Jovan kembali melangkah memasuki ruangan beratap kaca dan Amelia mendahuluinya menuju sofa kemudian ia duduk disana.
"Inilah rumah kami!" serunya seraya mengangkat bahu, Amelia menggeser duduknya mendekati Jovan.
"Rumahmu bagus sekali!" Jovan membalas berseru dengan memandang hamparan rumput yang subur lewat jendela.
"Biasa aja, kok. Masih ada rumah yang lebih bagus di seberang sana."
'Rumah ini mungkin lebih mirip sebuah pondok kecil dibandingkan dengan kediaman keluarga Jovan," batin Amelia.
"Belum tentu lebih bagus." Jovan tersenyum memikat.
Rupanya ia mengerti rumah yang di maksud Amelia adalah rumah orang tuanya, di gang seberang.
"Lagi pula, inilah rumah yang sebenarnya, tahu? Rasanya sepi tinggal dirumah besar. Aku lebih cocok dengan rumah seperti ini." lanjutnya lagi.
'Hm, Jovan sangat bijaksana, kepribadiannya sebaik penampilan matanya, wajahnya, tubuhnya, kepandaiannya dan… uangnya…," batin Amelia.
"Aku senang di ajak Ibumu makan malam." Ditaruhnya gelas kosong di tapi meja oleh Jovan, setelah ia meneguk habis isinya. Kemudian menatap lurus ke arah Amelia.
Mendapat tatapan intens dari pria tampan di sampingnya membuat Amelia merasa merinding.
'Gila! Tatapannya maut!' Batin Amelia meronta.
"Ma-mau nambah minumnya?" tanya Amelia, "aku ambilin ya?"
"Nggak usah repot." Jovan mencegah, "udah cukup kok,"
"Nggak apa-apa, lagipula… teman kak Kharisma temanku juga," ucap Amelia tersenyum hangat.
Amelia merasa melayang di udara, si Jovan yang keren telah memasuki kehidupannya dan ada di dalam genggaman tangannya.
'Jo naksir aku, aku yakin itu,' pikir Amelia.
"Untung saja aku bertemu dengan kakakmu," ucap Jovan seraya mendekati Amelia dan menatap nya kembali dengan intens.
"Kalian mirip sekali." lanjutnya.
Jovan berhenti sejenak, ia terlihat tersipu malu. Amelia tidak berkutik, ia pun menahan nafas.
'Sepertinya akan terjadi sesuatu, aku dapat merasakannya, Jovan pasti akan mengatakan kalau dia mencintaiku atau akan menciumku,' batin Amelia bergejolak.
"Aku mau tanya–," Jovan tidak meneruskan kata-kata nya ketika mereka mendengar suara deru mobil datang mendekat.
Suara deru mobil itu memasuki parkiran keluarga Pak Widodo yang ber kerikil, sontak merusak suasana yang mulai terasa hangat. Tanpa sadar, Jovan menggeser duduknya menjauh dari Amelia sontak membuat Amelia merasa kesal.
"Mungkin itu kak Kharisma bersama paman dan bibiku, mereka selalu datang lebih awal," ucap Amelia dengan nada suara kurang senang.
Mengganggu sekali, tepat saat adegan sedang tegang-tegangnya keluarga Hermansyah datang melenyapkan suasana romantis itu.
Amelia bersandar di sofa dan memandang ke arah luar jendela, maka tampaklah mobil itu berhenti tepat di depan tangga teras rumah mereka.
Bibinya, Ibu Lia turun terlebih dahulu di susul Adinda kemudian pamannya, Pak Hermansyah. Amelia mengakui Adinda tampak terlihat cantik dengan memakai rok panjang hitam ketat dan sweater merah sebatas pinggang.
'Cantik, tapi agak membosankan,' pikir Amelia ketika melirik ke arah Adinda yang berdiri didekat Kharisma.
Amelia bermaksud memikat perhatian Jovan dengan memakai rok minimal yang baru saja dibelinya di butik Fabella.
'Tapi, tetap saja nggak akan terlalu menyenangkan jika harus berbasa-basi dengan keluarga Hermansyah, masih lebih baik menyendiri,' pikirnya.
"Sepupu mu, kuliah juga?" tanya Jovan membuyarkan lamunan Amelia, seraya menatap ke arah luar jendela memandangi kecantikan Adinda.
Membuat Amelia geram. Memang, Adinda lebih cantik darinya dan juga Kharisma. Dan hal itulah yang membuat Amelia selalu merasa iri kepada Adinda.
"Nggak, dia seumuran aku kok, kami jarang bertemu, dan dia juga bukan murid SMU Bintang Harapan," jawab Amelia agak ketus. Enggan untuk menyebutkan nama saudara sepupunya.
"Dia sekolah di sekolah negeri." Amelia berpura-pura melambaikan tangan.
"Dulu kami sempat akrab, tapi sekarang nggak lagi," lanjut Amelia.
"Sayang sekali, aku tahu bagaimana rasanya, seharusnya dipertahankan," sahut Jovan.
Walaupun merasa kesal dengan kehadiran keluarga Hermansyah, namun Amelia hanya bisa tersenyum. Jovan yang merasakan perubahan pada ekspresi wajah Amelia berusaha untuk menghiburnya. Jovan begitu baik, cepat tanggap dan penuh perhatian.
'Luar biasa, sempurna sekali,' batin Amelia, 'Semua perilaku dan tampangnya manis,'
Sangat berbeda dengan para pemuda yang telah dikenalnya di SMU Bintang Harapan. Kebanyakan dari mereka berasal dari dua jenis, si kutu buku yang perasa atau playboy kampungan.
Akan tetapi tidak dengan Jovan, dia adalah mahasiswa tingkat dua. Jelas sekali perbedaannya.
Amelia tersenyum manis.
'Jovan benar, aku harus mempertahankannya,' pikir Amelia.
'Itulah yang akan aku lakukan kepadamu Jovan, dengan cara yang sangat halus,' pikir Amelia.
>>>>>>>>
Adinda melirik ke arah Jovan seraya mengiris iga sapi di piringnya. Sedangkan Jovan asyik menikmati suasana di meja makan. Amelia sengaja duduk bersebelahan dengan Jovan dan berhasil.
Sejauh itu perhatian Jovan hanya tertuju padanya.
Kharisma yang duduk bersebelahan dengan Adinda memulai percakapan dengan Adinda.
'Mereka memang cocok,' batin Amelia.
Kharisma type penyayang sama seperti Adinda, itu yang membuat mereka berdua begitu menjengkelkan.
"Wow, beasiswa!" seru Kharisma, "hebat Adinda!"
Adinda tersenyum mendapatkan pujian dari Kharisma, sementara Amelia menahan erangannya. Dia berharap agar orang tuanya tidak perhatian pada topik itu, Amelia tidak ingin Adinda menjadi pusat perhatian malam itu.
'Jangan sekarang, jangan pada saat Jovan berada disini," batinnya.
"Nggak kebayang kamu tertarik merancang baju," ucap Kharisma lagi, "aku ingin lihat hasil rancanganmu,"
Adinda memang merancang gaun-gaun indah dan anggun, itu benar. Tapi, Amelia akan menambahkan level Amelia Fashion di atas label keluarga Hermansyah suatu hari nanti.
"Boleh," Sahut Adinda senang, "tapi gaun-gaun itu ada di rumah Sofiana,"
Kharisma mengernyitkan dahi.
"Kenapa dirumah Sofiana?" tanya Kharisma.
"Ya, datang saja, nanti aku buatkan gaun." Adinda tidak ingin menyebutkan alasannya.
"Boleh." sahut Kharisma seraya membubuhkan merica di atas irisan daging.
Amelia tampak gelisah di kursinya, lalu ia melirik ke arah Jovan yang sedang menggigit daging. Ia merasa kesal karena Adinda pamer seperti itu karena Amelia merasa takut jika perhatian Jovan teralihkan.
Namun, ternyata itu hanya ketakutan Amelia yang tidak beralasan, karena Jovan sepertinya tidak tertarik dengan masalah jahitan dan rajutan, mungkin ia memiliki penjahit pribadi.
"Aku berharap bos aku di resto akan memberiku Izin untuk merancang seragam baru karyawannya," ucap Adinda, " masa iya, kami harus memakai setelan orange konyol itu terus,"
"Mungkin karena bos kamu terlalu sering melihat keju seharian," celetuk Kharisma.
Ini seperti mengangkat kenyataan bahwa Adinda hidup dengan berjalan pakaian. Kemudian Adinda melirik ke arah Jovan.
"Maaf, seharusnya kami membicarakanmu bukan membahas keju," ucap Adinda.
"Jangan meminta maaf," ucap Jovan seraya tertawa kecil, "Kharisma sering bercerita tentang kalian, dan aku suka menjadi pendengar,"
Bijak sekali, tetapi memang itulah Jovan yang sopan sampai ke ujung-ujungnya.
"Sepertinya kamu memang sedang mujur Adinda," ucap Kharisma bercanda.
Mujur? Tunggu dulu! Amelia tersedak mendengar kata mujur untuk Adinda, karena setahunya gaji Adinda sangat kecil.
"Ah, nggak juga," sahut Adinda tersipu malu, "walau bagaimanapun aku mati-matian menabung bahkan sampai di setiap sen untuk biaya kuliah, Paman Widodo donatur nya, setiap aku menabung seratus rupiah maka ia tambah seratus lagi,"
Pak Widodo tertawa, lalu mengangkat gelas minumannya mengajak bersulang.
"Ayo, minum untuk biaya kuliah Adinda! Bekerjalah dengan giat sampai bisa membiayai kuliah sendiri. Dan, untuk Amelia juga, taruhan! Dia pasti belum punya tabungan!" seru Pak Widodo menggoda anaknya.
"Amelia lebih suka memboroskannya, tinggal menunggu tagihan kredit card tiap bulan." lanjut Pak Widodo tersenyum.
Punggung Amelia terasa kamu dan pipinya memerah.
'Mengapa Ayah mempermalukan aku didepan Jovan?' batinnya.
Memang pada kenyataannya Amelia sangat berbeda jauh dari Adinda, lebih boros itu benar, beruntung Jovan tidak banyak komentar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments