REMBULAN

REMBULAN

Bab 1

*Flash Back*

“Bangsat! Lo pikir cowok di dunia ini cuma Lo doang!!” Maki seorang gadis ke arah seorang cowok berpenampilan urakan.

“Dasar cowok enggak tahu diri! Tukang selingkuh! Lo adalah kesialan terbesar dalam hidup gue!”

Bugh!

Sebuah pukulan mengenai pipi lelaki itu sampai jatuh tersungkur. Rembulan, nama cewek itu, tersenyum mengejek.

“Baru dapat pukulan dari cewek saja sudah tumbang! Dasar banci!”

Cowok itu mendesis sinis, pukulan Rembulan tidak seberapa, dia hanya kaget menerima pukulan itu secara tiba-tiba.

“Cih, makanya jadi cewek itu jangan galak-galak. Lagian mana ada sih cowok yang mau sama Lo? Sudah jelek, jerawatan, gendut lagi. Pikir pakai otak makanya”

Rembulan menatap tajam, “Sialan! Awas saja!, suatu saat Lo bakal mohon-mohon minta balikan sama Gue!”

“Cih, jangan mimpi!”

     Kemudian cowok itu pergi dari hadapan Rembulan, meninggalkan Rembulan yang menangis sendirian.

...****************...

Rembulan menatap dingin lelaki di depannya, tidak ada ekspresi apa pun yang mampu di tebak lawan, semuanya terlalu abu-abu. Kaca mata bulat berwarna silver bertengger di hidung mancungnya, wajah putih di sertai tubuh Body Goals membuat Rembulan banyak di kagumi kaum adam. Namun sifat dinginnya membuat semua lelaki memilih menyerah sebelum memulai.

Lelaki di depannya, terperangah tidak percaya. Matanya membulat memancarkan terkejut sekaligus kekaguman.

“Lo Rembulan Agnesia kan? Yang dulu gendut, dekil, jerawatan itu?”

Rembulan menatap lelaki di depannya tanpa ekspresi, tidak menjawab pertanyaan dengan nada menghina itu.

“Gila! Kok Lo bisa cantik banget sih sekarang? Oh ya, Lo masih ingat Gue kan? Mantan terindah Lo, Sabintang Erlangga”

Tidak tahu malu. Itu yang ada di dalam pikiran Rembulan sekarang. Kejadian semasa sekolah menengah atas tidak bisa dia lupakan, pengkhianatan serta penghinaan lelaki itu membuat Rembulan menjadi sedingin es. Untuk menjadi seperti sekarang, bukanlah hal yang mudah, Rembulan harus melalui proses yang panjang.

“Gue menyesal dulu kita putus” Ujar Sabintang dengan senyuman lebar membuat Rembulan muak.

“Gua lebih menyesal pernah kenal sama Lo” Ujar Rembulan di dalam hati. Bertemu dengan Sabintang merupakan kesialan yang tidak pernah bisa Rembulan lupakan.

Sabintang terus menatap wajah Rembulan, membuat gadis itu tidak nyaman. Tanpa kata, Rembulan berbalik meninggalkan Sabintang. Tidak tinggal diam, lelaki itu mengejarnya. Sabintang tidak akan melepaskan Rembulan, apalagi kini gadis itu telah berubah drastis.

“Tunggu, Bulan!”

Langkah Rembulan terhenti saat mendengar panggilan itu, Rembulan mengejek otak serta tubuhnya yang tidak sinkron dengan keinginannya.

“Minta nomor ponsel Lo ya”

Tidak tahu malu. Sekali lagi, ah bukan, berkali-kali Rembulan merutuki Sabintang di dalam hati.

Tanpa menjawab Rembulan kembali melanjutkan langkah, pergi tergesa meninggalkan Sabintang yang menatap nanar punggungnya yang menghilang di balik kerumunan.

Rembulan meletakan tasnya dengan kasar, nafasnya naik turun menahan emosi yang sejak tadi dia tahan. Sabintang adalah masa lalu, Sabintang menjadikannya bahan taruhan, Sabintang selingkuh, Sabintang menghina fisiknya, dan karena Sabintang, Rembulan kehilangan segalanya. Kata-kata itu yang terus dia ucap di dalam hati ketika amarah menyelimuti. Rembulan tidak ingin goyah hanya karena perlakuan baik Sabintang.

“Agnes, Aku kira kamu belum pulang. Maaf datang tanpa izin, tadi aku sedang menghangatkan sup. Mari kita makan bersama” Ujar seorang lelaki yang datang dari arah dapur Apartemen Rembulan.

Rembulan menyembunyikan wajah penuh amarahnya dengan ekspresi datar. Rembulan bagai Aktris Profesional, mampu menyembunyikan segala ekspresi, mampu mengelabui lawan bicara.

“Maaf merepotkan mu, Zico” Ujar Rembulan datar.

Zico tersenyum hangat, “Apa pun tentangmu, tidak pernah merepotkan ku”

Meskipun Rembulan tidak bernafsu untuk makan apa pun, dia menghargai Zico. Cowok blasteran Jerman itu memperlakukannya dengan sangat baik, terkadang bertingkah layaknya seorang Ayah yang melindungi anak gadisnya, terkadang bertingkah seperti seorang Ibu yang memasak untuk anaknya, dan terkadang bertingkah layaknya sahabat ketika Rembukan membutuhkan tempat berkeluh kesah. Rembulan tidak butuh siapa pun lagi, Zico saja sudah cukup.

...****************...

Setelah bertemu dengan Rembulan, Sabintang tidak pernah berhenti tersenyum atau tertawa sendiri, kehilangan Rembulan adalah hal yang paling ia sesali, dan kini kehadiran gadis itu merupakan hal yang sudah sejak lama Sabintang tunggu.

Sabinta, kembaran Sabintang menatap heran melihat tingkah kakak beda lima menitnya terlihat senyum-senyum sendiri. Biasanya Sabintang pulang dengan membanting pintu, melemparkan tas kerja asal, kemudian marah-marah tidak jelas kepada kucing kesayangan Sabinta.

Namun tak dipungkiri, melihat wajah Sabintang sebahagia itu, Sabinta ikut merasa bahagia. Sudah lama Sabinta tidak melihat kebahagiaan di wajah Sabintang.

“Ada apa sih? Tumben senyum-senyum sendiri, sudah mirip orang gila” Ujar Sabinta mengejek.

Bukannya marah seperti biasa, Sabintang malah melebarkan senyumnya. Sabinta sampai ngeri melihatnya, takut kalau Sabintang benar-benar sudah kehilangan kewarasan.

“Gue ketemu Rembulan”

3 kata itu mampu membuat sekujur tubuh Sabinta membeku. Rembulan. Sabinta mengeja nama itu di dalam hati, begitu banyak sesal yang ditujukan kepada Rembulan. Sabinta memang ingin sekali bertemu Rembulan, tapi tidak secepat ini. Dia belum siap, banyak salah yang harus di pinta maaf.

“Lo tahu? Bulan cantik banget, Ta” Ujar Sabintang antusias.

“Lo enggak sadar apa yang Lo lakukan ke Bulan dulu, Sabintang?” Pertanyaan dengan nada datar itu menyadarkan Sabintang akan perlakuannya dulu kepada Rembulan.

“Itu sudah masa lalu, sekarang Gue ingin memperbaiki semuanya” Ujar Sabintang tegas.

“Menurut Lo semua bakal segampang itu? Gue rasa Rembulan bukan gadis bodoh”

Sabintang membanting majalah yang ada di meja, “Lo juga salah, jangan menumpahkan semuanya ke Gue. Lo yang pertama mulai semuanya, Gue Cuma mengikuti kemauan Lo yang kekanak-kanakan itu”

“Maksud Lo apa ngomong seperti itu? Jadi Lo menyalahkan Gue?” Tanya Sabinta tidak percaya.

“Iya, karena rasa cemburu Lo yang kayak anak kecil, dan karena Gue sayang sama Lo, Gue mengikuti keinginan Lo”

“SABINTA, SABINTANG, KENAPA MALAH RIBUT SIH!” teriakan menggelegar itu menyadarkan Sabinta dan Sabintang yang tengah adu mulut.

Telinga Sabinta dan Sabintang di jewer Lia Ibu si kembar.

“Aduh, Ma. Sakit ih” Keluh Sabinta.

“Sudah gede masih saja pada berantem” Gerutu Lia kesal.

“Dia yang mulai Ma” Ujar Sabintang membuat Sabinta melotot tidak terima.

“Enak saja! Lo yang salah”

“Aduh diam deh, kalian bikin kepala Mama pusing saja”

“Kalau pusing ke rumah sakit Ma” Ujar Sabintang santai.

“SABINTANG” Teriak Lia kesal.

“Aduh ampun Ma, bercanda” Keluh Sabintang saat jeweran di telinganya semakin kencang.

Jeweran Ibunya memang tidak pernah main-main, menimbulkan rasa panas di telinga Sabun yang yang memerah. Setelah selesai menghukum anaknya, Lia memilih menonton televisi, menonton sinetron suara hati isteri. Sedangkan Sabintang dan Sabinta memilih pergi ke kamar masing-masing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!