"Dasar kalian anak muda zaman sekarang. Bagaimana bisa mereka melihat film dengan banyak adegan ciuman seperti ini. Aahh ... aku sungguh merasa canggung. Setua ini masih menonton film romansa yang menggelikan," batin Alberto.
Alberto ingin pergi ke kamar kecil. Sebelum pergi, ia berbisik pada Deric agar Deric tidak macam-macam pada Karren.
"Jangan macam-macam dengan putriku, aku mau ke kamar kecil sebentar," bisik Alberto.
Deric kaget, "Ba-baik, Paman." jawab Deric berbisik.
Alberto mendekatkan bibirnya ke telinga Karren, "Kau jaga dirimu, jangan boleh Deric menyentuhmu, meski hanya sehelai rambut. Papi mau ke kamar kecil. Mau menelepon Mamimu sebantar," bisik Alberto.
Karren menganggukkan kepala, "Ya, Papi. Tidak perlu khawatir," bisik Karren.
Alberto berdiri dan berjalan ke menuju kamar kecil. Deric dan Karren masih menikati filmnya. Deric menggeser duduknya dan duduk di samping Karren. Deric berbisik ke telinga Karren
"Apa kau suka?" tanya Deric.
Karren mengangguk, mengiyakan. Darren meraih tangan Karren dan mencium lembut punggung tangan Karren. Karren merasa malu. Tiba-tiba Ponsel Karren bergetar.
"Sayang, papi pulang dulu. Ada tamu penting datang ke rumah. Jaga dirimu. Ingat, jangan lakukan hal diluar batas. Juga, cepat pulang."
Alberto mengirim pesan pada Karren dan memberitahukan, jika ia akan kembali pulang. Membiarkan Karren menikmati waktu bersama Deric.Karren pun segera membalas pesan Alberto.
"Ya, Papi. Putri Papi ini sudah dewasa. Tau batas kewajaran. Jangna cemaskan aku. Papi hati-hati pulang. Beritahu aku kalau sudah sampai rumah."
"Ada apa?" tanya Deric.
Karren memberitahu kalau Alberto pulang. Dan Deric hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Deric menggenggam erat tangan Karren. Karren merasa canggung, ia pun mencoba fokus menonton dan usahanya gagal. Karren melirik ke arah Deric.
"Astaga, bagaimana bisa pria ini begitu tampan bahkan di saat gelap. Dia begitu erat memegang tanganku. Membuatku canggung saja," batin Karren.
Deric menatap ke arah Kerren, pandangan mereka saling bertemu. Mereka saling menatap begitu lama. Saat Deric ingin mendekatkan wajahnya seperti ingin mencium Karren, tiba-tiba lampu studio menyala. Mereka tersadar jika film sudah berakhir.
"Kau ngin langsung pulang atau jalan-jalan?" tanya Deric canggung.
"Kita jalan jalan di taman kota saja," jawab Karre.
Deric mengiakan jawaban Karren. Mereka berdua keluar dari studio dan berjalan menuju parkiran. Tanpa sadar Deric terus memegangi tangan Karren sampai mereka sampai di parkiran.
Deric dan Karren masuk ke dalam mobil. Mereka terdiam, Deric terlihat beberapa kali mengatur nafas. Karren tertawa kecil melihat Deric dengan tingkah laku anehnya.
"Kau kenapa? Apa sedang gugup?" tanya Karren.
"Ya, sepertinya aku gugup saat dekat denganmu. Terima kasih sudah mau pergi denganku," kata Deric.
"Ya. Sama-sama," jawab Karren tersenyum cantik.
Meski terlihat tenang, tetapi sesungguhnya jantunh Karren dan Deric berdebar. Mereka saling mengagumi masing masing.
***
[Darren]
Aku mendengar suara pintu kamar Karren. Hmm ... sudah pulang rupanya. Tadi di bawah aku mendengar papi mengomel. Karren kencan dengan Deric? Hahaha ... sungguh aku tidak menyangka, apa benar Karren menyukai Deric? Bukankah dia sangat menyukai bocah itu?
Membicarakan bocah itu, aku jadi ingin pergi ke Korea dan menemui Eun Mi. Apakah dia baik baik saja? Aku merindukannya. Apa masih mengingatku, jika kami bertemu?
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku mendapat panggilan dari Rey. Dia menyampaikan, jika ada masalah serius, kamipun berbincang cukup panjang. Sampai aku berkata, kalau aku akan mengurusny secara pribadi setelah kembali ke Amerika. Dan panggilan kamipun berakhir.
Karena bosan, aku memutuskan keluar kamar. Aku berjalan menemui papi di ruang kerja. Aku melihat Papi sedang berdiskusi lewat telepon. Papi terlihat kesal dan marah. Aku mengalihkan perhatianku menatap buku di rak buku. Tidak lama Papi mengakhiri panggilannya dan langsung membanting ponselnya di atas meja. Wajahnya merah padam.
"Ada apa, Pi?" Tanyaku.
" Darren, Papi bisa minta tolong?" tanya Papi menatapku.
"Ya, minta tolong apa?" tanyaku cepat.
"Begini, Papi ada masalah di kantor pusat. Sedang papi juga ada urusan penting di Korea. Papi tidak bisa pergi ke dua tempat sekaligus. Papi akan urus masalah di sini, dan kamu pergilah ke Korea dan bantu Papi. Apa bisa?" jelas Papi tampak gelisah.
"Apa ada hal penting apa di Korea?" tanyaku lagi memastikan.
"Oh, ini perihal akuisisi perusahaan. Jadilah pengganti Papi Darren, untuk tanda tangan berkas penting dan penyerahan wewenang. Papa akan bilang pada staf di sana kalau kau bisa menggantikan Papi." jawab Papi menjelaskan.
Aku menganggukkan kepalaku, "Aku akan bantu Papi. Papi tidak perlu khawatir," jawabku.
"Terima kasih, Nak. Kau memang bisa diandalkan," kata Papi.
"Papi jaga kesehatan. Jangan terlalu keras memikirkan perusahaan," kataku mengingatkan.
"Ya. Kau juga. Jika kau tidak ingin Papimu ini menderita, seharusnya sejak awal kau membantu Papi." kata Papi.
"Kalau begitu. Aku aku sejak awal membantu Papi, aku tak akan bisa mandiri dan mendirikan perusahaanku." jawabku.
"Hm ... bemar juga. Baguslah kalau putraku mau mandiri. Putriku juga. Biar saja dua adikmu yang membantu Papi nanti," kata Papi.
Aku tersenyum. Aku merasa bersalah, juga merasa senang. Aku bukan ingin mengabaikan Papi, tetapi aku ingin berdiri dengan kekuatanku sendiri, tanpa bantuan Papi. Semua orang tahu, siapa Edden. Jika aku hanya dikenal karena Darren Edden, maka aku seperti hanya memanfaatkan nama kelaurga saja.
"Aku pergi dulu, Pa. Mau melihat adik-adik," pamitku.
"Hm, pergilah." jawab Papi.
Aku keluar ruang kerja papi untuk pergi ke kamar adik-adikku. Aku membuka kamar dan melihat mereka sedang tidur. Segera aku tutup pintu dan berjalan kembali menuju ke kamarku. Aku melewatu kamarku dan berjalan ke kamar Karren. Aku berdiri di depan pintu kamar. Perlahan aku mengetuk pintu kamarnya.
Karren membuka pintu, "Oh, Darren. Ada apa?" tanyanya.
"Itu, aku akan ke korea. Apa kau mau ikut?" tanyaku.
Karren kaget, "Apa kau serius? Masuklah dulu, kita bicara di dalam." ajaknya.
Aku masuk ke kamar Karren dan duduk di sofa kamarnya. Karren menyusul duduk di sampingku.
"Katakan, kenapa kau harus ke Korea? apa ada masalah?" tanyanya ingin tahu.
"Papi mengakuisisi perusahaan di sana. Papi menyuruhku mewakilinya datang. Aku mengajakamu, mau ikut tidak?" tanyaku menatap Karren.
"Mau, mau. Aku mau sekali," jawabnya senang.
"Kau senang sekali. Jangan katakan kau teringat bocah itu," kataku menggodanya.
Karren mengerutkan dahi, "Bocah apa? kau yang bocah. Dasar ... "omelnya dengan menatapku tajam.
"Bagaimana dengam Deric?" tanyaku.
Karren duduk bersandar melipat tangan di dada, "Bagaimana apanya? kita hanya berteman saja, tidak lebih." jawabnya.
"Kau menghancurkan banyak hati Pria. Kau tahu? Pria itu juga punya perasaan," kataku.
Karren menatapku, "Kau bilang apa? Sejak kapan pria sepertimu punya perasaan? apa kamu mabuk? Dasar ... " sahutnya.
Sejak kapan? Entahlah. Aku tidka taju itum Mungkin sejak aku mengenal Choi Eun Mi. Aku tidak berharap berlebih karena tak ingin kecewa, tapi ... ah, sudahlah. Untuk apa aku berpikir yang bukan-bukan. Namun, jika mungkin, semoga aku bisa bertemu Choi Eun Mi. Aku sangat ingin bertemu dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments