Jam 12 Siang lebih 20 menit, Kara baru sampai di rumahnya. Baru turun dari tukang ojek online, netranya langsung disambut dengan mobil yang terparkir di depan rumah kosong 'yang katanya' sudah berpenghuni itu. Hanya menatap sekilas, rasa lelah membuatnya enggan berpikir macam-macam.
"Kak, jangan lupa bintang sama ulasannya yaa!" seru tukang ojek sebelum melanjutkan kerja. Kara membalas dengan mengacungkan jempol.
Baru setengah hari di luar, Kara merasa jika energy -nya sudah terkuras habis. Lelah, letih, lesu apapun itu. Bayang-bayang kasur empuk selalu melintas tanpa bisa dicegah. Namun apa daya, untuk sekedar menaiki anak tangga saja, gadis itu sudah tidak sanggup.
Entahlah, Kara merasa jika dirinya adalah gadis paling lemah sedunia. Baru sampai di ruang tengah, tubuh Kara sudah ambruk di sofa. Dengan malas gadis itu melepas hoodie dan menyisakan manset. Rambut yang tadinya rapi kini terlihat berantakan, cepolannya bahkan sudah mengendur. Anak-anak rambut berdiri tak tentu arah seperti rambut singa.
Kara melirik ponselnya beberapa saat sebelum mengambil benda pipih itu. 'Abangnya gak banyak omong, seperlunya saja. Sip. Rekomendasi untuk introvert.' Ketik Kara pada aplikasi ojek online. Tidak lupa mengirim bintang lima sesuai permintaan tukang ojol. Setelah memberi ulasan, gadis itu meletakkan kembali ponselnya ditempat semula.
Untuk sesaat Kara terdiam, mengamati sekelilingnya dengan pikiran entah kemana. Waktu-waktu seperti inilah rawan sekali menguap. Dimana tubuh masih kotor dan bau keringat, tanpa cuci muka ataupun sikat gigi, mudah sekali untuk tidur. Beda cerita jika sudah beberes, akan sangat susah memejamkan mata.
Suasana sunyi membuat tubuh Kara semakin rileks. Beberapa menit kemudian, gadis itu sudah damai dalam tidurnya.
Waktu terus bergulir. Matahari yang sebelumnya berada tepat di atas kepala kini berpindah posisi 45 derajat disebelah barat. Suasana yang tadinya sunyi mulai sirna. Samar-samar terdengar suara anak-anak kecil yang bermain di taman sebrang rumahnya. Sesekali teriakan mereka terdengar keras sampai ke dalam rumah. Namun tidak cukup untuk membuat Kara terbangun. Tidak sampai suara panci jatuh terdengar begitu nyaring.
Kara yang kaget lantas duduk. Nyawanya seakan ditarik paksa untuk berkumpul. Jantung gadis itu juga berdetak tidak beraturan.
"Buuu, suara apa itu!" Teriak Kara. Namun tidak juga mendapat sahutan.
"Buuu."
"Ibu Ana," panggilnya sembari beranjak menuju dapur.
"Ibu Ana yang terhormat."
Kara celingukan, beberapa kali memanggil Ibu Ana, namun tidak ada jawaban sama sekali. Harapan bertemu Ibunya di dapur pun sirna, gadis itu malah dikejutkan dengan isi panci yang berceceran. Potongan ayam yang sebelumnya sudah dimarinasi tergeletak mengenaskan di lantai. Bahkan bentuknya tidak ada yang benar, hancur semua bekas gigitan kucing. Mirip seperti tetelan.
Sedangkan tersangka utama sudah pergi saat kaki Kara menginjak lantai dapur. Dengan cepat Kara mengikuti larinya kucing.
"Woi berhenti!" seru Kara. Langkah gadis itu berhenti di depan pintu keluar, menatap halaman rumah tempat terakhir kucing berada sebelum menghilang dibalik tumbuhan sayur yang ditanam Ibu Ana.
Raut muka Kara berubah panik, memikirkan nasib ayam marinasi. Membayangkan wajah Ibunya ketika marah. "Habislah riwayatku." Batinnya merutuki.
Di depan pintu, Kara berjongkok sambil menelungkupkan wajah. Sedangkan dalam hati terus mengumpati kucing yang dengan kurang ajarnya mengacak-acak ayam. Mengumpati dirinya yang lalai karena tidak menutup pintu rumah. Bagaimana bisa? Kebiasaan teledornya kembali mendatangkan bencana. Bagaimana jika nanti Ibu Ana mengetahui hal tersebut?
Ibu Ana pasti akan memarahinya atas keteledoran yang telah diperbuat. Sambil terus mengulik kesalahan-kesalahan Kara dimasa lalu. Sungguh menyebalkan.
Kara mengangkat wajahnya, pandangan kosong itu terarah ke depan. Bingung sekaligus resah. Belum selesai merenungi nasib, gadis itu dikejutkan dengan seseorang yang keluar dari dalam rumah depannya itu. Cowok yang ternyata adalah Luis. Kara yang belum menyadari bahwa Luis adalah si cowok Mini market, bergegas masuk ke dalam rumah. Menutup pintu dengan cepat sehingga mengeluarkan suara nyaring.
Suara itu jelas terdengar oleh Luis, cowok itu juga sempat menoleh, namun hanya beberapa saat sebelum akhirnya memilih cuek.
Di dalam rumah, Kara langsung melupakan kejadian barusan. Gadis itu masih bingung dengan nasib dirinya beberapa jam yang akan datang.
Untuk mengurangi masalah, Kara menuju dapur dan segera membereskan kekacauan yang ada. Memasukkan kembali ayam ke dalam panci dan membersihkan lantai dari sisa marinasi serta minyak dengan dipel.
......................
Pukul 4 lewat 30, Ibu Ana membuka pintu rumahnya. Wanita itu terlihat membawa beberapa kantong kresek berisi bumbu dapur serta bibit tanaman hias.
Keluarga Hendra memang sudah biasa dengan suasana rumah mereka yang selalu sepi. Mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Berkumpul pun hanya dilakukan saat menjelang makan malam dan pagi.
Ibu Ana, selaku pemegang kendali untuk urusan rumah. Tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Justru bagus jika rumah sepi, dirinya tidak perlu terlalu sering beberes karena rumah akan selalu rapi. Lebih banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk merawat diri juga menyalurkan hobi *garde*ning-nya.
Walaupun keluarga mereka tidak layaknya keluarga cemara, namun interkasi yang dijalin ketiganya cukup baik. Mereka saling mengerti dan memahami. Mereka hanya tidak suka terlalu menye-menye, ada banyak cara untuk mengungkapkan rasa sayang, bukan?
Kembali pada Ibu Ana. Setelah merapikan bawaannya serta menyimpan bibit tanaman di samping kamar mandi, wanita itu bersiap hendak menggoreng ayam yang sebelumnya sudah dimarinasi. Namun berapa terkejutnya Ibu Ana saat melihat kondisi daging ayam tersebut. Sangat tidak layang untuk dikonsumsi.
"Karaaaa!" Ibu Ana berteriak begitu nyaring. "Nakkkk, turun cepat," sambungnya memberi perintah.
Tak berapa lama, Kara yang dipanggil menampakkan batang hidungnya. Walau gugup, dirinya jelas sudah siap menerima segala bentuk kemarahan Ibu Ana.
"Ini daging ayam kok jadi begini?" tanya Ibu Ana sembari menunjukkan ayam marinasi.
"Kena makan kucing Bu," jawab Kara cepat. Hal itu tentu membuat Ibu Ana menghela napas lelah. Pikirannya dengan cepat bekerja.
"Kok bisa? Pasti kamu lupa menutup pintu keluar lagi ya?" tuduh Wanita itu, yang mana membuat Kara membenarkan kalimatnya. Namun tidak berani mengatakan secara gamblang.
"Kucingnya lapar, Bu." Kara kembali memberi alasan logis.
Mendengar itu, Ibu Ana menggeleng. Ingin berkilah tapi jawaban Kara sudah pasti benar. Tidak mungkin kucing memakan ayam jika tidak lapar?
"Aish bocah ini, ada saja jawabannya. Mau makan apa kita malam ini?" tanya Ibu Ana, mengalihkan topik pembicaraan.
"Emm, sayur aja Bu. Di kebun ibu kan ada sayur." Refleks Kara, hanya itu yang ada dipikirannya saat ini.
"Yakin doyan?" Ibu Ana mengerutkan alis, meyakinkan Kara akan usulannya itu.
"Y-yaa... " Kara mengangguk ragu-ragu.
Ibu Ana menyelidik jawaban Kara, wanita itu tau betul anaknya susah sekali makan sayur. Tapi apa ini? sebab perasaan bersalah kah?
Setelah menimbang beberapa saat, Ibu Ana mengangguk juga. Nadanya berubah 180 derajat, menjadi lebih ringan dan santai. Hal itu membuat Kara sedikit lega. "Baik lah. Lain kali jangan teledor lagi! sekarang gimana nasib si ayam?"
Diam, tidak ada jawaban dari Kara. Gadis itu juga tidak tahu.
"Suruh kucing yang tadi habiskan ayamnya," sambungnya.
"Eeeeeeee... yang benar saja?" Tentu saja Kara keget, tidak habis pikir dengan kalimat Ibunya itu. Random sekali. Tapi mau tidak mau, Kara tetap mengambil panci tersebut.
"Ini beneran?" tanya Kara, meyakinkan dirinya sendiri sekaligus meminta penegasan dari Ibunya.
Ibu Ana mengangguk.
Meninggalkan dapur, Kara membawa panci berisi ayam ke halaman rumah. Gadis itu celingukan mencari kucing random. Beberapa kali memanggil dengan panggilan umum, namun tidak ada satupun kucing yang terlihat. Di kebun mini buatan ibunya pun tidak ada.
Kara memutuskan keluar sedikit, berdiri di samping pagar rumah yang tingginya 1 meter sambil menoleh ke kanan kiri. Siapa tahu dipinggir jalan ada kucing, tapi nyatanya tidak ada.
"Kenapa sih? Tiap butuh aja, hilang. Kalo gak butuh langsung pada nongol. Ais kucing menyebalkan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
xrayyy
Kaya temen gw typ
2023-07-17
0
xrayyy
Apapun masalahnya, manggil Ibu solusinya 😎
2023-07-17
0
Onichin
Ini lucu bgt sumpah, subuh subuh udh di buat ktwa🙏🙏
2023-06-18
0