5. Ternyata Saudara Sepupu

"maag Gendis kumat kak," ucap Gendis, akhirnya memberitaukan juga penyebab kondisinya yang tiba-tiba melemah.

"tas Gendis ketinggalan di mobilnya kak Rezy, dan obat maagnya Gendis ada di situ." jelasnya lagi, diikuti matanya yang terpejam, karena menahan rasa sakit.

"kamu bisa tahan sedikit kan Ndis?" tanya Doni, yang berusaha menahan kepanikannya.

"kak Doni beliin kamu obat maag, di minimarket ya," ucap Doni memawarkan diri.

Namun tiba-tiba, hujan pun turun. Doni batal membelikan obat, dan memilih langsung mengajak Gendis berteduh di warteg. Sekalian istirahat, karena kondisi badannya Gendis, yang nggak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah memesan teh hangat, Doni pun melepaskan jaketnya, yang di berikan ke Gendis, untuk menutupi roknya Gendis.

Gendis benar-benar nggak berdaya, hanya menyenderkan bahunya ke tembok dan menaruh gelas teh hangat di perutnya, supaya perutnya terasa hangat dan berharap maagnya sembuh dengan seketika.

"maaf ya, kak Doni. Gendis jadi nyusahin kakak," ucap Gendis, merasa bersalah.

Doni nggak mempermasalahkan, dia malah tersenyum, sambil memegang dahi Gendis, untuk mengukur suhu tubuhnya Gendis.

Handphone Doni berdering, Doni terlihat menjawab dengan santai si penelfon itu, dan kemudian telfonnya tadi diberikan ke Gendis.

"dari Nover," ucap Doni, menjelaskan.

Dengan tatapan heran, Gendis menerima telfon dari Nover.

"Gendis, tas lo ketinggalan di mobilnya Rezy nih." suara Nover yang semula berbicara dengan Doni, tiba-tiba berubah menjadi suaranya Maya.

"titip May, besok bawain ke rumah ya." pinta Gendis, kepingin buru-buru mengalihkan pembicaraan di telfon, tapi Maya langsung melanjutkan perkataannya.

"tapi Ndis, gue panik lo kenapa-kenapa."

Dugaan Maya memang benar, Gendis memang kenapa-kenapa kalau meningalkan obat maagnya.

"tadi pas istirahat, lo makan apa?" tanya Maya memastikan.

"Siomay, jam kedua gorengan," jawab Gendis.

"Udah 7 jam Ndis, lo yakin nggak kenapa-kenapa?" tanya Maya memastikan.

Gendis nggak menjawab, penyakit langganannya itu sudah kambuh, dengan sekali diagnosisnya Maya, karena tau jajan apa yang Gendis makan. Maya juga lihat, kalau tadi Gendis nggak makan lagi di rumah Doni. Ditambah lagi, Gendis juga nggak mengkonsumsi obat untuk meredakan naiknya asam lambungnya.

"gue nggak pa-pa," ucap Gendis, sengaja berbohong supaya Maya nggak panik dan Maya nggak makin menyerocosinya.

"beneran nggak apa-apa Ndis?" tanya Maya, memastikan sekali lagi.

"perasaan gue nggak enak nih," ucap Maya, masih belum percaya dengan penjelasan Gendis.

"kalau nggak enak, coba ditambahkan gula dan garam secukupnya, siapa tau kan, rasanya bisa jadi enak," ucap Gendis, malah mengajak Maya bercanda.

"jangan bercanda deh!" protes Maya, sampai bikin Gendis menjaukan telfon dari telinganya, karena teriakan sahabatnya ini.

"udah ya May, handphone kak Doni lobet nih, daagh Maya … muuach …."

Gendis mulai nggak sabaran kalau ngomong sama Maya, bisa-bisa penyakitnya malah bertambah, kalau dengar suara Maya yang cerewet itu.

"hapenya nggak lobet kok," ucap Doni, setelah Gendis mengembalikan handphonenya.

"emang nggak sih kak, tapi kalau ngomong sama Maya, bisa-bisa hapenya kak Doni langsung lobet loh," ucap Gendis, melucu dan bikin Doni ikutan tersenyum juga.

"diminum lagi tehnya Ndis," ucap Doni, mengingatkan.

"apa mau pesen makanan sekalian?" tanya Doni menawarkan.

"nggak usah kak, kita langsung pulang aja yuk," jawab Gendis, malah mengajak Doni untuk pulang.

Doni melirik keluar, hujan yang membuat mereka harus meneduh, akhirnya berhenti juga.

Namun, Wajah Doni malah terlihat kecewa karena sebenarnya, Doni masih mau menikmati tehnya yang tersisa setengah gelas. Dan juga, masih mau berduaan dengan Gendis. Tapi, karena melihat kondisi Gendis, Doni harus merelakan keinginannya itu, agar bisa mengantar Gendis pulang.

Jam 21.55, mereka tiba di gang rumah Gendis. Doni sengaja mempercepat kendaraannya, supaya cepat sampai, dan Gendis juga bisa segera beristirahat.

"makasih banyak ya, kak Doni." Gendis berucap, sambil melepaskan jaket yang dipinjamkan Doni tadi.

"sama-sama Ndis, kak Doni nggak perlu nemuin bunda kamu dulu nih?"

"nggak usah kak, biar kakak langsung pulang aja, takutnya nanti hujannya bersambung lagi," ucap Gendis, berusaha melucu.

Doni pun mengusapkan tangannya ke bahu Gendis, dan tersenyum setelah mendengar ucapannya Gendis.

"kak Doni, pamit ya?" ucapnya ragu-ragu.

"O iya?" Doni teringat sesuatu.

Doni teringat lagi, kalau dia belum sempat mendapatkan nomor handphone-nya Gendis, dan Doni pun mengeluarkan handphone-nya. Meminta Gendis, agar mengetikkan nomornya di kontak handphone-nya.

"Happy birth day kak Doni." Gendis berucap, sambil mengembalikan handphone Doni.

"makasih ya Ndis." Doni membalasi ucapan Gendis tadi, seraya menampakkan senyumannya.

Doni pun pergi juga.

Namun, setelah Doni bener-bener menjauh, Gendis langsung memegangi perutnya lagi, yang ternyata masih sakit. Dan dari tadi, Gendis menahan rasa sakitnya, supaya Doni nggak tambah khawatir.

"GENDIS!"

Gendis pun menoleh perlahan, karena namanya di panggil dan kaget banget ada yang memergoki Gendis yang terlihat lemas tidak berdaya.

"lo kenapa?"

Gendis nggak menjawab pertanyaan cowok ini, sampai akhirnya, cowok ini pun membantu Gendis dan memapah Gendis sampai rumah.

"dari tadi siang, lo baru balik nih?" tanya cowok ini lagi, dan Gendis sama sekali nggak ngejawabi pertanyaan cowok ini.

"untungan gue lewat, abis minjem catetannya Ade," ucap laki-laki ini, menjelaskan kehadirannya yang secara tiba-tiba.

"thanks ya Dam." Gendis mengalihkan pembicaraan, dan melepaskan tangan cowok tadi, yang ternyata Adam.

Gendis membuka gerbang rumahnya, sebagai pengalihannya tadi.

Akan tetapi, Adam kembali menahan tangan Gendis, sebelum Gendis masuk ke dalam rumah.

"perut gue sakit banget Dam, gue mau langsung istirahat. Yang tadi makasih ya," ucap Gendis yang langsung memotong pembicaraan, karena Gendis juga nggak kuat menahan perutnya yang semakin melilit.

Gendis ngelepasin tangannya Adam dan masuk tanpa membalikkan badannya lagi, membiarkan Adam masih berdiri di depan rumahnya Gendis, lalu Gendis menutup pintu rumahnya.

...----------------...

Karena tau Gendis sakit, empat power rangernya Gendis, menengok Gendis sepulang atletik. Adam juga ikut, dan lebih tepatnya, Adam memaksa ikut, karena pertemuan mereka semalam.

5 menit kemudian, Maya dan juga Nover datang untuk mengantarkan tas Gendis.

"rame banget budeh?" ucap Maya, sambil masuk ke rumah Gendis.

Maya melihat teman-temannya Gendis sudah gelosoran di lantai, karena kelelahan sehabis atletik. Maya malah nggak tau, kalau kedatangan teman-temannya Gendis, karena sahabatnya itu sedang sakit.

Pertanyaan Maya tadi, nggak sempat dijawabi Bundanya Gendis. Bu Ayu, justru teralihkan, karena Nover langsung menghampiri beliau, setelah Maya selesai berbicara dengan bu Ayu tadi.

Nover, lalu mencium tangan Bundanya Gendis, yang kelihatan kebingungan.

"tante lupa sama Nover ya?" ucapnya, sekaligus mengingatkan.

"kamu kenal Bundanya Gendis, Ver?" tanya Maya, heran.

Nover tersenyum, sambil menganggukkan kepalanya.

Bu Ayu diam sejenak, uban di rambutnya belum tumbuh sehelai pun, namun beliau sudah seperti orang tua yang pikun dan melupakan Nover.

Lalu kemudian, bu Ayu menjawabi kebingungan Maya.

"eh alah, tante lupa Ver. Sekarang kamu sudah gede banget ya?"

Nover tersenyum, belum sempat menjawabi, Maya sudah mendahului.

"kan, Nover dikasih makan Mama-Papanya budeh," ucap Maya meledek.

Maya langsung dapat cubitan gemas dari bundanya Gendis.

Nover pun tersenyum, menanggapi kelucuan antara tante dan juga pacarnya.

Pertemuan bu Ayu dengan keponakannya lagi, membuat bu Ayu langsung bertanya soal keluarganya Nover. Sampai lupa, dengan teman-temannya Gendis yang berada di lantai, dan hanya memperhatikan obrolan bu Ayu, dengan pacarnya Maya itu.

"Mama-Papamu sehat-sehatkan Ver?"

"sehat semua tante, Papa baru kemarin kembali ke Belanda."

"eh, gimana tuh adikmu Ferrell?" lanjut bu Ayu, mengajukan pertanyaan lagi.

"sehat juga tante, ayok dong, tante main ke rumah Nover lagi. Biar nanti juga nggak kaget, liat Ferrell juga udah gede," ucap Nover mengingatkan soal adik satu-satunya, yang justru sekarang tinggal di Belanda bersama Papanya.

"tante nggak bisa ninggalin kerjaan Ver, natal dan tahun baru kemarin, sebenernya mau main ke rumah kamu, tapi nggak kesempetan," ucap beliau dan mengelus tangan keponakannya ini.

Nover bisa memaklumi, karena banyak cerita masa lalu diantara keluarga mereka, yang membuat Gendis nggak bisa balik lagi ke rumahnya. Dan karena kesibukan bu Ayu juga, sampai anaknya sendiri pun, jarang keurus, apalagi saudara tertua satu-satunya yang bu Ayu punya, yang nggak lain Mamanya Nover.

Bu Ayu meninggalkan obrolan dengan Nover, Gendis pun keluar dari kamar mandi dan jalan ke ruang tamu, sambil merambat tembok, meminta pertolongan pada tubuh tegap sang batako.

"kenapa lo Ndis?" Maya langsung menghampiri Gendis, dan membantu Gendis ke tempat duduk.

"maag gue kumat May," jawab Gendis, menjawabi dengan nada lemas, selemas tubuhnya.

"astaga Ndis!" kaget Maya, merespon kondisi sahabatnya ini.

"katanya kemaren baik-baik aja!" tegur Maya.

"lo sih kemaren bukannya makan, jadi ginikan," ucap Maya lagi, malah menyalahkan.

Widi tiba-tiba menyambar, nggak mau kalah, dan menyalahkan Maya balik.

"lo juga! Lo kan yang pergi sama Gendis, bukannya ngingetin Gendis supaya makan. Lokan tau May, penyakit langganannya Gendis." cerocos Widi.

"iyaaa, maap bos!" ucap Maya terlihat sewot, dan juga nggak sunguh-sunguh meminta maaf.

"nih Ndis, tas lo." Maya berucap lagi, tapi sambil berdiri.

"mau kemana lo, May?" tanya Gendis.

"gue belum ketemu orang rumah, mau pulang dulu," ucap Maya, menjawabi.

"entar balik lagikan?" tanya Gendis memastikan.

"mmmm ...." Maya hanya menggumam, sambil melirik ke arah Widi.

Gendis pun sudah langsung mengerti maksud kode dari Maya tadi.

"entar malem ya, balik lagi, awas kalo nggak!" ancam Gendis, mengalihkan dari saling kode tadi.

"yaa, itu juga kalo dibolehin sama bapak," ucap Maya yang langsung ninggalin Gendis, untuk pamit ke bundanya Gendis yang berada di dapur, sedang mempersiapkan jamuan makan siang, untuk temen-temennya Gendis.

"lo besok bisa masuk Ndis?" tanya Adam dan membuat Gendis jelas kaget, karena dari tadi, Gendis nggak menyangka kalau Adam ikut menjenguknya.

"nggak tau deh!" jawab Gendis sekenanya.

Gendis pun mengalihkan pertanyaan, untuk menghindari kontak mata dan bahasa dengan Adam, "gimana tadi atletiknya?"

"gimana? Ya nggak gimana-gimana lah," jawab Widi.

"atletik ya kayak biasanya aja kali Ndis," ucap Ade menambahi, menjawabi pertanyaan konyolnya Gendis.

"maksud gue, pak Jono nanyain gue nggak?" tanya Gendis, meralat pertanyaan canggungnya tadi.

"N'te. soal’na, Didot udah bilang ke pak Jono," katanya menjawabi.

"besok, nggak usah maksa masuk sekolah Ndis," ucap Bejo menimpali.

Bejo pun hanya mendapat anggukan kepala, juga senyuman dari Gendis, yang sepertinya bakalan nekat masuk sekolah.

Bu Ayu langsung mengajak anak-anak ini untuk makan siang, sekitar jam 3 sore, setelah anak-anak ini selesai makan. Mereka pun pamit pulang, supaya Gendis bisa istirahat.

Maya lihat temen-temennya Gendis lewat depan rumahnya, dan mereka pun sudah dipastikan pulang semua. Barulah, Maya dan Nover datang lagi ke rumahnya Gendis.

"O-iya Ndis, Doni titip salam karena nggak bisa jengukin lo. Tadi pagi, dia langsung ke Bandung, Neneknya bikin acara ulang tahun buat dia." Nover mencerocos, menjelaskan titipan pesan dari sahabatnya itu.

"terus, dia juga bilang, semoga lo cepet sembuh, supaya bisa diajak main lagi." lanjut Nover.

"kapan titip salamnya?" tanya Maya, bingung.

"tadi di sms," jawab Nover.

Gendis mulai bingung sama Nover, tiba-tiba banyak bicara ke Gendis yang belum tau, kalau Nover ternyata sepupunya.

"kayaknya, Doni naksir nih sama lo Ndis?" ledek Maya.

"jangan sok tau May," ucap Gendis yang nggak enak sama Nover.

"kan kayaknya, lagian emangnya lo masih mau nungguin Adam terus?" ucap Maya meledek.

Ledekan Maya, membuat Gendis terlihat emosi.

"jangan mulai deh!" sewot Gendis, semakin nggak enak sambil melirik Nover.

"udah deh, jangan berantem." Nover mengingatkan, dan bikin kedua bersahabat ini malah diem-dieman karena teguran Nover.

Tapi akhirnya, Nover pun mengisi ke kosongan obrolan mereka dan mengingatkan ke Gendis, sosoknya di masa kecil.

Obrolan Nover tentang masa kecil mereka, membuat Gendis benar-benar melupakan emosinya ke Maya.

Jelas aja, sudah sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu mereka bertemu. Wajar, kalau keduanya lupa, kalau bukan karena Nover yang masih mengingat wajah bu Ayu yang nggak lain adik dari Mamanya Nover.

...----------------...

Episodes
Episodes

Updated 44 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!