[Darren]
Aku sangat senang bertemu Karren, dia berubah menjadi wanita cantik seperti Mami. Lima tahun tidak bertemu, dia merubah banyak hal. Setidaknya jauh lebih dewasa saat terakhir bertemu. Tingkahnya masih sama, suka menggoda dan pandai bersandiwara. Suka membuat orang panik dan bingung. Hahaha ... dia sangat menggemaskan.
Aku mempercepat langkahku menuju ruang rapat. Asistenku Rey membuka pintu. Aku masuk ke ruang rapat, semua sudah menunggu. Mereka berdiri memberi salam.
"Silahkan duduk. Mari kita mulai rapat hari ini," ucapku.
Rapat pun berjalan lancar tanpa kendala. Aku mendengarkan presentasi karyawanku. Aku mendengar detail tiap ucapannya. Karyawanku menjelaskan dengan detail dan bagus. Presentasinya hari ini sempurna. Aku sampai tidak sadar, sudah berapa lama aku di ruang rapat ini.
"Kerja bagus, presentasimu memuaskan," pujiku.
"Terima kasih, Pak CEO." jawabnya.
"Untuk departemen pemasaran, tolong segera bergerak cepat. Departemen operasional segera selesaikan langkah akhirnya. Untuk departemen keuangan, bisakah kalian meneliti lebih dulu, periksa baik-baik laporan kalian sebelum kalian serahkan padaku." kataku kesal, karena aku melihat data yang kacau.
"Ba-baik, Pak. Maaf atas kelalaian kami."
Aku membuka sebuah berkas dan menanda tanganinya, "Rapat hari ini sampai di sini saja. Kalian bisa lanjut bekerja," kataku.
Aku berdiri dari kursiku dan keluar dari ruang rapat. Aku berjalan perlahan menuju ruanganku. Dalam perjalanan, aku meminta Rey mengatur ulang jadwal dan memesankan tiket ke Prancis untukku dan Karren.
"Rey, susun ulang jadwalku bulan ini. Pindahkan saja semua ke bulan depan. Dan tolong kau pesankan dua tiket ke Prancis untuk besok." pintaku.
"Baik, Tuan. Apa ada lagi hal yang lain?" tanyanya padaku.
"Tolong panggilkan Wakil CEO ke ruanganku. Ada hal mendesak yang harus aku sampaikan padanya," kataku.
"Baik, segera saya panggilkan." jawabnya yang langsung pergi.
Aku sampai di ruanganku. Dengan segera aku membuka pintu ruanganku. Di dalam ruangan, aku tak melihat Karren. Aku panik lalu mencariny. Pikiranku sudah berpikir yang macam-macam. Aku buka kamar mandi, di sana tidak ada. Aku buka ruang dokumen, aku tidak menemukannya. Aku pun membuka ruang istirahat, dan melihat Karren terlelap tidur. Seketika aku langsung menghela napas lega. Aku menghampirinya dan membenahi selimut yang dikenakannya. Kubelai dan mencium keningnya. Aku mengambil dan langsung mematikan ponselnya agar tidak menganggu. Segera aku meninggalkannya.
***
Aku melihat Nico datang dan langsung duduk di sofa.
"Ada apa?" tanyanya.
"Nic, kau urus semua rapat saat aku tidak ada. Mohon bantuanmu," kataku.
"Ada apa? Kau mau pergi?" tanyanya.
" Ya, aku akan mengunjungi orang tuaku dan adik-adikku," jawabku.
"Apa sesuatu terjadi? apa ada masalah?" tanya Nico tampak panik.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya merindukan mereka saja. Selagi aku pergi, aku serahkan perusahaan padamu. Gantikan aku mengurus semuanya. Aku sudah minta Rey menyusun ulang jadwalku. Jika ada pertemuan mendesak, kau saja yang menghadirinya." jelasku.
"Ya, aku mengerti. Aku akan bekerja dengan baik agar kau senang dan puas," katanya.
"Bagus. Aku akan ajak kau berlibur lain waktu," kataku.
Nico tersenyum, "Wah, itu hal baik. Terima kasih, teman. Baiklah, aku pergi dulu. Aku harus memantau pekerjaan penting," kata Nico yang langsung berdiri dari posisi duduknya.
"Oh, ya. Pergilah," jawabku.
Nico pergi meninggalkan ruanganku. Tiba-tiba saja Ponselku berdering. Aku mendapatkan panggilan dari Rey yang memberitahu jadwal keberangkatan pesawat yang kuminta pesankan.
Karena Karren masih tidur, aku pun segera menyelesaikan pekerjaanku yang tersisa. Agar sepulang dari kantor, aku bisa langsung bersiap-siap dan pergi ke Prancis keesokan harinya.
***
Darren dan Karren turun dari taksi. Keduanya baru saja tiba di rumah orang tua mereka. Mereka berjalan menuju pintu utama, Karren menekan bel dengan perasaan berdebar. Tidak beberapa lama, pintu pun terbuka. Alberto membuka pintu, terkejut menatap Darren dan Karren.
"Ka-kalian ...." kata Alberto kaget.
Karren langsung memeluk erat Alberto, "Papi, aku merindukan Papi," Kata Karren yang langsung menangis.
"Oh, sayangku. Ini seperti mimpi," kata Alberto mengeratkan pelukan.
Tidak lama pelukan terlepas, Alberto menyeka air mata Karren dan mencium kening Karren. Pandangannya berpindah pada Darren.
Darren memeluk kilas Alberto, "Aku pulang, Pi." katanya.
"Selamat datang anak-anakku. Papi senang dengan kepulangan kalian," ucap Alberto terharu.
"Kakak ...."
"Kak Darren, Kak Karren .... "
Robert dan Rebeca keluar dari dalam rumah, di ikuti Janice.
"Hallo, Robert, Rebeca.. kakak merindukan kalian, "kata Karren memeluk kedua adiknya.
Darren menatap Janice, "Hai, Mami, aku merindukamu," kata Darren memeluk erat Janice
Janice menepuk punggung Darren, Sayangku, kau akhirnya pulang. Mami sangat merindukamu," kata Janice berkaca-kaca.
Darren melepas pelukan, "Maaf, sudah membuat Mami cemas." kata Darren.
Janice memuji putrnya semakin tampan. Karren langsung memeluk Janice, ia berkata ia sangat merindukan Janice. Punggung Karren ditepuk lembut oleh Janice, ia sangat senang putra dan putrinya pulang ke rumah. Mereka semua lantas masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan mengobrol.
***
Alberto dan Karren sedang berbincang. Terlihat Karren sedang kesal karena suatu hal.
"Papi, kenapa bertanya hal itu? kata Karren.
"Lalu?" sambung Alberto.
"Papi, aku tidak mau dijodoh jodohkan. Titik!" kata Karren menolak tegas
"Ayolah, dia pria baik." bujuk Alberto.
Karren diam dan hanya menatap tajam ke arah Alberto.
"Dia menyukai lukisan, dan dia mengerti seni. Dia ... " kata-kata Alberto di potong oleh Karren.
"Dia dia dia ... aku tidak suka dia. Papi jangan buat aku kesal. Aku akan marah," kata Karren.
"Ya,sudahlah. Papi tidak akan memaksamu," kata Alberto.
"Itu lebih baik. Oh, ya, Pi. Apa Papi tak mengunjungi Makam Oma dan Opa?" tanya Karren.
"Kenapa? kau mau mengunjungi mereka? nanti Papi coba bertanya pada Mami dulu," jawab Alberto.
"Hm, begitu. Baiklah. Aku keluar dulu, Pi. Mau bermain dengan Adik-adik." kata Karren.
"Ya, pergilah, sayang." jawab Alberto.
Karren pergi meninggalkan Alberto. Alberto terdiam. Ia menatap foto mendiang orang tuaya dan mendiang mertuanya.
Janice masuk dalam ruang kerja membawakan minuman herbal untuk Alberto.
Janice meletakkan minum di meja, "Ada apa? kau tampak sedih," tanya Janice.
"Tidak apa-apa. Hanya teringat Papa, Mama dan kedua mertua saja," jawab Alberto masih menatap ke arah foto.
Janice memeluk Alberto. Janice melihat foto mendiang orang tua Alberto dan mendiang orang tuanya.
"Papi, mami, aku sangat merindukan kalian. Apa kalian melihat? Kami sudah berkumpul sekarang. Anak anak kami tumbuh dengan baik," batin Janice.
"Sayang, ayo ke Inggris, aku ingin berkunjung ke makam mereka. Aku merindukan mereka," ajak Janice.
Alberto kaget, "kau tahu? tadi Karren bertanya apakah aku tak mengunjungi Oma dan Opa mereka," kata Alberto.
Janice melepaskan pelukannya, "Oh, benarkah? Dia sangat merindukan kwdua oma dan opanya. Kalau begitu, segeralah atur jadwal. Kalau bisa secepatnya kita pergi." kata Janice.
Alberto menganggukkan kepala, menatap Janice dan tersenyum tampan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments