Playtime And Disaster

Playtime And Disaster

Bab 1 - Memulai Kembali

Berlari tak tentu arah dilorong panjang sebuah tempat yang seharusnya adalah rumah tua. Aku sudah tidak ingat berapa banyak pintu dan lorong yang aku lewati untuk kabur dari mimpi buruk ini. Namun tidak peduli arah mana yang aku ambil, semuanya seolah-olah berputar ke tempat yang sama, seperti tidak mengizinkan kami keluar. Meskipun begitu, mencari jalan keluar bukanlah prioritasku sekarang. Aku harus lari dari ‘dia’.

“Nona manis berlari kencang

Semua jalan diambil agar menang

Tapi nona bodoh bagai kerang

Karena semua jalan buntung!”

Sosok badut psikopat itu terus mengulangi pantun yang sama seperti mengharapkan kekalahanku. Bunyi dari palu besar yang dia seret membuatku muak karena menghasilkan decitan kasar dilantai yang bertekstur kayu. Belum cukup dengan itu, ada suara tertawa, jeritan, dan tangisan yang mengikuti boneka badut setinggi tiga meter itu dengan didampingi tarantula plastik yang merayap di atas plafon atap bersama serangga – serangga lainnya yang mengikuti. Tarantula plastik yang beragam bentuknya itu satu per satu jatuh untuk memperlambat gerakanku yang cetaka. Tapi beruntungnya, aku dapat menghindari sabotase mereka dengan memukul menggunakan sapu yang kebetulan aku bawa. Namun, lorong yang sempit ini membatasi pergerakanku.

“Clara! Larilah lebih cepat!”

Boneka yang terpaksa aku bawa di lengan kiriku memberi nasihat yang tidak berguna. Sekarang saja aku sedang berlari dengan mempertaruhkan nyawa. Walaupun paru-paruku sesak, jantungku berdegup kencang, dan perutku sakit luar biasa, aku tidak bisa berhenti karena aku takut tertangkap dalam sedetik istirahat. Bahkan di saat kepanikan itu, aku masih sempatnya mendorong kacamataku ke tempat semula dengan tangan kanan yang sedang memegang sapu.

Didepanku, ada pintu yang mengarah ke ruangan selanjutnya terbuka dari dekat. Aku pikir kami setidaknya bisa selamat dengan keluar dari lorong ini. Akhirnya, kami berhasil pindah ke aula yang luas dan penuh tanaman hias. Walaupun tanamannya indah, aku terpaksa melemparnya ke lantai dengan sapu untuk menghentikan pergerakan badut psikopat itu bersama ‘peliharaan’ anehnya yang sedikit demi sedikit berkurang. Aku pun harus balik badan menghadap mereka agar lemparanku tepat sasaran. Lumayan sulit melakukannya dengan satu tangan sambil memperhatikan melangkahku.

Namun, dengan cerobohnya aku menabrak deretan pot tanaman lidah buaya yang besar hingga terjatuh karena terlambat berbalik. Tubuhku sakit hebat dan mulutku memuntahkan makan siang yang semula nasi dengan telur. Napasku tersengal-sengal mencari udara sampai otakku ingin meledak. Gagang kacamataku patah dan lensanya pecah saat berbenturan di lantai keramik yang dingin.

“CLARA!”

Oh tidak, kami terkepung.

Bagaimana aku bisa berakhir seperti ini? Dikejar monster berwujud mainan didunia yang tidak dikenal? Hah, benar. Ini semua karena sebuah boneka yang seenaknya memintaku mematahkan kutukan rumah tua. Tidak seperti aku punya pilihan lain juga.

...🌼🌻🌼

...

Beberapa bulan sebelum ‘bencana’ terjadi.

23 Juni 2019

Pukul 12.00 sudah menunjukkan pergantian waktu dari pagi ke siang dimana cahaya matahari diatas kepala. Namun, hamparan awan lembut berwarna putih di langit biru menutupi sebagian cahaya tersebut. Membuat hari ini menjadi hari yang sempurna untuk piknik. Jalan tol hari ini tampak senggang dengan jumlah kendaraan beroda empat yang tidak lebih dari 20 buah. Memang jalanan dihari kerja saat ini hampir sepi.

Dalam mobil Inova abu-abu, sang sopir memusatkan semua fokusnya ke depan walaupun jalanan lumayan sepi. Kemungkinan karena bangku di sebelah kirinya kosong sehingga dia tidak memiliki teman berbincang. Bukan berarti sopir itu mau berbincang dengan orang asing juga. Dia hanya menjalankan tugasnya untuk mengantar pelanggannya ke tempat tujuan.

Di kursi belakang, seorang tante dan keponakannya masih duduk manis di posisi mereka masing – masing selama seperempat jam perjalanan sambil diam seribu bahasa. Keponakannya bernama Clara Paradista. Dia mengenakan jaket merah dan t-shirt putih polos didalamnya. Celana jeans yang Clara pakai panjangnya selutut sedangkan kaos kaki yang panjang menutupi sisanya sampai sepatu Nike hijau yang adalah hadiah ulang tahunnya. Sambil mengarahkan matanya ke jalanan yang berlalu dari kaca jendela kanan mobil, Clara melamun dalam pikirannya sendiri. Sesekali membetulkan kembali posisi kacamatanya ke tempat semula dengan satu jari telunjuk.

Sedangkan tantenya yang bernama Imelda Anjantianti mengenakan busana berwarna ungu dengan sedikit kain tambahan yang dijahitkan sebagai hiasan. Hijabnya memiliki motif geometri berwarna ungu lilac dan putih sebagai warna aksennya. Sedangkan kakinya mengenakan sandal modis yang biasanya digunakan untuk jalan-jalan atau pergi ke kondangan teman. Wanita berusia 39 tahun itu memperhatikan keponakannya dengan gelisah. Walaupun jarak diantara Clara dengan dirinya hanya sejengkal, tante Imelda merasa jika mereka berbeda dimensi. Seperti ada tembok tak terlihat yang memisahkan mereka. Tante Imelda hanya bisa meremas tas kecil merek Dowa miliknya sambil menyimpan perasaan gundah ini.

Aura kecanggungan yang pekat bertebaran di atmosfer mobil karena tidak adanya interaksi sosial. Hal ini masuk akal karena mereka sudah jarang mengunjungi rumah satu sama lain selama satu tahun. Apalagi, kemarin adalah hari pemakaman kedua orang tua Clara karena kecelakaan motor. Tanpa direncanakan, tanpa berpamitan, semuanya terjadi begitu cepat. Telepon dari polisi, perjalanan ke rumah sakit, tamu – tamu berdatangan, menutupi tubuh kedua orang tuanya dengan kain kafan, lalu salam perpisahan terakhir sebelum diantar ke tempat peristirahatan terakhir mereka.

Dengan emosi yang masih tidak stabil, gadis malang ini harus berjuang mengatasi depresi ditinggalkan setelah 14 tahun hidupnya yang normal. Banyak ucapan belasungkawa dan kata – kata penyemangat yang dia dapatkan. Namun, tidak ada yang berhasil mengisi hatinya yang berlubang. Dan di saat keterpurukan itu, Tante Imelda menawarkan sebuah bantuan. Tante Imelda akan mengurus semua hal berat yang ditinggalkan bersama Clara dan mengurus gadis yang sedih itu bersama anak – anaknya dirumah yang hangat. Berharap dengan semua itu, Clara bisa bangkit kembali untuk menjalani hari tanpa memikirkan kepergian orangtuanya yang tragis. Clara yang linglung hanya bisa mengangguk dan menerimanya. Berpikir ini kesempatan terbaik yang bisa diambil karena dia masih terlalu muda untuk mengerti semua hal sekaligus.

Dan sekarang Clara berkendara menuju rumah tantenya karena mereka akan tinggal bersama sebagai hasil dari menerima bantuan Tante Imelda sebelumnya. Wanita dua anak itu merasa sanggup merawat Clara sebagai walinya dan langkah pertama yang dia lakukan adalah mengajak Clara pindah ke rumahnya. Meskipun rumah Tante Imelda dan Clara berada di Jakarta, walaupun hanya dipisahkan oleh kecamatan, mereka masih menggunakan jasa sopir taksi untuk sekalian membawa barang keperluan sehari-hari Clara yang lumayan banyak. Ditambah, mobil pribadi mereka sedang berada di bengkel untuk diperbaiki tangki bensinnya.

Tapi ini bukan berarti hubungan mereka sangat renggang.

Episodes
1 Bab 1 - Memulai Kembali
2 Bab 2 – Memulai Kembali (2)
3 • Bab 3 – Tidak Asing, Namun Baru
4 Bab 4 – Tidak Asing, Namun Baru (2)
5 Bab 5 – Tidak Asing, Namun baru (3)
6 Bab 6 – Panggilan
7 Bab 7 – Boneka Yang Aneh
8 Bab 8 – Boneka Yang Aneh (2)
9 Bab 9 – Sangat Menyebalkan, Tapi...
10 Bab 10 – Sangat Menyebalkan, Tapi... (2)
11 • Bab 11 – Perjalanan Takdir (1)
12 Bab 12 – Perjalanan Takdir (2)
13 • Bab 13 – Perjalanan Takdir (3)
14 • Bab 14 – Perjalanan Takdir (4)
15 Bab 15 – Perjalanan Takdir (5)
16 Bab 16 – Perjalanan Takdir (6)
17 Bab 17 – Perjalanan Takdir (7)
18 Bab 18 – Fresh Tea
19 Bab 19 – Fresh Tea (2)
20 Bab 20 – Rahasia Diantara Kita
21 Bab 21 – Markas Iblis
22 Bab 22 - Markas Iblis (2)
23 Bab 23 - Diskusikan Masalah Kita
24 Bab 24 - Diskusikan Masalah Kita (2)
25 Bab 25 - Ayo Jalan – Jalan!
26 Bab 26 – Ayo Jalan – Jalan! (2)
27 Bab 27 – Ayo Jalan – Jalan! (3)
28 Bab 28 – Ayo Jalan – Jalan! (4)
29 Bab 29 – Ayo Jalan – Jalan (5)
30 Bab 30 – Rumah Yang Aneh
31 Bab 31 – Rumah Aneh (2)
32 Bab 32 – Rumah Yang Aneh (3)
33 Bab 33 – Rumah Yang Aneh (4)
34 Bab 34 – Arsitektur Dari Rumah Impian
35 Bab 35 - Arsitektur Dari Rumah Impian (2)
36 Bab 36 – Usai Sembuh
37 Bab 37 – Labirin Menyesatkan
38 Bab 38 – Labirin Menyesatkan (2)
39 Bab 39 – Labirin Menyesatkan (3)
40 Bab 40 – Labirin Menyesatkan (4)
41 Bab 41 – Memanggang Kepahitan
42 Bab 42 – Memanggang Kepahitan (2)
43 Bab 43 – Memanggang Kepahitan (3)
44 Bab 44 – Milikku!
45 Bab 45 – Milikku! (2)
46 • Bab 46 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian
47 Bab 47 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian (2)
48 Bab 48 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian (3)
49 Bab 49 – Belok Arah
50 Bab 50 – Belok Arah (2)
51 Bab 51 - Belok Arah (3)
52 Bab 52 - Belok Arah (4)
53 Bab 53 - Berkata, Lalu Berucap
54 Bab 54 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah!
55 Bab 55 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (2)
56 Bab 56 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (3)
57 Bab 57 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (4)
58 Bab 58 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (5)
59 Bab 59 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (6)
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Bab 1 - Memulai Kembali
2
Bab 2 – Memulai Kembali (2)
3
• Bab 3 – Tidak Asing, Namun Baru
4
Bab 4 – Tidak Asing, Namun Baru (2)
5
Bab 5 – Tidak Asing, Namun baru (3)
6
Bab 6 – Panggilan
7
Bab 7 – Boneka Yang Aneh
8
Bab 8 – Boneka Yang Aneh (2)
9
Bab 9 – Sangat Menyebalkan, Tapi...
10
Bab 10 – Sangat Menyebalkan, Tapi... (2)
11
• Bab 11 – Perjalanan Takdir (1)
12
Bab 12 – Perjalanan Takdir (2)
13
• Bab 13 – Perjalanan Takdir (3)
14
• Bab 14 – Perjalanan Takdir (4)
15
Bab 15 – Perjalanan Takdir (5)
16
Bab 16 – Perjalanan Takdir (6)
17
Bab 17 – Perjalanan Takdir (7)
18
Bab 18 – Fresh Tea
19
Bab 19 – Fresh Tea (2)
20
Bab 20 – Rahasia Diantara Kita
21
Bab 21 – Markas Iblis
22
Bab 22 - Markas Iblis (2)
23
Bab 23 - Diskusikan Masalah Kita
24
Bab 24 - Diskusikan Masalah Kita (2)
25
Bab 25 - Ayo Jalan – Jalan!
26
Bab 26 – Ayo Jalan – Jalan! (2)
27
Bab 27 – Ayo Jalan – Jalan! (3)
28
Bab 28 – Ayo Jalan – Jalan! (4)
29
Bab 29 – Ayo Jalan – Jalan (5)
30
Bab 30 – Rumah Yang Aneh
31
Bab 31 – Rumah Aneh (2)
32
Bab 32 – Rumah Yang Aneh (3)
33
Bab 33 – Rumah Yang Aneh (4)
34
Bab 34 – Arsitektur Dari Rumah Impian
35
Bab 35 - Arsitektur Dari Rumah Impian (2)
36
Bab 36 – Usai Sembuh
37
Bab 37 – Labirin Menyesatkan
38
Bab 38 – Labirin Menyesatkan (2)
39
Bab 39 – Labirin Menyesatkan (3)
40
Bab 40 – Labirin Menyesatkan (4)
41
Bab 41 – Memanggang Kepahitan
42
Bab 42 – Memanggang Kepahitan (2)
43
Bab 43 – Memanggang Kepahitan (3)
44
Bab 44 – Milikku!
45
Bab 45 – Milikku! (2)
46
• Bab 46 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian
47
Bab 47 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian (2)
48
Bab 48 – Kunjungan Hangat Untuk Anak Kesepian (3)
49
Bab 49 – Belok Arah
50
Bab 50 – Belok Arah (2)
51
Bab 51 - Belok Arah (3)
52
Bab 52 - Belok Arah (4)
53
Bab 53 - Berkata, Lalu Berucap
54
Bab 54 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah!
55
Bab 55 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (2)
56
Bab 56 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (3)
57
Bab 57 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (4)
58
Bab 58 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (5)
59
Bab 59 - Pergi Bagai Angin, Bebaslah! (6)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!