Bab 4

Jika bisa memilih, Rembulan memilih tidak dilahirkan. Atau menjadi Yatim daripada harus memiliki Ayah yang tidak punya hati nurani.

Rembulan menatap jeruji besi di depannya dengan pandangan yang sulit di artikan, tatapan sedingin es itu bertemu dengan mata elang yang menatapnya tajam. Tidak ada kehangatan atau pelukan kerinduan, yang ada hanya tatapan penuh kebencian.

Jika mata bisa membunuh, maka mereka akan mati hanya dalam sekali tatap. Rembulan mati-matian menahan perasaan takut saat berhadapan dengan lelaki itu.

"Mau apa kamu datang kesini? Ingin menertawakan hidup saya?" Pertanyaan sinis langsung terlontar dari mulut lelaki paruh baya yang sedang duduk santai di balik jeruji besi.

Meskipun jaraknya terpisahkan oleh jeruji besi, Rembulan tetap merasa takut. Rasa trauma yang di berikan lelaki itu tidak akan pernah hilang. Rembulan tidak puas jika melihat lelaki itu masih bisa melihat dunia, harusnya lelaki itu menerima hukuman mati atas semua perbuatannya. Tapi tidak, uang memang menang di atas segalanya. Lelaki paruh baya itu tidak menerima hukuman yang sepadan dengan perbuatannya.

Meskipun berada di balik jeruji besi, lelaki itu tidak pernah berhenti mengganggu hidup Rembulan. Lelaki itu adalah Bara, Ayah kandung Rembulan.

"Sudah cukup Anda membuat hidup saya menderita, Tuan Bara" Ujar Rembulan dengan nada dingin. Rembulan berusaha mati-matian menahan nada gemetarnya saat berhadapan dengan lelaki itu.

Bara tertawa terbahak-bahak seakan sedang mendengar lelucon lucu. Dia tidak menyangka gadis itu berani berbicara lantang kepadanya.

"Jangan pernah bermimpi untuk hidup bahagia. Karena saat di mana kau lahir ke dunia, saat itu juga hidupmu ada di tanganku. Kau tidak punya pilihan selain, menderita" Ujar Bara tegas.

Jika anak perempuan lain menganggap seorang Ayah adalah cinta pertama nya, berbeda dengan Rembulan yang menganggap Bara adalah ketakutan terbesarnya. Rasa takut itu menumpuk dari ia kecil hingga saat ini, rasa trauma yang tidak bisa di hilangkan walau pergi ke Psikolog termahal sekali pun.

Jika saja wajah Rembulan tidak mirip dengan Bara, mungkin Rembulan akan menyangka kalau Bara adalah Ayah tirinya atau Rembulan hanya anak angkat. Tapi tidak, wajah Rembulan seperti cetakan wajah Bara dengan versi perempuan.

"Saya lebih baik mati dari pada dibuat menderita secara terus menerus oleh Ayah kandungnya sendiri!" Ujar Rembulan penuh penekanan. Wajahnya tetap datar tanpa ekspresi, benar-benar mirip Bara.

"Kamu pikir kamu bisa mati dengan mudah? Cih, sudah aku bilang hidupmu ada di tanganku!! Aku sendiri yang akan memenggal kepalamu!" Ujar Bara penuh penekanan.

"Sebelum hari itu tiba, aku belum puas membuatmu menderita" Lanjut Bara dengan nada tinggi.

Rembulan memegang tali tasnya erat, menguatkan dirinya kalau dia sekarang jauh lebih kuat dan berani. Apalagi mereka terhalang jeruji besi, Rembulan tidak boleh takut, ya Rembulan harus berani menghadapi Ayahnya sendiri.

"Jadi, hidup saya hanya ada 2 pilihan. Menunggu saya mati di tangan Anda, atau saya yang membuat Anda mati" Ujar Rembulan. Senyum miring tercetak di bibir Rembulan membuat Bara langsung berdiri murka.

"Sialan kau! Aku bersumpah tidak akan membuat hidupmu tenang barang sedikit pun!" Bentak Bara membuat Rembulan merasa nyeri mendengar Ayah kandungnya sendiri menyumpahinya.

"Saya rasa waktunya sudah cukup. Jaga kesehatan Anda supaya puas menyiksa saya!" Ujar Rembulan untuk yang terakhir kalinya sebelum keluar dari ruangan pengap itu.

Entah kesalahan apa yang Rembulan perbuat sampai Bara begitu tega menyiksa fisik dan batinnya, bahkan hal itu berlangsung sejak Rembulan kecil. Bara tidak pernah mencurahkan kasih sayangnya barang sedikit pun, yang ada hanyalah penyiksaan.

...****************...

*flash back On*

"Hei, kalian jangan main sama Bulan, dia itu anak mafia loh" Ujar seorang anak kecil perempuan berambut panjang.

Rembulan yang sedang bermain bersama teman barunya seketika menoleh tidak mengerti. Anak mafia? Apa itu? Rembulan tidak tahu. Usianya terlalu kecil untuk mengetahui dunia orang dewasa.

"Mafia itu apa?" Tanya Rembulan polos.

"Pembunuh. Hih seram, ayo teman-teman kita pergi. Jangan berteman dengan Rembulan, kata Mamaku nanti Papanya Rembulan bisa bunuh kita juga" ajak perempuan itu ke teman-temannya yang lain. 

Seketika teman-teman Rembulan pergi menjauh meninggalkan Rembulan seorang diri. Meskipun sering mendapat penyiksaan oleh Bara, Rembulan yakin Papanya tidak membunuh orang. Pikiran Rembulan begitu polos dan lugu.

Sejak saat itu, tidak ada seorang pun yang mau berteman dengan Rembulan. Saat akan memasuki Sekolah Menengah Atas, Rembulan sengaja sekolah ke tempat yang lumayan jauh dari rumahnya, karena Rembulan ingin memiliki teman. Sampai akhirnya dia bertemu Raina, Jupiter, Sabinta, Sabintang. 

*Flash back off*

"AKHHH!!"

Teriak Rembulan yang baru saja bangun karena mimpi buruk. Rembulan tidak pernah bisa tidur dengan tenang, apalagi jika Bara masih ada di dunia yang sama. Setiap kali Rembulan tidur, mimpi menyakitkan itu selalu saja datang silih berganti. Tidak pernah membiarkan Rembulan tidur dengan tenang.

Untuk yang ke sekian kalinya, Rembulan menangis sendirian. Apa Rembulan salah jika dia ingin mendapatkan kebahagiaan? Kenapa Bara tidak pernah ingin melihat Rembulan bahagia barang sebentar saja? Kenapa lelaki itu selalu mengusiknya? Ke mana pun Rembulan pergi, Bara akan langsung mengetahui. Bara mempunyai banyak koneksi meskipun sedang berada di balik jeruji besi.

Rembulan mengusap air matanya kasar, dia beranjak keluar kamar, mengambil kunci mobil dan mengeluarkan mobilnya dari garasi.

Kemudian Rembulan melajukan mobilnya kencang di tengah malam, untungnya jalanan sudah sepi jadi Rembulan leluasa menyetir dengan kecepatan penuh.

Citttttttt!!

Rembulan menginjak rem dengan cepat saat sebuah mobil melaju dari arah berlawanan. Bukannya senang karena selamat dari kecelakaan, Rembulan malah sebaliknya, harusnya dia membiarkan mobilnya tertabrak agar Rembulan tidak lagi menatap dunia yang membencinya. Sayang, Rembulan malah refleks menginjak rem.

Tok.. Tok.. Tok..

Bunyi ketukan pada kaca menyadarkan Rembulan kalau orang yang hampir di tabraknya sudah berdiri di samping mobilnya. Rembulan membuka setengah kaca mobil, dia malas kalau harus keluar dari mobil.

Lelaki paruh baya yang hampir di tabrak Rembulan itu mematung saat menatap Rembulan.

'mata itu'

"Maaf. Membuat Anda hampir celaka, berapa total kerugiannya?" Tanya Rembulan datar.

Lelaki paruh baya itu menggeleng, "Tidak perlu, saya tidak apa-apa. Lain kali hati-hati saat berkendara, kurangi kecepatan meskipun jalanan lagi sepi" Nasehat lelaki paruh baya itu.

"Terima kasih. Harusnya saya mati tadi. Tapi itu akan membuat saya merasa bersalah karena melibatkan Anda. Saya permisi"

Setelah mobil Rembulan melaju dengan cepat, lelaki paruh baya itu menggeleng heran. Tidak menyangka akan bertemu gadis itu.

"Benar-benar anak dan Ayah, sama-sama sinting"

Rembulan tidak ingin mati karena bunuh diri, dia ingin meninggal dengan tenang. Namun apakah Bara akan membiarkan hal itu terjadi?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!