi membantu Gendis, merespon dengan berteriak, untuk memperingati Gendis.

Tapi, karena Gendis nggak denger, cowok ini langsung menarik Gendis, yang seketika kaget, sampai terbatuk-batuk.

"kamu udah cukup lama tahan nafas di dalam air, kalau kenapa-kenapa gimana?" katanya khawatir.

Gendis memutuskan untuk naik, tanpa merespon ucapan cowok tadi.

Cowok tadi mengikuti Gendis, sampai menahan tangan Gendis.

"kamu nggak pa-pa?"

Gendis nggak menjawab, dia mengacuhkan pertanyaan cowok ini.

"kamu lagi ada masalah ya?" tanya cowok ini lagi.

Gendis diam lagi, dalam hatinya menolak perhatian cowok ini. Padahal cowok ini beritikad baik, tapi Gendis malah mengacuhkan dan berfikiran negatif sama niat baik cowok ini.

Gendis membalikkan badannya, karena sejak awal, ia nggak perduli dengan pertanyaan cowok yang baru aja ditemuinya ini.

"aku memang nggak kenal sama kamu, tapi kalau kamu punya masalah, mending kamu cerita, biar nggak jadi beban."

"soalnya, aku merhatiin kamu dari tadi, udah 2 jam loh, kamu bereneng dan kamu celaka terus." lanjut cowok ini, menasihati Gendis.

Gendis pun membalikkan badannya ke arah cowok ini. Sembari berucap untuk mengakhiri percakapan, "makasih atas perhatian kakak."

Lalu, Gendis pun memilih pergi, untuk mendatangi teman-temannya.

___ _

"kamana wae euy?" tanya Didot dengan logat sunda, mengomentari kedatangan Gendis.

"nyelem." Gendis menjawabi, sembari membereskan tasnya, dan menyiapkan handuk.

"nyelem kemana lo?" tanya Ade, ikut mengajukan pertanyaan.

"gue tuh sama Didot nyariin lo kemana-mana, kirain tenggelem!" ucap Widi, sambil menyuntrung dahi Gendis, saking keselnya mencari Gendis, dan nggak bisa menemukan Gendis, diantara orang-orang di gelanggang renang.

"sakit, BEGO!!" bentak Gendis kasar, seraya mengusap dahinya yang benjol tadi.

"Ye ileh ... gitu aja ngegas." ledek Widi, sambil menyuntrung Gendis lagi.

"ini tuh, ada benjolnya Widi Hardianto!!!" bentak Gendis lagi, sambil menendang kaki Widi dan memberi unjuk dahinya yang memar, plus benjol.

Gendis malah mengalihkan pertanyaan teman-temannya, mengenai dahinya yang benjol.

Tapi, Bejo langsung menghampiri Gendis, yang sudah bersiap mengangkat tasnya untuk ke ruang ganti.

"kitakan liburan supaya seneng, masa muka ditekuk gitu, kayak nggak kenal bocah-bocah aja."

"gue mau mandi Jo, gue tunggu di warung siomay, kalau masih mau pada berenang." balas Gendis acuh, lalu langsung berjalan meninggalkan keempat kawannya.

Gendis, punya 4 sahabat laki-laki yang sudah berteman dekat semenjak kecil.

Pertama, ada Didot alias Didit suryadit. Dari logatnya sudah kentara, kalau anak ini berasal dari Jawa barat. Keluarganya, merantau ke Jakarta semenjak Didot berumur 3 tahun.

Karena abahnya Didot cukup sukses memiliki usaha di Jakarta, sebagai juragan angkot. Didot dan keluarganya pun, menetap sampai saat ini.

Didot memang nggak bisa lepas dari bahasa Sunda, walaupun sudah cukup lama tinggal di Jakarta. Selain itu juga, Keluarganya Didot masih kental dengan budaya pulang kampung dan di rumah pun, keluarganya membiasakan berkomunikasi dengan bahasa daerah, di tengah kemewahan berbahasa internasional.

Dan Secara otomatis, membuat keempat sahabatnya mengerti dengan bahasanya itu.

Didot sering mengajak Gendis narik angkot Abahnya, keseharian Gendis bareng Didot ini, yang membuat Gendis dikenal sebagai cewek tomboy. Karena memang, nggak ada cewek yang mau main sama cowok, apalagi ikut narik angkot, karena rata-rata cewek lebih seneng main boneka, bekel, karet dan congklak. Tapi Gendis, memilih main dengan Didot dan dengan sendirinya, predikat tomboy itu melekat sampai sekarang.

Kedua, ada Widi hardianto. Temennya Gendis yang paling iseng, dan paling ngeselin, diantara teman-temannya yang lain.

Widi juga teman main Gendis dari kecil, Widi nggak mudah akrab sama orang lain, kecuali kalau sudah kenal dekat seperti sahabat-sahabatnya ini. Dia juga nggak mudah percaya sama orang, alias curigaan dan punya filling kuat. Dan dari Widi juga, Gendis banyak belajar, termasuk mengcopy kekasarannya Widi. Makanya, membuat Gendis dengan entengnya, membalas perlakuan kasar dari Widi.

Ketiga, Ade Fauzul hilman. Kedua orang tuanya Ade, bekerja sebagai dokter. Ayahnya bertugas di daerah, sedangkan Ibunya bertugas di rumah sakit besar, sebagai dokter umum. Dari keempat sahabatnya Gendis, Ade cukup berduit karena pekerjaan orang tuanya. Biar pun Ade kaya, Ade nggak sombong, apalagi pelit, Dia juga anak yang simple dan nggak neko-neko dengan stylenya.

Yang terakhir di urutan keempat, ada Bejo, alias Bambang Edi kuntjoro. Di setiap pertemanan, pasti ada salah satu yang lebih bener dari yang lainnya, arti katanya lebih waras, walaupun nggak waras-waras banget. Seenggaknya, Bejo paling peka sama masalah yang dihadapi teman-temannya.

Keempat temen Gendis berwatak berbeda, rata-rata sifat merekalah yang dicontoh sama Gendis yang masih mencari jati diri. Makanya Gendis terlihat selengean, kasar kayak Widi, iseng kayak Didot dan Ade, tapi kadang Gendis bisa sadar karena meniru Bejo yang serius dan dewasa.

Selesai mandi, Gendis langsung memesan makan di warung luar gelanggang renang. Gendis terlihat lapar dari pesanannya, sampai memesan 2 porsi siomay dan batagor, ditambah ekstra pedas dan dipenuhi balutan bumbu kacang.

"laper mpok?" ledek Ade, sambil duduk di samping Gendis setelah selesai memesan makanan.

Gendis nggak menjawabi pertanyaan Ade, dia asik sama makanannya dan nggak lama, ketiga sahabatnya yang lain ikut berkumpul.

"eling Ndis ... eling, lo tuh makan siomay apa caos?" komen Didot.

"inget tuh maag, kalau kumat gimana?" ucap Widi menambahkan, tapi juga iseng menyomot siomay di piringnya Gendis.

Gendis nggak sempet membalas dendam ke Widi, keburu Widi duduk di hadapannya dan seorang cowok pun masuk ke dalam warung.

"sorry ganggu, ini ada titipan dari temen gue, Doni." ucap cowok itu, yang langsung nyamperin Gendis dan memberikan secarik kertas.

"Doni siapa? Gue nggak kenal, salah orang kali lo?" ucap Gendis, sambil melirik kertas yang bertuliskan nomor telfon dan si pemilik menuliskan namanya juga.

"cowok yang tadi sama lo di kolam renang."

"Doni nitip ini ke gue, karena dia nggak bisa ngasih langsung dan harus buru-buru pergi," ucap cowok ini lagi.

"nomor telfon tuh Ndis, ambil lah ...," ucap Ade berbisik.

Gendis mengambil kertas itu, sesuai bisikan Ade. Lalu bertanya, "buat apa ya?"

"yah ... jangan malu-maluin gue ngapa Ndis!" ucap Widi, sambil menyuntrung dahi Gendis.

Gendis nggak ngomong apa-apa, tapi kakinya reflek menendang Widi, karena ulah isengnya Widi tadi, yang ngenaiin dahinya Gendis yang benjol.

"I ... si Gendis, nggak peka pisan. Si Doni, hayang barter nomor hape," ucap Didot, ikut menimpali.

"Dot, lo pan, tau'nya ... kalau hape gue bapuk," Gendis membalasi ucapan Didot, dengan bahasa betawi, tapi di logat-logatin bahasa sunda.

"sorry ya, gue buru-buru, tadi Doni cuma nyampein itu ke gue, katanya minta langsung dikabarin."

Cowok ini pun segera pergi, setelah menyampaikan mandat dari sahabatnya yang bernama Doni.

"Simpen aja, siapa tau kan." ledek Bejo yang dibalas dengan tatapan sinis dari Gendis dan Gendis pun melanjutkan makan, lalu meletakkan kertas tadi di atas meja.

Gendis nggak menghiraukan nomor cowok tadi, karena Gendis juga nggak antusias untuk kenalan, dan menjalin pertemanan baru.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Yi

Yi

yah? kenapaa Gendis nya ga mau kenalan sama Doni?

2023-06-20

1

Yi

Yi

bayangin didot kyknya orang nya lucu ya 😄. penasaran sama temen Gendis yg lainnya.

2023-06-20

1

Yi

Yi

ide nomor telfonnya boleh juga thor

2023-06-20

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!