Kara Ina
"Mau kemana?"
Kara yang hendak memakai sandal itu menoleh ke sumber suara. Dimana seorang wanita berumur 40 tahunan bersandar di kusen pintu, menatap Kara penuh tanda tanya.
"Mini market, sebentar."
Refleks Wanita itu menghela napas, mengamati perilaku putrinya yang suka sekali keluar malam. Sudah jam sembilan baru ingat keluar, padahal dari habis magrib kerjaan anak gadisnya itu hanya rebahan sambil bermain ponsel. "Kenapa enggak tadi siang aja, sih Kar?"
"Kaya nggak tau aja Bu Ana ini, kalo siang rame banget. Panas lagi," ucap Kara sambil menuntun sepeda keluar pagar. Sesaat, Kara menatap Ibunya sambil meringis.
"Pergi dulu, bu. Assalamu'alaikum," pamitnya kemudian mengayuh sepeda menuju mini market terdekat.
Wanita yang tak lain adalah Ana, ibu dari Kara menutup pintu rumah setelah mengamati kepergian putrinya. Sedangkan Kara, dengan santai mengayuh sepeda, sambil menikmati semilir angin malam yang menembus hoodie hitam kemudian bergesekan dengan kulitnya yang sensitif.
Beberapa kali Kara merasakan badannya merinding, namun gadis itu tetap menikmati. Apalagi ditambah suasana malam yang semakin sepi. Waktu-waktu seperti ini adalah masa terbaik menurut Kara. Jika diperbolehkan keluar lebih lama, tentu gadis itu akan berhenti di taman. Mencari tempat paling cocok untuk merebahkan badan sambil menikmati pemandangan cerah langit penuh bintang diakhir bulan Mei.
Perjalanan menyenangkan itu berakhir saat Kara menarik standar sepeda, memarkirkannya di depan mini market bercat dominan merah putih kuning. Sambil memasuki area gondola, gadis itu menarik kupluk hoodie. Entahlah, gadis itu merasa dengan memakai penutup kepala kepercayaan dirinya meningkat 50 persen. Semakin wajahnya tidak terlihat, semakin baik untuk kesehatan mentalnya. Kara juga masih memakai masker walau wabah penyakit sudah berhenti menyerang dari berbulan-bulan yang lalu. Kendati demikian, Kara memang sudah sering mengenakan masker bahkan sebelum wabah menyerang.
Sedang asik memilih minuman dingin di depan showcase panjang, punggungnya mendapat benturan keras. Tubuh Kara reflek maju hampir menabrak Showcase, bersamaan dengan suara gaduh yang timbul akibat sekeranjang penuh belanjaan jatuh ke lantai.
Kedua tangan Kara bertumpu pada kaca showcase guna menahan beban tubuhnya. lantas menoleh ke belakang dan mendapati cowok seusianya tengah menatapnya dengan wajah kaget. Cowok itu meringis mendapati keterdiaman Kara karena masih terkejut.
"Eh, maaf," ucap si cowok pada akhirnya.
Kara hanya mengangguk, gadis itu tidak kuasa hanya untuk sekedar berkata 'iya.'
"Sekali lagi minta maaf, ya. Mata gue ngeblur." Dengan alasan alakadarnya, cowok itu kembali meminta maaf setelah mengambil lagi keranjang belanjanya. Dan lagi-lagi Kara mengangguk.
Seakan sadar dengan tujuannya, Kara dengan cepat menuju meja kasir. Gadis itu hanya membawa 3 bungkus mie instan dan 1 pack nori untuk dibayar. Keinginan membeli minuman dingin hilang seketika sebab kejadian barusan.
Sedangkan cowok yang tadi menabrak punggung Kara, menatap kepergian gadis itu dengan aneh.
"Mungkin bisu," ucapnya dalam hati.
......................
"Ada yang ingin ditambahkan?"
Kara menggeleng saat Kasir menanyakan barang belanjanya ingin ditambah atau tidak. Mendapat respon Kara seperti itu, Kasir wanita tersenyum maklum. Sang kasir ternyata sudah hapal dengan karakter konsumen setianya itu.
Walaupun terkesan dingin dan menyebalkan, Kasir wanita itu harus tetap profesional. Lagi pula, terkadang apa yang kita pikirkan tidak sesuai dengan kenyataan sebernarnya. Mungkin Kara tidak semenyebalkan yang kasir itu kira. Si Kasir hanya belum melihat sisi baiknya saja. Positive thinking.
"Totalnya 20 ribu."
Kara mengambil dompet kecil dan mengeluarkan uang pas. Setelah menerima struk belanja dan mengambil barang belanjaan, Kara bergegas keluar dari mini market. Diam-diam gadis itu bersyukur, entah untuk apa. Hanya lega saja dapat keluar dari mini market cepat-cepat.
Kara menaruh barang belanja di keranjang sepeda. Saat gadis itu akan berputar balik bersama sepedanya, suara notifikasi Whatsapp terdengar. Kara mengambil ponselnya yang menyala otomatis, membaca sekilas notifikasi layang dari teman dekatnya.
Tidak langsung membalas, Kara memilih mengayuh sepeda menjauhi mini market. Gadis itu berhenti setelah menempuh jarak 100 meter, tepatnya di pinggir trotoar dekat halte.
Kara kembali mengeluarkan ponselnya.
Luna :
Udah dapet loker belum?
Lagi-lagi masalah pekerjaan. Bila boleh memilih, sebenarnya Kara ingin menjadi pengangguran sukses saja, tapi masalahnya hal itu sepertinya mustahil. Keluarganya bukan keluarga sultan.
To Luna :
Kamu tanya sama orang yang salah.
Bagaimana mungkin Kara mendapat info lowongan pekerjaan? Kontak Whatsapp-nya tak lebih dari 20 orang. Ditambah gadis itu jarang ngintip akun-akun lowongan pekerjaan di sosial media. Sudah lebih dari 2 tahun Kara belum juga memulai aksi. Gadis itu masih nyaman rebahan di kasur empuknya dan menikmati kasih sayang keluarganya.
Abangnya yang sudah menikah bahkan masih sering mengisi rekening Kara dengan nominal yang lumayan. Istri Abangnya tidak pernah marah atau cemburu, hubungan keduanya malah sangat baik. Kara sering diajak istri abangnya ke supermarket, menemani belanja kebutuhan rumah dan berakhir ditraktir.
Luna :
Selesai kontrak aku mau magang di Korea, hehe.
"Hah?!" Seru Kara, gadis itu melongo sambil menatap layar ponsel. Tidak percaya dengan keputusan temannya itu. Dengan cepat Kara mengirim balasan untuk Luna.
To Luna :
Demi apa?
Luna :
Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
To Luna :
Serius Lunaaa
Luna :
Sejak kapan ayat alquran buat becandaan?
Kara mendengus membaca Chat Luna yang selalu membuatnya kesal. Kesabaran Kara setipis tisu dibagi dua.
To Luna :
Aish, kok bisa kepikiran mau ke Korea?
Fokus Kara buyar saat mendengar suara motor mendekat seperti akan berhenti disampinya, gadis itu dengan cepat menyimpan ponselnya dan mengayuh sepeda. Kara bahkan tidak berani menoleh ke belakang ataupun ke samping. Jantungnya berdetak dengan cepat, takut sekaligus gemetar.
Pikiran Kara bercabang kemana-mana, mungkin culik. Ah, atau bisa jadi orang tua mesum yang ingin meledek perempuan, atau melakukan pelecehan? Aish, Kara tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya itu. Tapi, bisa saja hanya orang yang ingin bertanya alamat? malam-malam seperti ini? Ah rasanya tidak mungkin. Mungkin pembunuh berdarah dingin?
Kara menggelengkan kepala berulang kali bahkan sampai keseimbangan dirinya sempat oleng. Untung tidak sampai terjatuh. Membayangkan pembunuh membawa pisau atau benda tajam lainnya kemudian menggorok leher Kara, membuat gadis itu merinding seketika. "Astaga, kenapa mikirin itu sih?" batin Kara.
Di belakang Kara, pengemudi motor yang ternyata cowok mini market yang menabrak punggung Kara, berhenti sambil menatapnya bingung. Di netra cowok itu, kelakukan Kara benar-benar aneh. Padahal si cowok hendak bertanya kenapa Kara berhenti di pinggir jalan seperti itu, sedangkan hari sudah semakin malam dan sepi. Mungkin Kara sedang mengalami sesuatu, dan dirinya bisa membatu.
Begitu didekati malah menjauh, cowok itu hanya geleng-geleng kepala. Netranya masih terus mengamati Kara yang semakin menjauh, hilang saat gadis itu mengayuh sepedanya memasuki gang.
"Bener-bener aneh." cowok itu kembali membatin.
...----------------...
Ini first time aku, tinggalkan jejak kalo kalian suka. Arigatou gozaimasu...
Typ, penulis amatir yang sedang menunggu pembaca datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
✨Susanti✨
hadirrr
2023-10-26
1
Alfan
hai kak aku datang ke karya kakak 🏃🏃🏃🏃🏃
jangan lupa untuk saling follow akun novel toon nya ya. terimakasih 🙏🤗
2023-09-27
0
Dary Niken Prasasti
kok rada aneh ya kalimat e
2023-08-25
0