Sholehah Bersamamu

Sholehah Bersamamu

1. Harus Tetap Sabar

Suasana kantor masih tampak sibuk oleh karyawan yang mengurus pekerjaan mereka masing-masing,

Meskipun jam telah hampir mendekati pukul empat sore di mana sudah menjelang jam pulang kerja, namun banyak karyawan di saat menjelang akhir bulan seperti ini memang lebih memilih tinggal sedikit lama untuk mengejar menyelesaikan tutup buku,

"Nis, kalau ada rencana mampir supermarket kasih tahu ya, aku mau nitip Iga sapi, malas aku mau belanja sendiri, mata suka ke mana-mana,"

Seorang teman kantor yang usianya kurang lebih sama dengan Nisa tampak mengerling ke arah Nisa yang sudah mulai sibuk membenahi mejanya dan mematikan komputer nya,

"Mau beli berapa memangnya Fin? Mungkin besok pagi aku akan mampir sebelum berangkat,"

Ujar Nisa,

Teman kantornya yang bernama Fina itupun menyebutkan jumlah berat iga yang ia butuhkan,

"Uangnya besok sekalian ya,"

Kerling Fina pula,

"Hmm kebiasaan, nanti jangan-jangan bayarnya nunggu tanggal tiga puluh Nis, dua hari lagi,"

Teman kantor yang mejanya ada di antara keduanya ikut nimbrung, perempuan berhijab yang usianya jauh lebih dewasa dari Nisa dan Fina,

"Ikh Mbak Yuni, tega nih, bongkar strategi,"

Kata Fina sambil tergelak, sementara Nisa tampak nyengir saja sambil geleng-geleng kepala,

Ia memang sudah hafal dengan kelakuan Fina yang gemar titip ini itu tapi ujungnya bayar di akhir bulan pas terima uang gajian,

Nisa kemudian tampak bersiap mengambil tas kerjanya, sembari memastikan hp dan dompet sudah masuk semua ke dalam tas, Nisa kembali melihat ke arah kalender duduk di atas meja kerja samping monitor komputer,

Ini adalah kali ketiga ia melihat tanggal di kalender yang telah ia bundari, tanggal hari ini, di mana tanggal sedang tua-tuanya, saat ia hanya memegang uang untuk kebutuhan sehari-hari sampai akhir bulan, ia harus mengirimkan uang ke Syafira, anak dari Mas Danu, suaminya,

Biaya renang Rp.100.000, adik juga mau ikut, sekalian buat jajan.

Begitu pesan singkat yang dikirimkan ke nomor Nisa satu minggu lalu,

Nisa dengan sabar membalas pesan yang sama sekali tak ada basa-basi dan kesopanan tersebut,

Tanggal berapa acaranya?

Bayarnya paling lambat tanggal 29. Renangnya tanggal 30.

Nisa menghela nafas sejenak, sejatinya sebagai manusia biasa ia sama sekali tidak suka menerima pesan seperti itu dari anak sambungnya,

Anak yang hidup bersama mantan isteri suaminya, yang mungkin memang tidak pernah diajari berbicara yang sopan pada orang yang lebih dewasa, atau justeru memang diajari oleh Ibunya untuk bersikap seperti itu kepada Nisa,

Hanya menghubungi Nisa saat butuh uang saja, dan cara mengirim pesan seolah memang kewajiban Nisa lah yang memberikan uang untuk mereka,

Padahal, Nisa tentu hanyalah seorang Ibu sambung, Nisa juga bekerja sendiri, mencari nafkah sendiri,

Dalam sebuah rumah tangga, perempuan bekerja sebetulnya bahkan tidak boleh jika suaminya berkecukupan, jika suami kekurangan, isteri bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga adalah sunah, itupun bekerja yang benar-benar halal dan tentu saja jauh dari fitnah,

Nisa sudah berupaya maksimal melakukan semuanya, ia merasa suaminya tengah kekurangan, maka ia tetap memilih bekerja agar kebutuhan keluarga tercukupi, ada lebih rejeki ia gunakan untuk membantu suami mengirimi anak-anak yang dalam asuhan Ibunya,

Sekian lama, Nisa tak mencoba protes dan berusaha menerima semuanya dengan hati yang lapang,

Namun, seiring dengan berlalunya waktu dan ia mendapati anak-anak semakin seperti seenaknya, membuat Nisa mulai sedikit goyah, hatinya yang semula ikhlas kini mulai dipenuhi keluh kesah, ia mulai merasa tertekan dengan keadaan yang terasa membebani dirinya, tapi...

Trrrrt... Trrrt... Trrrrt...

Tiba-tiba, terasa hp Nisa di dalam saku tas nya yang masih tergeletak di atas meja di depannya bergetar,

Nisa cepat membuka saku tas kerjanya lagi, dan mendapati layar hp miliknya ada tulisan panggilan dari sang suami,

Tak menunggu lama, Nisa pun mengangkat panggilan tersebut, sembari ia beranjak berdiri untuk bersiap pulang, tepat saat di mana Fina juga tampak beranjak dari tempatnya sendiri dan melambai ke arah Nisa karena akan pergi lebih dulu,

"Aku sudah di depan sayang, ayok mau hujan,"

Terdengar suara Mas Danu, suami Nisa memberitahukan posisinya,

"Iya Mas, ini mau keluar,"

Kata Nisa yang kemudian cepat berjalan menuju pintu keluar kantor, menyusul beberapa karyawan yang tampak lebih dulu meninggalkan ruangan, meskipun ada juga beberapa lagi yang masih tertinggal karena sibuk menyiapkan tutup buku jelang akhir bulan,

Nisa berjalan keluar kantor, sambil mematikan hp dan memasukkannya ke dalam saku tas kerjanya,

Tak begitu jauh dari pintu kantornya, di pelataran depan, suami Nisa yang menggunakan jaket ojek online terlihat sudah menunggu,

Wajahnya yang semakin hitam tampan terulas senyuman menyambut Nisa yang keluar dan berjalan menuju ke arahnya,

Tangan Mas Danu terulur ke arah Nisa, yang mana perempuan itu menyambut tangan itu dan menyalami dan mencium punggung tangannya tanpa canggung apalagi gengsi,

Tidak, sama sekali tidak! Dia suamiku, apapun pekerjaannya saat ini, dia adalah suamiku. Meski penghasilannya jauh di bawahku, tapi aku sama sekali tidak merasa dia tak berguna. Aku tetap menghormatinya, dia tetap adalah imamku, pemimpin rumah tanggaku, dan aku menghormatinya dengan sepenuh hatiku. Begitulah selalu Nisa memandang sang suami,

Tak peduli betapa banyak kenalan laki-laki yang memiliki jabatan bagus di kantoran yang Nisa kenal, tapi Nisa sama sekali tak terpengaruh untuk akhirnya merendahkan sang suami yang kini hanyalah seorang driver ojek online dengan penghasilan pas-pasan.

"Langsung pulang kan?"

Tanya Mas Danu pada Nisa yang tampak mengambil helm dari tangan sang suami dan akan bersiap naik ke boncengan,

Pelan Nisa menggeleng,

"Kita mampir mesin ATM sebentar Mas,"

Kata Nisa, mendengar hal itu Mas Danu menatap Nisa dengan tatapan yang seperti sudah bisa menebak ke arah mana,

"Syafira atau Ragil?"

Tanya Mas Danu tanpa harus tanya mau apa Nisa minta mampir ke mesin ATM,

Nisa terlihat mengulas senyuman tipis saja, ia enggan sekali membahas sebetulnya, karena aslinya ia sendiri antara ikhlas dan tidak kali ini untuk mengirimi anak-anak Mas Danu,

Tapi...

Kami melakukan kesalahan, dan aku terlalu takut jika tak menebusnya sebelum aku mati. Begitu selalu batin Nisa setiap kali ia mulai lelah dengan perannya yang seperti dipaksa untuk mengurus lebih dari apa yang ia sanggup,

"Jika tidak ada, tidak usah dipaksakan Bu, biar saja nanti aku mengumpulkan sendiri,"

Ujar Mas Danu,

Nisa menatap suaminya, yang wajahnya hari ini tampak lelah seperti hari-hari sebelumnya,

Nisa meraih lengan sang suami, lalu memilih naik ke boncengan,

"Tidak apa, ayok kita kirim uang lalu pulang, kamu belum sholat Asar kan Mas, aku juga,"

Ujar Nisa.

...****************...

Terpopuler

Comments

Esti Restianti

Esti Restianti

maaf baru mampir kak,sengaja nunggu agak banyak biar bisa maraton hihi

2023-07-05

0

Siti Hany

Siti Hany

aq mampir kak cilla☺

2023-06-09

0

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

mampir ka Cilla 🤭

2023-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!