Perjalanan Cinta Darren Dan Karren
Dua belas tahun berlalu. Darren dan Karren kini sudah tumbuh menjadi pria dan wanita dewasa. Anak kembar ini berpisah dan memilih belajar di negara yang berbeda.
Darren, menyelesaikan sekolahnya di Amerika. Ia memilih menetap di sana. Kini dia adalah seorang seorang CEO muda, di salah satu perusahaan besar. Dengan jerih payah sendiri, Darren berhasil mencapai puncak kesuksesan dan hidup bergelimang kemewahan.
Sedangkan Karren, memilih menyelesaikan sekolahnya di Jerman. Setelah lulus ia memutuskan menetap di Australia. Karren bekerja di salah satu firma hukum terkenal. Karren adalah seorang pengacar handal. Ia juga merangkap sebagai detektif. Keunggulannya sudah di akui pemerintah, namanya melambung dan terkenal.
Karren sedang dalam perjalan ke Amerika untuk menemui saudara kembarnya Darren. Biasanya setiap tahun keduanya menyempatkan waktu bertemu, tetapi kali ini sudah lima tahun. Karren dan Darren belum bertemu sekalipun. Mereka bahkan jarang berkomunikasi. Rasa rindu pun melanda.
***
[Karren]
Akhirnya, setelah sekian lama. Aku bisa bertemu Pangeranku. Aku senang sekali sehingga lupa jika aku ada di jalan. Semua mata menatapku aneh, aku buru buru masuk ke dalam perusahaan Darren.
Aku langsung menemui resepsionis. Dan Mereka menyambutku dengan ramah.
"Hallo, Nona. Selamat datang." sambutnya.
"Hallo juga. Maaf, Bisakah saya bertemu Pak CEO Darren Edden?" tanyaku.
"Anda sudah buat janji?" tany resepsionis itu menatapku.
Aku terdiam, aku menyuruh wanita resepsionis itu mendekat padaku, dan kubisikkan sesuatu.
"Maaf, Nona. Saya sudah bersikap tidak sopan. Silahkan anda naik lift khusus ke lantai sepuluh," katanya tersenyum. Semabari menunjukkan arah ke mana aku harus pergi.
"Ya, terima kasih, Nona," ucapku.
Aku mencari lift khusus, dan menemukannya. Aku menekan tombol lift. Tidak beberapa lama pintu lift terbuka, aku segera masuk, dan pintu lift pum tertutup. Segera aku menakan angka sepuluh. Lift pun bergerak naik melewati lantai demi lantai.
Pintu lift terbuka dan aku segera keluar. Aku menatap ke kiri dan kanan. Suasana ramai sekali. Aku bahkan tidak mengenal siapa-siapa di san. Lantas aku harus bertanya pada siapa untuk bisa bertemu saudaraku? akupun memutuskan bertanya pada salah satu karyawan yang kebetulan lewat.
"Hallo, maaf menganggu. Boleh saya bertanya, di mana ruang Pak CEO?" tanyaku sopan. Aku berusaha untuk bersikap baik dsan manisa.
"Hallo, Nona. Oh, ruangan Pak CEO. Dari sini, Anda hanya perlu lurus, lalu ke kanan. Hanya ada satu ruanga di sana," jawab wanita itu ramah.
Aku mengamati gerakan tangannya dengan baik, aku mengangguk-angguk sembari mengingat pentunjuknya.
"Oh, begitu. Terima kasih, Nona. Selamat bekerja," jawabku tersenyum.
"Sama sama, Nona. Saya permisi," katanya berpamitan. Dan segera pergi meninggalkanku.
Aku pun berjalan mengikuti peyunjuk. Dan anehnya aku merasa bulu ditubuhku berdiri, tatapan mata tak biasa menatapku tajam. Aku melihat ada yang berbisik-bisik juga.
"Lihat, siapa dia?"
"Datang lagi penggoda."
"Yang satu di usir, muncul yang lain. Hahaha ... tidak tahu malu."
Aku kesal, mereka mengatakan aku penggoda. Mereka ini sedang menertawaiku ya? Belum tahukah jika aku Karren Edden? Aku gemas ingin rasanya membalikkan meja mereka.
Sabar Kerren, sabar. Kau sudah dewasa, bersikaplah selayaknya wanita dewasa. Aku menghembuskan nafas panjang dan mendatangi wanita-wanita penggosip itu.
"Maaf, apa kalian sedang menggosipkanku? Aku seperti mendengar sesuatu tadi," kataku langsung tanpa basa-basi.
"Tidak, kami tidak bicara apa-apa," jawan wanita di hadapanku.
"Sungguh? Aku mendengar yang satu di usir muncul yang lain. Memang siapa yang di usir, dan siapa yang muncul?" tanyaku.
"Itu, Nona yang merupaka anak dari perusahaan yang ingin menjalin kerja sama," jawab wanita di hadapanku dengan ragu.
"Dia menggoda Da ... ah, maksudku menggoda Pak CEO?" tanyaku. Hampir saja aku kelepasan bicara memanggil nama Darren begitu saja.
"Ya. Nona selalu ke sini dan menggoda Pak CEO. Hingga membuat Pak CEO marah besar," sahut wanita lain. Yang berada di samping wanita di hadapanku.
Aku langsung memukul meja dan membuat kaget mereka. Aku sengaja menjahili mereka.
"Tak tahu malu. Beraninya menggoda pangeranku. Mau cari mati?" ucapku pura-pura marah.
Aku melihat mereka semua ketakutan. Hatiku terasa tergelitik dan aku ingin tertawa keras.
"Sayang, apa yang kau lakukan di sini? kau menakuti karyawanku."
suars yang tak asing. Ya, itu adalah suara saudaraku, Darren. Aku segera memalingkan kepala dan menyapanya mesra.
"Sayangku, aku merindukanmu," ucapku. Aku langsung memeluk dan mencium kedua pipi Darren bergantian. Semua melihat ku keheranan.
"Kekasih Pak CEO ya?
"Astaga, kekasih Pak CEO romantis dan sangat cantik."
"Mesranya. Aku iri."
Darren berdehem dan meminta karyawannya kembali bekerja. Ia merangkulku, mengajakku masuk dalam ruangannya. Kami berjalan perlahan, dan melewati meja Sekretaris CEO. Saat aku menatapnya dan pandangan kamu bertemu, aku melihat matanya melebar dan wajahny begitu kesal. Aku mengerutkan dahiku. Berainya dia memelototiku. Belum tau siapa Karren rupanya. Akan kuberi kau pelajara.
Aku menghentikan langkah dan mengeluh kesakitan, "Aduh," kataku memegang kakiku.
Darren segera memegang kakiku, "Kenapa? kakimu sakit?" katanya perhatian.
Aku menganggukkan kepala, "Sayang, aku tak bisa jalan. Mau gendong aku?" kataku.
Tanpa menjawab, Darren segera mengendongku. Aku langsung mengalungkan tangan dan melirik ke arah Sekretaris itu, seolah mengejeknya. Aku melihat wanita itu sangatlah kesal sampai ia menggigit bibir bawahnya sendiri. Hahaha ... salah siapa berani memelototiku. Inilah balasannya.
Darren membawaku masuk ruangannya. Dan langsung melemparku ke sofa. Ia lantas menepuk tepuk tangannya.
Darren menatapku tajam, "Pandao sekali berakting," katanya kesal.
"Hahhh ... siapa suruh Sekretarismu melotot padaku, aku tidak suka," jawabku.
"Itu karena dia cemburu. Kau kan cantik," kata Darren.
Aku langsung melempar bantalan sofa pada Darren, "Jangan merayuku. Aku tak akan terpengeruh mulut manismu," kataku.
Darren langsung tertawa. Dan aku juga tertawa.
"Kenapa tidak memberitahu jika ingin datang? Aku bisa menjemputmu," tanya Darren terlihat kecewa.
"Kau pasti sangat sibuk. Aku tak ingin merepotkanmu," jawabku.
Aku berdiri dan melihat sekeliling ruangan Darren. Ruangannya bersih dan rapi. Khas Darren sekali.
"Aku senang, saudaraku sukses. Selamat," ucapku bangga.
"Terim kasih. Semua yang kuraih ini juga berkat doamu. Bagaimana kabarmu selama ini? kau sangat sibuk sampai tak bisa menemuiku," kata Darren.
"Ah, maaf soal itu. Lima tahun ini aku berkeliling mencari pengalaman bersama seniorku. Kau kan tahu jelas, kalau aku tak bisa menunda-nunda pekerjaan," jawabku.
Aku melihat sebuah bingkai foto di meja. Dalam bingkai terdapat foto kami sekeluarga. Papi, Mami, Aku, Darren dan dua adik kami. Melihat foto itu, tanpa sadar air mataku jatuh. Aku tak bisa menahan rasa rinduku pada mereka.
Darren memelukku dari belakang, "Ayo, kita pulang. Jangan bersedih lagi," katanya menghiburku.
Aku meletakkan bingkai ketempatnya. Segera aku mengangkat kepalaku dan menyeka air mataku. Darren membalikan badanku, ia menyeka air mataku. Dia mencium keningku lama lalu memelukku.
"Jangan menangis, sayangku. Kau selalu menangis jika dekat denganku," katanya.
Aku segera melepas pelukan, "Aku bukan anak-anak lagi, kau jangam sembarangan memeluk dan menciumku. Mau kuhajar?" kataku.
"Wah, kau jadi pemarah sekarang. Kita ini sedarah, aku bukan pria asing. Dasar kau," gerutunya.
Darren melihat jam tangannya. Sepertinya ia memang sangat sibuk. Apa aku sudah mengganggunya ya?
"Aku ada rapat. Setalah aku akan mengajakmu pulang ke rumahku," katanya.
Aku tersenyum, "Ya. Pergilah. Semangat," jawabku.
Darren diam menatapku. Ia mengambil sesuatu dari meja kerjanya dan langsung pergi meninggalkanku sendirian di ruang kerjanya. Selagi menunggu Darren rapat, aku melihat-lihat buku di rak. Siapa tahu aku menemukan buku yang cocok dibaca agar aku tak bosan menunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments