Suasana kantor masih tampak sibuk oleh karyawan yang mengurus pekerjaan mereka masing-masing,
Meskipun jam telah hampir mendekati pukul empat sore di mana sudah menjelang jam pulang kerja, namun banyak karyawan di saat menjelang akhir bulan seperti ini memang lebih memilih tinggal sedikit lama untuk mengejar menyelesaikan tutup buku,
"Nis, kalau ada rencana mampir supermarket kasih tahu ya, aku mau nitip Iga sapi, malas aku mau belanja sendiri, mata suka ke mana-mana,"
Seorang teman kantor yang usianya kurang lebih sama dengan Nisa tampak mengerling ke arah Nisa yang sudah mulai sibuk membenahi mejanya dan mematikan komputer nya,
"Mau beli berapa memangnya Fin? Mungkin besok pagi aku akan mampir sebelum berangkat,"
Ujar Nisa,
Teman kantornya yang bernama Fina itupun menyebutkan jumlah berat iga yang ia butuhkan,
"Uangnya besok sekalian ya,"
Kerling Fina pula,
"Hmm kebiasaan, nanti jangan-jangan bayarnya nunggu tanggal tiga puluh Nis, dua hari lagi,"
Teman kantor yang mejanya ada di antara keduanya ikut nimbrung, perempuan berhijab yang usianya jauh lebih dewasa dari Nisa dan Fina,
"Ikh Mbak Yuni, tega nih, bongkar strategi,"
Kata Fina sambil tergelak, sementara Nisa tampak nyengir saja sambil geleng-geleng kepala,
Ia memang sudah hafal dengan kelakuan Fina yang gemar titip ini itu tapi ujungnya bayar di akhir bulan pas terima uang gajian,
Nisa kemudian tampak bersiap mengambil tas kerjanya, sembari memastikan hp dan dompet sudah masuk semua ke dalam tas, Nisa kembali melihat ke arah kalender duduk di atas meja kerja samping monitor komputer,
Ini adalah kali ketiga ia melihat tanggal di kalender yang telah ia bundari, tanggal hari ini, di mana tanggal sedang tua-tuanya, saat ia hanya memegang uang untuk kebutuhan sehari-hari sampai akhir bulan, ia harus mengirimkan uang ke Syafira, anak dari Mas Danu, suaminya,
Biaya renang Rp.100.000, adik juga mau ikut, sekalian buat jajan.
Begitu pesan singkat yang dikirimkan ke nomor Nisa satu minggu lalu,
Nisa dengan sabar membalas pesan yang sama sekali tak ada basa-basi dan kesopanan tersebut,
Tanggal berapa acaranya?
Bayarnya paling lambat tanggal 29. Renangnya tanggal 30.
Nisa menghela nafas sejenak, sejatinya sebagai manusia biasa ia sama sekali tidak suka menerima pesan seperti itu dari anak sambungnya,
Anak yang hidup bersama mantan isteri suaminya, yang mungkin memang tidak pernah diajari berbicara yang sopan pada orang yang lebih dewasa, atau justeru memang diajari oleh Ibunya untuk bersikap seperti itu kepada Nisa,
Hanya menghubungi Nisa saat butuh uang saja, dan cara mengirim pesan seolah memang kewajiban Nisa lah yang memberikan uang untuk mereka,
Padahal, Nisa tentu hanyalah seorang Ibu sambung, Nisa juga bekerja sendiri, mencari nafkah sendiri,
Dalam sebuah rumah tangga, perempuan bekerja sebetulnya bahkan tidak boleh jika suaminya berkecukupan, jika suami kekurangan, isteri bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga adalah sunah, itupun bekerja yang benar-benar halal dan tentu saja jauh dari fitnah,
Nisa sudah berupaya maksimal melakukan semuanya, ia merasa suaminya tengah kekurangan, maka ia tetap memilih bekerja agar kebutuhan keluarga tercukupi, ada lebih rejeki ia gunakan untuk membantu suami mengirimi anak-anak yang dalam asuhan Ibunya,
Sekian lama, Nisa tak mencoba protes dan berusaha menerima semuanya dengan hati yang lapang,
Namun, seiring dengan berlalunya waktu dan ia mendapati anak-anak semakin seperti seenaknya, membuat Nisa mulai sedikit goyah, hatinya yang semula ikhlas kini mulai dipenuhi keluh kesah, ia mulai merasa tertekan dengan keadaan yang terasa membebani dirinya, tapi...
Trrrrt... Trrrt... Trrrrt...
Tiba-tiba, terasa hp Nisa di dalam saku tas nya yang masih tergeletak di atas meja di depannya bergetar,
Nisa cepat membuka saku tas kerjanya lagi, dan mendapati layar hp miliknya ada tulisan panggilan dari sang suami,
Tak menunggu lama, Nisa pun mengangkat panggilan tersebut, sembari ia beranjak berdiri untuk bersiap pulang, tepat saat di mana Fina juga tampak beranjak dari tempatnya sendiri dan melambai ke arah Nisa karena akan pergi lebih dulu,
"Aku sudah di depan sayang, ayok mau hujan,"
Terdengar suara Mas Danu, suami Nisa memberitahukan posisinya,
"Iya Mas, ini mau keluar,"
Kata Nisa yang kemudian cepat berjalan menuju pintu keluar kantor, menyusul beberapa karyawan yang tampak lebih dulu meninggalkan ruangan, meskipun ada juga beberapa lagi yang masih tertinggal karena sibuk menyiapkan tutup buku jelang akhir bulan,
Nisa berjalan keluar kantor, sambil mematikan hp dan memasukkannya ke dalam saku tas kerjanya,
Tak begitu jauh dari pintu kantornya, di pelataran depan, suami Nisa yang menggunakan jaket ojek online terlihat sudah menunggu,
Wajahnya yang semakin hitam tampan terulas senyuman menyambut Nisa yang keluar dan berjalan menuju ke arahnya,
Tangan Mas Danu terulur ke arah Nisa, yang mana perempuan itu menyambut tangan itu dan menyalami dan mencium punggung tangannya tanpa canggung apalagi gengsi,
Tidak, sama sekali tidak! Dia suamiku, apapun pekerjaannya saat ini, dia adalah suamiku. Meski penghasilannya jauh di bawahku, tapi aku sama sekali tidak merasa dia tak berguna. Aku tetap menghormatinya, dia tetap adalah imamku, pemimpin rumah tanggaku, dan aku menghormatinya dengan sepenuh hatiku. Begitulah selalu Nisa memandang sang suami,
Tak peduli betapa banyak kenalan laki-laki yang memiliki jabatan bagus di kantoran yang Nisa kenal, tapi Nisa sama sekali tak terpengaruh untuk akhirnya merendahkan sang suami yang kini hanyalah seorang driver ojek online dengan penghasilan pas-pasan.
"Langsung pulang kan?"
Tanya Mas Danu pada Nisa yang tampak mengambil helm dari tangan sang suami dan akan bersiap naik ke boncengan,
Pelan Nisa menggeleng,
"Kita mampir mesin ATM sebentar Mas,"
Kata Nisa, mendengar hal itu Mas Danu menatap Nisa dengan tatapan yang seperti sudah bisa menebak ke arah mana,
"Syafira atau Ragil?"
Tanya Mas Danu tanpa harus tanya mau apa Nisa minta mampir ke mesin ATM,
Nisa terlihat mengulas senyuman tipis saja, ia enggan sekali membahas sebetulnya, karena aslinya ia sendiri antara ikhlas dan tidak kali ini untuk mengirimi anak-anak Mas Danu,
Tapi...
Kami melakukan kesalahan, dan aku terlalu takut jika tak menebusnya sebelum aku mati. Begitu selalu batin Nisa setiap kali ia mulai lelah dengan perannya yang seperti dipaksa untuk mengurus lebih dari apa yang ia sanggup,
"Jika tidak ada, tidak usah dipaksakan Bu, biar saja nanti aku mengumpulkan sendiri,"
Ujar Mas Danu,
Nisa menatap suaminya, yang wajahnya hari ini tampak lelah seperti hari-hari sebelumnya,
Nisa meraih lengan sang suami, lalu memilih naik ke boncengan,
"Tidak apa, ayok kita kirim uang lalu pulang, kamu belum sholat Asar kan Mas, aku juga,"
Ujar Nisa.
...****************...
Sekitar dua puluh menit sejak keluar dari kantor dan mampir lebih dulu ke mesin ATM untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening Paman dari anak-anak suami, akhirnya Nisa sampai di rumahnya yang berada di dalam komplek perumahan subsidi yang ia beli tiga tahun silam,
Perumahan subsidi yang mana ia beli sebelum menikah dengan suaminya yang sekarang,
Ya, Nisa membeli rumah di perumahan subsidi itu adalah karena uangnya tidak cukup untuk membeli cash di tempat lain, hasil pembagian rumah gono gini dengan suami sebelumnya hanya cukup dipakai Nisa untuk over kredit rumah kecil type 42 di sebuah perumahan subsidi yang kebetulan baru berjalan sekian tahun saja dan masih menyisakan cicilan cukup lama,
"Gerimis,"
Tiba-tiba suara Mas Danu terdengar, kala Nisa turun dan sedang sibuk membuka pagar rumah agar sang suami dan motornya bisa masuk ke dalam pelataran,
Nisa menatap langit yang kini memang terlihat sedikit mendung, titik-titik air tipis tampak tercurah pula dari sana,
"Alhamdulillah, hujan rohmat,"
Kata Nisa lalu membuka pagar lebar-lebar, Mas Danu pun membawa motornya masuk ke dalam pelataran, lalu memarkirnya di dekat pohon Pucuk Merah yang sudah tinggi menjulang seperti Cemara,
Nisa tampak menutup pagar, lalu sibuk menilik wadah makan kucing yang selalu ia sediakan di luar rumah agar kucing-kucing liar di sekitar komplek tak sampai kelaparan karena sulit mencari makan,
Sementara Nisa masih sibuk mengambil makanan kucing untuk memenuhi wadah yang kosong serta mengganti air, Mas Danu bergegas ke arah pintu rumah dan membukanya untuk masuk ke dalam rumah lebih dulu,
Selang tiga menit, barulah Nisa menyusul sang suami masuk, di mana di dalam suaminya sudah sibuk merebus air di dapur untuk membuatkan teh kesukaan Nisa tiap kali pulang bekerja,
"Mau makan apa malam ini sayang?"
Tanya Mas Danu, tampak Nisa mendekati kulkas, melihat ada bahan apa saja di sana,
Menjelang akhir bulan, biasanya bahan masakan pun sudah mulai tidak banyak yang bisa diolah, hanya beberapa saja yang tersisa,
"Telor dadar saja Mas, sama goreng tahu dipecak sambal, cukuplah itu juga,"
Sahut Nisa akhirnya, mendapati bahan masakan memang sudah tak banyak pilihan, Mas Danu mengangguk,
"Kamu mandilah, lalu sholat, biar gantian, aku bikin teh dulu,"
Kata Mas Danu, yang disambut anggukan kepala Nisa,
Perempuan itu lantas berjalan menuju kamarnya, melepas blazer dan tas untuk ia gantung di belakang pintu kamar,
Setelahnya, ia pun tak lupa meraih hp miliknya dari dalam saku tas kerja, untuk kemudian ia kirimkan bukti transferan ke nomor Syafira, anak Mas Danu,
Nisa kali ini lagi-lagi terpaksa harus memakai tabungannya untuk mengirimkan uang kepada anak-anak, ia yang selama ini berusaha hidup sehemat mungkin, sesederhana mungkin, agar bisa menabung, pada akhirnya jika sedang dalam keadaan seperti ini tetap saja ia harus rela dan ikhlas mengurangi saldo tabungannya,
Sudah Ibu transfer ya,
Hanya itu yang Nisa tulis untuk menyertai foto bukti transferan, setelah mengirimkannya, Nisa meletakkan hp nya di atas meja kamar, lalu ia meraih handuk dan juga daster yang ia pakai kemarin di gantungan belakang pintu pula,
Nisa tak perlu menunggu balasan dari Syafira, karena biasanya setelah di transfer pun dia tidak akan membalas apa-apa, jadi Nisa tak berharap banyak akan mendapatkan ucapan terimakasih apalagi doa ini itu,
Berbeda dengan anak sulung Mas Danu yang sedang ada di Pesantren, yang setiap kali Nisa mengirimkan uang untuk pegangan dia, maka dia akan berbalas pesan dengan Nisa, bahkan bukan hanya saat Nisa mengirimkan uang, atau saat dia butuh uang saja, Nabila juga akan menghubungi Nisa kapanpun dia ada waktu pulang ke rumah Neneknya dan bisa pegang hp, entah itu hanya sekedar bertanya kabar Nisa, atau kadang juga sekedar cerita hubungannya dengan teman-teman di pesantren atau kegiatannya di hari itu,
Entahlah, bagi Nisa, hal sesederhana itu saja membuatnya sangat lega, ia merasa dianggap, merasa bukan hanya dianggap ada saat mereka butuh uang saja,
Nisa sejatinya tak akan menuntut banyak pada anak-anak sang suami, ia tahu bahwa ia bukan Ibu kandung yang mengharuskan anak sambung berbakti,
Nisa, hanya ingin kehadirannya dilihat sebagai manusia juga, sebagai orang yang lebih dewasa, yang mana ia juga ingin anak-anak bisa lebih sopan dan ada basa-basi saat membutuhkan sesuatu,
Tidak, Nisa bukan sedang menyalahkan anak-anak, ia merasa memang Ibu merekalah yang mungkin tak mendidik anak-anak dengan baik, tapi Nisa pun tak berani menyalahkan sepenuhnya, karena Nisa lagi-lagi sadar posisinya dari awal mungkin sudah salah kaprah.
...****************...
Nisa baru selesai menunaikan sholat Asar, ketika kemudian Mas Danu, suaminya berdiri di ambang pintu ruangan sholat rumah mereka yang hanya berukuran 3x3 meter saja,
"Sayang, kamu makan dulu, aku mau keluar sebentar, lupa beli rokok,"
Kata Mas Danu,
Nisa yang mendengar suara Mas Danu dari ambang pintu yang itu berarti posisinya ada di belakangnya lantas tampak menoleh,
"Kenapa tidak mandi dan sholat dulu saja, baru nanti keluar rumah?"
Tanya Nisa, agak keberatan sang suami harus keluar hanya sekedar mencari rokok tapi sampai harus meninggalkan sholat lebih dulu,
Tampak Mas Danu nyengir, ia tidak bisa membantah,
"Mandi dan sholat dulu saja, baru nanti keluar cari rokok, warung tidak akan langsung pada tutup begitu senja,"
Ujar Nisa, membuat Mas Danu pun kembali nyengir mendengar perkataan sang isteri,
Nisa kemudian tampak melepas mukenahnya, masih dengan posisi duduk di atas sajadah,
"Kita sudah berjanji pada Allah untuk kembali ke jalan Nya dan berusaha memperbaiki diri, janganlah menyalahi itu Mas, apalagi jika untuk urusan sholat,"
Kata Nisa pula yang kini terlihat sibuk melipat mukenah yang habis dipakainya, setelah itu barulah ia letakkan di rak yang memang disiapkan untuk menyimpan mukenah, sarung dan juga Al Qur'an,
Nisa tampak bangkit, lantas beranjak dari tempat sholat untuk keluar,
Mas Danu masih berdiri di ambang pintu, Nisa meraih wajah suaminya, mengusap wajahnya yang dipenuhi jambang,
"Mandilah, sholat dan makan bersamaku, aku akan menyapu sebentar dan menyiram bunga di depan,"
Lirih Nisa lembut,
Mas Danu meraih tangan Nisa yang ada di wajahnya, kedua matanya berkaca-kaca, hatinya selalu tergetar manakala memandang wajah dan kedua mata isterinya yang selalu tenang lagi teduh,
Dalam kesehariannya yang hanya bisa memberikan nafkah tak seberapa, isterinya itu sama sekali tak pernah mengeluh apalagi protes dengan suara kasar,
Sungguh, Mas Danu sangat bersyukur atas apa yang telah ia dapatkan, meskipun untuk mendapatkan perempuan yang kini ia nikahi itu harus melakukan sebuah kesalahan yang tidak biasa, kesalahan yang besar, yang tentu saja harus ia tebus sepanjang sisa hidupnya,
"Terimakasih telah menjadi isteri yang menerimaku apa adanya, yang tak pernah sama sekali mengeluhkan kekuranganku, terimakasih telah menjadi Ibu sambung yang baik untuk anak-anak, di mana kebutuhan mereka telah kamu perjuangkan sejak awal,"
Kata Mas Danu dengan suara bergetar sambil kedua tangannya meraih tubuh Nisa untuk ia peluk erat,
Dalam pelukan yang sangat erat itu, membuat kepala Nisa menempel dengan dada Mas Danu, hingga perempuan itu bisa mendengar degup jantung sang suami di sana,
Jalan kami berjodoh mungkin dipenuhi lumpur dan kotoran, tapi manusia memang akan selalu ada titik di mana mereka melakukan kesalahan paling fatal dalam hidupnya,
Ya, selingkuh, Nisa dan Mas Danu bertemu saat Nisa berada dalam pernikahan yang sedang berantakan, saat di mana ia dalam kondisi sangat lelah menghadapi suami dan juga keluarganya,
Sementara, Mas Danu pun juga sama, ia pun masih ada di dalam pernikahan, yang mana ia bermasalah dengan sang isteri yang terus menuntutnya menghasilkan banyak uang karena keinginannya yang tiada habis,
Pergaulan dengan banyak perempuan yang gemar ke mall, ikut acara ini itu dan lain sebagainya, membuat Mas Danu yang hanya seorang supir pabrik biasa sampai ke titik paling lelah mengimbangi keinginan isterinya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!