Sebenarnya, Amelia tidak sesombong yang disangka oleh Sofiana, tetapi memang tidak bisa di salahkan. Amelia dan geng nya yang di juluki 'Geng Super Centil' bisa dikatakan bahwa mereka tidak pernah bersikap manis kepada Sofiana, apalagi dulu disaat Sofiana masih gendut, ia selalu saja menjadi bahan olok-olokkan geng super centil tersebut. Dan hal itu membuat Sofiana tidak menyukai Amelia.
"Memang, bukan Amelia yang mengundangku," sangkal Adinda.
"Sudah aku duga, mana mungkin cewek sombong kayak dia mau mengundangmu ," celetuk Sofiana merasa senang karena dugaan nya benar.
"Ibunya, mengundang seluruh keluarga besar, sepupuku Kharisma pulang dari universitas Negeri Jakarta, jadi budeku menggelar acara ramah tamah," Adinda menjelaskan.
"Masa? Aku nggak kenal Kharisma tapi pernah melihatnya dia lebih cantik dari Amelia," ucap Sofiana kurang percaya, "Sayang, kalau kelakuannya persis Amelia,"
Adinda hanya tertawa.
"Yang mirip hanya wajahnya saja, sifatnya seperti langit dan bumi, kamu pasti suka sama Kharisma."
"Mungkin," sahut Sofiana, "eh, aku pergi dulu ya, jangan sampai telat. Senang-senang ya nanti malam, kalau bisa jangan sampaikan salamku buat si Amelia." Sofiana melambai lalu berbaur dengan para pengunjung mall.
Ketika memasuki tempat kerjanya, Adinda memutuskan akan menyimpan komentar Sofiana. Ia sayang pada Amelia, meski sepupunya itu sulit untuk didekati walaupun tidak sedang marah. Adinda tidak ingin menyiramkan minyak ke api yang sedang berkobar.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Seraya membelokkan mobil Jazz merahnya di sebuah bundaran, Amelia berharap kalau Kharisma telah sampai terlebih dahulu, Sehingga dengan begitu ia tidak perlu menghadapi Ibunya sendirian.
Akan tetapi setelah mengedarkan pandangannya, ia melihat mobil satu-satu nya yang berada di tempat parkir itu hanyalah sebuah mobil Van Dewi Catering, mobil yang bertugas mengantarkan pesanan makanan dari sebuah Catering.
Memang, Ibunya tidak suka memasak, tetapi suka sekali membuat jamuan makan malam dengan memesan menu makanan lewat Catering.
Catering Premier membuatnya seolah-olah koki yang sempurna, jika ada seorang tamu yang menanyakan resepnya, Bu Kristina hanya tersenyum manis dan mengatakan kalau itu adalah 'Rahasia perusahaan'.
Amelia memarkirkan mobilnya lalu melangkah turun dari mobil itu.
'Mungkin Kak Kharisma naik kereta api,' gumamnya dalam hati.
Sebenarnya Amelia tidak ingin mengakui bahwa semenjak kakaknya pindah ke Tanah abang, ia merasa sangat kesepian. Ibunya tidak pernah mengajaknya bertukar pikiran, yang dibicarakan hanyalah tentang arisan dan perkumpulan dharma wanita serta pergaulannya dengan orang-orang sederajat.
Ayahnya, Pak Widodo tidak ambil pusing dengan kelakuan istrinya. Baginya tetap berusaha dengan baik sebagai seorang gubernur itu lebih penting. Pak Widodo bekerja seratus jam dalam seminggu demi agar tidak bisa mendengar protes dan celoteh istrinya yang menanyakan kapan waktunya untuk keluarga?.
Walaupun Ayahnya sedang berada di rumah, yang ada hanyalah pertengkaran di antara keduanya. Sejak kecil dan selama bertahun-tahun Amelia dan Karisma sering mencuri dengar bersama-sama, tetapi semenjak kakaknya pergi ia hanya menghadapinya sendirian.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kaki Amelia memasuki ruang tamu dan ia melihat Kharisma sedang santai mengobrol dengan Ibunya, dan ini adalah penampilan tersantai Bu Kristina.
Bahkan, walaupun hanya di rumah, ia memakai setelan sutera lengkap. Bu Kristina menuangkan teh ke dalam cangkir perekonomian antik untuk mereka berdua.
Kharisma terlihat cantik sekali, walaupun hanya memakai jeans belel dipadu kaos butut.
"Hei, Kak Kharisma!" pekik Amelia seraya menghampiri kakaknya.
"Amelia!" teriak Kharisma, kemudian ia melompat dari sofa dan memeluk adiknya erat-erat.
"Bagaimana kabarmu? Kamu cantik deh!"
"Ibu heran, kenapa dia hobby memakai baju jumpsuit, kurang pantas untuk anak SMA," ucap Ibunya berkomentar dengan datar.
'Siapa yang ditanya?' pikir Amelia seraya mengerutkan hidungnya.
Namun, hanya secara diam-diam saat menghampiri sofa dan duduk bersama Kharisma.
Bu Kristina mengulurkan secangkir teh kepada Kharisma.
"Gulanya disini, sayang, Amelia kakakmu cantik ya?" tanya Bu Kristina kepada putri keduanya.
"Memang," jawab Amelia singkat.
Dengan rambut yang kemerahan dan kedua matanya yang menawan Kharisma bisa menjadi gadis cover majalah model manapun.
"Keren, lagi," ujar Ibunya, "mungkin karena pengaruh dunia kampus,"
"Kharisma, bagaimana, sudah punya pacar?" tanya Bu Kristina kepada putri pertamanya, ia merasa dengan wajah cantik dan postur tubuh ideal tentu saja putrinya itu tidak akan kesulitan mendapatkan seorang kekasih. Dan itu selalu ditanyakan saat mereka kembali berkumpul seperti saat ini.
"Ah, Ibu," keluh Kharisma.
Kini pandangannya mulai beralih kepada Amelia, seakan berkata, 'Mulai lagi deh!'
"Hm," desah Bu Kristina, "jangan biarkan masa remajamu berakhir begitu saja,"
"Umurku masih sembilan belas tahun, masih ada banyak waktu untuk mencari pacar," protes Kharisma yang mulai kesal dengan perkataan Ibunya.
Amelia sangat menyayangi Kharisma, tetapi ada rasa senang ketika melihat kakak dan Ibunya sedang berdebat. Jujur, ia sendiri pun merasa bosan dengan Ibunya yang selalu mengatakan.
"Kharisma itu pelajar teladan, dia penuh tanggung Jawab, mobilnya di rawat sendiri dan semua yang di kerjaannya selalu rapi,"
Amelia sadar kakaknya memang lebih pandai dan luwes bergaul, tapi siapa yang tidak akan kesal jika selalu di pojokkan.
"Kamu sudah bawa perlengkapan menginap untuk beberapa hari?" tanya Bu Kristina kepada Kharisma.
"Besok aku pulang kok Bu, aku menumpang kepada teman yang pulang berakhir pekanbaru juga," jawab Kharisma, "kebetulan dia lewat jalan yang searah denganku,"
"Siapa, pacar?" Bu Kristina tersenyum menggoda.
"Cuma teman, Bu. Kami satu tim penelitian di kelas psikologi, dia mau mampir kesini, tapi sekarang sedang mengisi bensin. Kalau boleh aku ingin mengajaknya makan malam sebelum dia meneruskan perjalanan."
'Mengundang mahasiswa makan malam, wah! Asyik banget!' gumam Amelia dalam hati, 'ayo dong Bu, bilang boleh,'
Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Bu Kristina malah hanya menggigit bibir lalu mengernyit .
"Entahlah sayang, Ibu cuma pesan makanan tujuh porsi. Lagi pula kalau cuma sekedar teman…."
"Terserah Ibu, saja." Kristina berbalik kepada Amelia.
Terlihat sebuah kekesalan pada wajah Kharisma, Ibunya memang kolot, Amelia v tersenyum melihat mimik wajahnya yang jengkel.
'Enak rasanya bisa berbagi duka lagi,' batin Amelia.
"Bagaimana kabarnya Bintang Harapan?" tanya Kharisma kemudian, ia sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar tidak selalu disinggung tentang pacar oleh Ibunya.
"Lumayan, tapi sayang cowok-cowoknya nggak ada yang menarik," jawab Amelia, belum habis ternyata keluhannya.
Tiba-tiba saja terdengar bunyi bel pintu.
"Mungkin itu cowok yang tadi aku bicarakan," kata Karisma yang kemudian beranjak dari duduknya melangkah menuju pintu depan.
'Ah, ini dia,' batin Amelia.
Amelia merasa ini adalah kesempatannya untuk memamerkan kepada Bunga dan Cinta. Kalau teman kakaknya tidak kalah keren dan tampan sama seperti cowok-cowok tadi siang yang ia lihat di mall.
'Pasti Bunga dan Cinta iri setengah mati, semoga bukan jenis kutu buku,' batin Amelia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Xiao Yhaan
lah siapa?
2023-06-09
1
Herzegovin
pusing pasti
2023-06-09
1
Kuliner
kalo gak mau salam ya gak usah bilang
2023-06-09
1