Rembulan sudah banyak mengalami kehilangan, dari kehilangan itu Rembulan belajar arti keikhlasan dan kesabaran. Tidak mudah saat melewatinya, namun karena keinginannya untuk bangkit, Rembulan bisa menopang tubuhnya sendiri. Babak belur di usia yang belia membuat Rembulan menjadi terbiasa.
Bertemu kembali dengan orang-orang di masa lalunya, sebenarnya Rembulan belum siap. Tapi Rembulan harus kembali, ada sesuatu yang harus ia lakukan. Ya, Rembulan kembali bukan tanpa alasan. Jika bisa memilih, Rembulan memilih tinggal di negeri orang, biarkan sendirian, daripada bertemu kembali dengan orang-orang yang pernah menyakitinya.
“Agnes, lusa nanti aku akan kembali ke Prancis, ada pekerjaan yang tidak bisa di wakilkan. Maaf harus meninggalkanmu di sini sendiri” Ujar Zico menyesal.
Ya, Zico sudah berjanji akan selalu mengikuti ke mana pun Rembulan pergi. Tapi kini, dengan terpaksa Zico harus melanggar janjinya. Rembulan tidak keberatan kalau Zico kembali ke Prancis, toh dia sudah terbiasa melakukan apa pun sendiri. Namun tetap saja Rembulan akan merasa kehilangan.
“Selesaikan pekerjaanmu, aku bisa sendiri di sini” Ujar Rembulan dengan yakin.
“Kamu tak apa?” Tanya Zico khawatir.
“Tentu, aku bisa menyelesaikannya sendiri. Setelah semuanya selesai, aku akan kembali ke Prancis” Ujar Rembulan, meskipun dia sendiri tidak yakin apakah dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
“Hmm. Aku tunggu di Prancis. Oh ya, Mom kemarin menelepon, katanya dia sangat rindu” Ujar Zico.
Rembulan tersenyum tipis, “Sampaikan salamku pada Mom, aku juga sangat merindukannya”
“Umm baiklah. Hari ini aku akan berkemas”
“Mau aku bantu?” Tawar Rembulan.
Zico menggeleng, “Tidak, lebih baik kamu istirahat. Aku bisa berkemas sendiri. Sampai jumpa besok”
Setelah kepergian Zico, Rembulan duduk di depan balkon apartemennya. Sudah menjadi kebiasaan kalau Rembulan akan duduk merenung di balkon seraya menatap langit malam.
*Flash Back On*
“Dasar anak enggak tahu diri! Cuma dapat rangking 2, kamu enggak belajar lagi? Ayah bayar mahal-mahal sekolah kamu, kamu malah enggak niat belajar!”
“Mau jadi apa kamu ha? Mau kayak Ibumu yang pel*cur itu?”
“Maaf Ayah, Bulan sudah berusaha” Cicitnya pelan.
Bukannya luluh, sang Ayah malah semakin murka.
Prankk!
Gelas yang berada di dekatnya di lempar begitu saja, hampir mengenai Rembulan yang memegang dada karena kaget. Wajahnya sudah pucat pasi dan badannya bergetar karena takut.
“Berusaha apanya! Dasar pemalas! Ayah enggak mau tahu, tahun depan kamu harus rangking 1 dan ikut olimpiade”
Rembulan menunduk takut, tangannya meremas roknya hingga kusut. Nilai adalah hal yang sangat penting di mata Ayahnya, tidak peduli meskipun anaknya sendiri yang menjadi korban. Menjadi yang pertama adalah segalanya.
*Flash Back Off”
“Sial” Maki Rembulan kesal.
Rembulan membuka laci meja rias, meraih botol berisi obat kemudian menelan 2 obat sekaligus tanpa air putih. Setelahnya Rembulan kembali memejamkan mata, berharap tidak ada lagi mimpi yang datang ke dalam tidurnya.
...****************...
Sabintang tidak pernah merasakan cinta sedalam itu ke perempuan lain selain Rembulan. Kehilangan Rembulan merupakan patah hati terparah yang pernah Sabintang alami. Hanya karena gengsi, Sabintang dengan tega menyakiti Rembulan, padahal gadis itu tidak salah apa-apa. Rembulan tidak layak di sakiti, gadis itu terlalu rapuh.
Jika bisa memilih, Sabintang ingin memutar waktu. Kembali ke masa lalu, memperbaiki sikapnya kepada Rembulan. Tapi sayang, Sabintang hanya bisa berandai-andai. Dan sekarang Sabintang takut kehilangan Rembulan untuk yang kedua kalinya.
“Bintang punya banyak salah sama Bulan, Ma” Ujar Sabintang pelan. Lia mengusap rambut putranya dengan lembut. Dari dulu, Sabintang selalu menceritakan apa pun kepada Ibunya, termasuk soal mencintai Rembulan.
“Bintang menyesal sudah menyakiti Bulan?” Tanya Lia lembut.
Sabintang mengangguk, “Bukan Cuma menyesal Ma, rasanya Bintang ingin merasakan babak belur, Bintang ingin merasakan bagaimana sakitnya jadi Rembulan”
Lia tersenyum sendu. Memang, sejak kepergian Rembulan, Sabintang adalah orang yang paling merasa kehilangan, padahal kepergian Rembulan di sebabkan oleh lelaki itu sendiri. Lia yang awalnya sibuk bekerja sebagai Dokter di Rumah Sakit memilih berhenti dan fokus melihat perkembangan anak-anaknya yang beranjak dewasa.
Rembulan memiliki arti tersendiri untuk Lia, menurutnya Rembulan adalah pelengkap hidup anaknya, Sabintang. Meskipun hanya pernah bertemu sekali, Rembulan masih membekas di ingatan Lia. Sayang, Sabintang malah mengedepankan gengsi dan membuat gadis itu pergi.
“Dulu, Mama pikir kalian cocok, saling melengkapi. Sebagai perempuan, Mama sakit hati jika berada di posisi Rembulan” Ujar Lia membuat Sabintang menatap wajah Ibunya.
“Perbuatan kamu, sulit untuk di maafkan. Meskipun begitu, kamu wajib meminta maaf”
“Mama boleh minta 1 permintaan sama kamu?” Tanya Lia membuat Sabintang bingung.
“Mama mau minta apa?” Tanya Sabintang.
“Bintang harus janji sama Mama buat menjauh dari Bulan”
Deg!
Jantung Sabintang berdegup kencang, perasaan sesak menjalar hingga membuat Sabintang rasanya kesulitan bernafas. Lia adalah orang yang sangat tahu bagaimana Sabintang mencintai Rembulan, lantas kenapa sekarang malah menyuruh Sabintang menjauh, padahal sekarang Rembulan sudah ada di depan matanya.
“Maksud Mama apa?” Tanya Sabintang tidak percaya. Karena Lia adalah orang yang paling tahu bagaimana Sabintang sangat mencintai Rembulan.
“Jangan menambah luka baru untuk Rembulan, Sabintang” Ujar Lia untuk terakhir kalinya sebelum pergi dari hadapan Sabintang. Biarkan meninggalkan Sabintang sendiri agar anaknya itu bisa berpikir dua kali untuk mendekati Rembulan.
Sabintang mengacak rambutnya frustrasi, Lia yang Sabintang pikir akan mendukungnya malah berbalik menyerangnya. Sabintang tidak bisa menjauhi Rembulan, tidak akan pernah bisa. Cukup dulu dia melakukan hal bodoh dengan menyakiti Rembulan, kini dia ingin melindungi gadis itu. Sabintang ingin menjadikan Rembulan tempatnya pulang, begitu pun sebaliknya. Sabintang ingin memeluk Rembulan kala gadis itu rapuh, menenangkan Rembulan setiap kali dalam masalah.
Lia menatap sendu ke arah kamar putranya, dia memang harus melakukan ini supaya Sabintang berhenti.
“Bagaimana Ma? Mama sudah bicarakan hal itu sama Sabintang?” Tanya Arga ayah si kembar.
“Sudah Pa, tapi Mama enggak tega lihat Bintang seperti itu. Dia sudah menunggu kedatangan Rembulan sejak lama” Ujar Lia sendu.
“Rembulan berada di titik hitam yang tidak seorang pun boleh melampauinya. Papa enggak mau Sabintang kenapa-kenapa jika terus memaksa mendekati gadis itu”
Lia menghela nafas berat, “Tapi Rembulan tidak salah Pa, kasihan dia”
“Kita enggak bisa membantunya Ma, enggak akan pernah bisa. Tugas kita hanya menjauhkan Sabintang untuk tetap diposisinya, dan kita harus tetap mengawasi Sabintang”
Lia mengangguk pasrah, dia tidak bisa melawan perkataan suaminya. Lia tidak berada di posisi berhak memilih, karena apa pun pilihannya, Sabintang dan Rembulan akan sama-sama menyakiti. Keduanya tidak akan pernah bisa bersama, karena keduanya seperti di takdirkan untuk saling menyakiti satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments