Love Story

Love Story

Tingkah ABG

"Huftt, pegel juga," keluh seorang gadis belia yang sedang duduk di kursi belajar.

Adinda Putri, seorang pelajar yang telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMU NEGERI Jakarta.

"Adinda, pagi-pagi kamu sudah sibuk dengan kertas-kertas itu," ucap Ibu Lia, "harusnya kamu itu santai-santai dulu, bukannya hari ini kamu bekerja seharian?"

"Ya sih Bu, tapi ini juga penting," jawab Adinda lalu meraih segelas teh hangat yang diberikan Ibunya.

"Aku harus tetap mengasah kemampuanku Bu, agar hasil sketsa rancangan ku lebih berkualitas dan terlihat orisinil." Adinda melanjutkan ucapannya yang terjeda karena menyeruput teh hangat buatan Ibunya.

"Ya, itu bagus tapi kamu juga harus menjaga kesehatan karena kurang istirahat," sahut Ibu Lia.

Memang, Ibu Lia sering melihat putri semata wayangnya duduk berhadapan dengan kertas-kertas hasil sketsa rancangan nya semalaman. Bahkan hingga larut malam Adinda masih belum juga tidur.

Dan, paginya ia harus bekerja di sebuah warung nasi 'Tiga Pesona' hingga sore. Adinda bekerja di sana sudah lama, sejak ia duduk di kelas satu di sekolah SMU NEGERI Jakarta. Gajinya ia gunakan untuk membayar biaya sekolahnya, karena kedua orang tuanya tergolong tidak mampu.

Sebenarnya Adinda ingin sekali kuliah, ia ingin mengambil jurusan Akademi Modeling. Namun, Adinda tidak bisa terlalu berharap keinginannya akan menjadi nyata, karena ia hanya mengandalkan adanya beasiswa jika dapat.

Segala cara telah dilakukan oleh Adinda termasuk mengikuti tes Beasiswa Bidik Misi. Jika dapat maka Adinda akan mendapatkan beasiswa hingga lulus.

"Makasih ya Bu," ucap Adinda kemudian lalu mengemaskan berkas-berkasnya.

Kemudian Adinda mulai mempersiapkan diri untuk berangkat ke tempat kerjanya.

Tak lama kemudian terdengar suara seorang pemuda mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam," jawab Ibu Lia seraya membuka pintu.

"Eh, Nak Galvin. Mari masuk."

Seorang pemuda tampan dengan rambut yang sedikit bergelombang tersenyum manis kepada Ibu Lia, kemudian melangkah memasuki rumah kecil itu setelah bersalaman dengan pemilik rumah yaitu, Ibu Lia.

"Ini ada oleh-oleh untuk Ibu," ucap Galvin seraya menyodorkan sebuah kantong plastik berisi buah-buahan.

"Wah, terimakasih Nak Galvin, lain kali kalau kesini jangan repot-repot."

"Tidak kok Bu, kebetulan ada rejeki."

"Nak, Galvin mau minum teh atau kopi?" tanya Ibu Lia setelah pemuda itu duduk di kursi.

"Tidak usah Bu, aku hanya menunggu Adinda sekalian nanti kami berangkat bareng," tolak Galvin dengan sopan.

Memang, Galvin sengaja hari itu pergi menjemput Adinda kerumahnya, karena ia sedang berusaha mendekati orang tua kekasih nya agar hubungan mereka mendapatkan restu. Karena orang tua Galvin memberikan kebebasan kepada putranya untuk memilih calon pendamping hidup yang sesuai dengan kriteria nya.

Lima menit kemudian, Adinda yang telah berdandan rapi siap untuk berangkat bersama Galvin, kebetulan jalan yang akan mereka lalu memang searah. Setelah berpamitan kepada Ibu Lia kedua sejoli itu pun berjalan menuju ke arah mobil yang di parkir di tapi jalan.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Di kantin sekolah SMU Bintang Harapan tampak tiga orang gadis cantik sedang duduk sambil bercakap-cakap, mereka adalah Cinta, Amelia dan Bunga.

Sejak Bunga dan Cinta menemukan sebuah foto Amelia berdua dengan Jefri, mereka terus meledeknya tanpa ampun. Terlebih lagi jika mereka bertemu di kantin sekolah, salah seorang dari mereka pasti berteriak agar penghuni meja sebelah bisa mendengarnya dengan jelas.

"Amelia, gimana kabarnya si Jefri?" pertanyaan itu sering dilontarkan oleh bunga maupun Cinta.

Lengkap sudah, cinta monyet Amelia dan Jefri menjadi berita hangat di SMU Bintang Harapan.

'Dasar gosip murahan!' batin Amelia, Padahal ia hanya sekali saja berkenan dengan Jefri, tetapi Cinta dan Bunga terus saja memojokkan dirinya.

Begitu halnya dengan siang ini, saat mereka sedang berada di Santa Swalayan Jakarta. Kembali, untuk kesekian kalinya Bunga dan Cinta menggoda Amelia. Sehingga membuat Amelia menjadi keki setengah mati.

"Aku nggak mencintai Jefri, aku hanya bertemu beberapa kali saja dan itu cuma kebetulan!" pekik Amelia seraya mengibaskan rambutnya yang panjang sebahu sambil melotot kepada kedua sahabatnya.

Mendengar teriakan Amelia yang mendengus kesal membuat Cinta maupun Bunga tertawa semakin menjadi-jadi.

"Sudahlah, Amelia!" Bunga mengamati kuku-kukunya yang baru saja selesai di kikir, "jangan pura-pura deh,"

"Iya, betul." Cinta menyetujui, mendukung Bunga.

"Kami kan sudah lihat foto kalian yang sedang berpandangan mesra, romantis banget," lanjutnya seraya mengedip-ngedipkan mata.

"Ayolah, ngaku aja deh, kalian memang sedang kasmaran kan?" suara Bunga seakan mengisi seluruh pelosok Santa Swalayan.

Cinta menyeringai seperti kucing, tawa mereka kembali meledak seketika. Amelia tidak mempedulikan ledekan sahabatnya, ia duduk di sebuah kursi panjang yang diikuti oleh kedua sahabatnya.

Wajah Amelia merah padam, dengan perasaan meledak-ledak Amelia menjilat yoghurt nya perlahan-lahan tanpa menghiraukan bunga dan Cinta, tapi percuma, karena mereka terus saja tertawa.

"Sudahlah," kata Amelia akhirnya, dengan menghela nafas panjang.

"Apa nggak ada bahan omongan lain?" Kedua mata Amelia menyipit, "misalnya kisah kehidupan cinta kalian sendiri?"

Sontak tawa Cinta dan Bunga terhenti, mereka mendadak asyik menikmati yoghurtnya masing-masing.

'Satu poin, untukku,' pikir Amelia merasa menang, akhirnya ia mampu membungkam mulut kedua manusia julid yang selalu meresahkan nya.

Pasalnya baik Bunga maupun Cinta sampai saat ini belum ada salah satu diantara keduanya yang memiliki kekasih, mungkin belum laku.

Memang, Amelia akui Jefri merupakan bahan obrolan yang menarik, karena ia merupakan jenis langka di antara kebanyakan cowok SMU Bintang harapan.

Wajahnya Memperlihatkan garis-garis kejantanan kuat, pendiam dan pemberani. Tetapi kelembutan dan kebijakannya nyaris membuat Amelia terbengong-bengong.

Jefri tampak lebih dewasa dari usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun, mungkin karena ia telah terbiasa hidup mandiri. Terlepas dari sikapnya yang serba bodoh, kesian gantengnya sangat menonjol.

Ketika membayangkan ketampanan Jefri, membuat Amelia merasa sangat menyesal karena mereka tidak mungkin bisa menjalin hubungan.

Amelia adalah penghuni Permata Mutiara Estate, kawasan elit di Jakarta dan termasuk anak baru terpopuler di SMU Bintang Harapan. Hidupnya bergelimang kemewahan semenjak Ayahnya menjabat sebagai gubernur di Jakarta.

Pakaian Amelia bermerek, sekolahnya bergengsi dan teman-teman kencan nya termasuk anak orang terpandang.

Sedangkan Jefri? Dia hidup di perkampungan kumuh, bergaul dengan gerombolan pemuda berjaket kulit hitam lusuh yang merupakan anak-anak geng motor.

Jefri masuk di sekolah SMU Negeri Bintang Harapan, karena mengikuti kursus montir dan sejenisnya. Dengan kata lain, Jefri berasal dari kalangan rendah. Tetapi, ia keren, pintar dan tergila-gila pada Amelia.

Meskipun mereka memiliki begitu banyak perbedaan. Namun, tidak dapat disangkal Amelia pun menyukai Jefri. Meskipun begitu, ia tidak sudi jika Bunga dan Cinta sampai mengetahui akan hal itu, dan Jangan sampai terjadi. Karena kalau sampai mereka berdua tahu, maka tercorenglah reputasi hebat yang selama ini disandang untuk selamanya.

Tetapi, rupanya mereka berdua belum jera memojokkan Amelia.

"Nggak apa-apa," ucap Bunga, "kami mengerti kok, kamu memang menyukai cowok yang kuku nya kotor penuh oli,"

Mendengar ucapan Bunga, membuat Amelia menggigit lidahnya agar sumpah serapah tidak keluar dari dalam mulutnya. Ia berusaha menjaga agar jangan sampai mereka mengamuk. Walau bagaimanapun Amelia hanya murid pindahan dari SMU Surya Bangsa Jakarta ke Bintang Harapan.

Sedangkan mereka, termasuk cewek-cewek populer yang bersedia berteman dengannya. Karena berteman dengan mereka, Amelia jadi ikut populer. Ia takut, kalau mereka sampai berang, maka popularitasnya ikut lenyap.

Amelia memeras otak untuk mengganti topik pembicaraan, tetapi gagal.

"Kalian mau nambah yogurt lagi?" tanya Amelia.

"Nggak usah mengalihkan pembicaraan, jawab iya atau tidak!" celetuk Cinta tanpa menjawab pertanyaan Amelia.

Amelia pun diam, enggan sekali untuk menjawabnya. 'Huh, dasar nenek lampir,' batin Amelia.

"Hei!" seru Bunga tiba-tiba, seraya menegakkan posisi duduknya. Ia memandang salah satu sisi Santa Swalayan.

"Lihat, cowok-cowok itu!" serunya lagi seraya memberikan isyarat dengan ayunan kepala.

Amelia dan Cinta langsung menoleh ke Plaza, benar! Ada tiga pemuda tampan yang keluar dari Kriasta Pasta. Jaket dongker mereka ber gambar burung rajawali berukuran besar di punggung.

"Mahasiswa," gumam Cinta menahan napas dengan kedua mata yang berbinar penuh minat.

"Aku pilih yang sebelah kanan," ucap Bunga, "ganteng sih,"

Tampak pemuda itu lebih tampan diantara kedua temannya, dengan rambut ikal yang ujungnya sedikit menjuntai di keningnya.

"Keren banget," timpal Amelia, "yang lain juga lumayan,"

"Wah, bisa dapat satu-satu nih." komentar mereka serempak, kompak sekali.

"Kayaknya mereka pendatang, bukan anak sini, aku belum pernah melihat mereka sebelumnya," ujar Cinta yang seperti mengenal seluruh penghuni kota Jakarta, macam petugas sensus penduduk saja.

"Menginap dirumah siapa ya, mereka?" tanya nya kemudian.

"Sayangnya bukan dirumahku," sambung Bunga.

"Minggu ini aku dapat tamu mahasiswa," goda Amelia, dibuang nya gelas yogurt kosong ke tempat sampai di dekatnya.

"Mahasiswa tingkat dua," lanjut nya.

Sontak alis Cinta naik, lalu melirik ke arah Amelia yang berhasil mengalihkan pandangan kedua sahabatnya, "Oh," gumam Cinta.

"Tapi sayang, dia itu kakak perempuanku," ucap Amelia sembari cekikikan, "dia pulang untuk berakhir pekan,"

"Lucu, aku suka lupa terus kalau kamu punya kakak," sahut Cinta yang merasa tertipu karena telah menggubris kelakar Amelia.

Cinta dan Bunga belum pernah bertemu dengan Kharisma, karena ia lulusan SMU Surya Bangsa. Sebenarnya Kharisma bisa saja pindah ke SMU Bintang Harapan begitu Ayahnya sukses menjabat sebagai gubernur di kota itu. Tetapi, Kharisma tidak berminat, ia ingin menyelesaikan study bersama dengan teman-teman sekelasnya.

Amelia tidak begitu mengerti alasannya dan terlalu rumit untuk menjelaskan kepada kedua sahabatnya. Mengapa Kharisma begitu betah di sekolah negeri? Itu sebabnya Amelia enggan menyinggung tentang Kharisma.

Terpopuler

Comments

Xiao Yhaan

Xiao Yhaan

minum teh hangat pagi" bisa hangatin tenggorokan

2023-06-09

1

Ponnawash

Ponnawash

sini tak pijitin hehe

2023-06-09

1

Herzegovin

Herzegovin

semoga

2023-06-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!