I Love You, Queen Halu
"Huayyyammm goreng..! Ah kenapa matahari cepat sekali nongol, perasaan malam lama banget baru muncul."
"Yuraa, Cepat bangun! ini sudah jam 07.00 pagi. Kamu nggak pergi ke kantor Tuti?"
Seorang wanita yang kira-kira berumur 60_an sedang menata sarapan diatas meja, sambil masih saja bersungut-sungut atas kelakuan anak perawannya itu.
"Yaa Nyai, ni juga lagi Oteweh mandi Express ala Ms.Yura." Gadis itu berlari kearah bathroom untuk menjalankan ritual paginya. Mandi plus buang hajat yang wajib dilakukan ketika mata terbuka di pagi hari.
"Huh, tuh anak gak berubah dari jaman Pak Soekarno sampe jaman Pak Jokowi masih aja gak bisa bangun pagi. Heran deh, tuh anak siapa sih!" Wanita yang dipanggil Nyai itupun masih saja berceloteh ria, Walaupun tidak ada pendengar yang baik di sisinya.
Tiba-tiba saja wanita paruh baya itu dipeluk dari belakang, Tapi wanita itu tidak kaget sama sekali. Karena ia sudah sangat hapal dengan kebiasaan anak lajangnya yang satu ini.
"Hans, cepat panggilkan adikmu si Tuti itu! Dan lepaskan lah tangan mu ini. Bagaimana gadis diluar sana mau menjadi istrimu, Kalau hobimu nempel kayak gini sama ibu toh?"
"Biarkan saja buk, lagian untuk apa memikirkan istri kalau umur ku saja masih remaja." Hans masih saja bergelayut manja di bahu ibunya, yang kalau dilihat terasa lucu. Secara pria itu bertubuh tinggi, Sedangkan ibunya bertubuh mungil.
"Apa katamu? Remaja? Apa perlu ibu menunjukkan akte kelahiran mu supaya Kamu sadar kalau kamu sudah berumur 29 tahun? Heran.. punya anak dua kok kelakuan aneh-aneh." Sambil melepaskan celemek si ibu pun duduk di meja makan, sambil menunggu anak gadisnya yang tak kunjung turun.
"Anyong Eoma, Hyung! Apakah princes ini sudah cetar membahana?" Yura berputar sambil memperlihatkan penampilannya pagi ini.
"Biasa aja!" Jawab Hans sambil memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Dasar kakak lucnut, kapan sih kakak mengakui kalau adikmu semata wayang ini cantik luar biasa." Yura mulai ritual sarapan pagi ini, walaupun agak kesal juga sama Abang si gak pernah memuji adiknya.
"Sudahlah Yura, Hans! tidak baik berdebat di meja makan toh, Nanti jodohnya jauh."
"Kata siapa Eoma?" Yura bertanya sambil mengunyah makanan yang penuh dalam mulutnya.
Kali ini bukan Ibu yang menjawab melainkan kakaknya "Kata Ibu lah, emang yang tadi ngomong sendok?"
"Ihh kakak nyebelin, pantes gak laku-laku orang mulutnya gak ada manis-manisnya!" Yura menjulurkan lidahnya meledek si kakak.
"Biarkan saja toh, inilah aku. ngapain juga bermulut manis untuk mengambil hati wanita. nanti juga kalau kakak udah jadi sultan, cewek juga yang ngejar-ngejar kakak. Emang kamu mau punya cowok yang modal gombalan doang? Upss kakak lupa, selera kamu kan si Idol Korea itu." Hans menatap sinis ke arah adik perempuannya.
"Lah, emang Napa? Kalo nanti salah satu diantara mereka jodoh Yura, Kakak bakal kejang-kejang. Secara kakak kan udah TUA, Jantungnya masih sehat kan?" Yura sengaja menekan kata tua untuk membuat si kakak makin bete.
Ibu hanya geleng-geleng melihat tingkah kedua anaknya, yang tiada hari tanpa berdebat. "Sudahlah kalau kalian sudah selesai, Sono cepat berangkat"
"Ya udah buk Yura berangkat ya, Doain Yura ya biar suatu hari nanti Aku bisa bawa Ibu ke Korea, Sekalian mau ketemu calon mantu Ibu hehe." Yura menyalim tangan ibunya dan mulai pergi meninggalkan Ibu dan kakaknya yang masih berada di meja makan.
"Iya, ingat kalau di kantor kerja yang benar. Cukup di rumah aja kamu jadi Tuti."
"Siap Bu, Dan untuk Abang ku tersayang kapan nih bawa mantu buat Ibu, ingat umur loh.Tahun depan kakak udah genap 30 tahun, Aku gak mau aja nanti anak kakak manggil Papanya kakek hahha." Yura sangat puas membalas kakaknya tersayang pagi ini. Dia berjalan sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh lagi.
Hans mendengus kesal mendengar celotehan adiknya, Yang kesannya lebih mengejek sih sebenernya.
Tiba-tiba Hans penasaran dengan julukan baru yang diberikan ibunya kepada sang adik.
"Emangnya Tuti itu apa buk?"
"Tukang tidur!" Ibunya pergi ke wastafel untuk mencuci peralatan makan mereka barusan.
"Ya juga ya, Ibu dapat inspirasi dari mana nama Tuti itu?"
"Ya jelas dari kelakuan adikmu itu, memangnya apa yang dia lakukan kalau sedang weekend. Selain rebahan, nonton Drakor, ngehalu gak jelas, capek ngehalu tidur sampe malem. Ibu sampe bingung mengapa dia segitu terobsesinya sama idol-idol Korea itu."
"Biarkan saja buk, daripada dia kelayapan toh! Usianya sudah 25 tahun tak sekalipun kita dibuat khawatir karena keluyuran." Hans juga mengambil tas kerjanya, bersiap-siap berangkat ke kampus.Dia menjadi Dosen di salah satu universitas negeri di Jakarta.
"Iya juga sih, Ibu bersyukur juga sampai saat ini kalian berdua menjadi anak kebanggaan Ibu. Walaupun terkadang adikmu sedikit nyebelin. tapi Ibu tetap bersyukur sama Tuhan, Telah memberikan anak-anak yang pengertian dan sayang sama Ibu." Mata Ibu berkaca-kaca dikala mengingat bagaimana kedua anaknya selalu berusaha, agar tidak menyakiti hatinya.
Hans berjalan ke arah Ibunya kemudian mencium kening wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. "Ibu tenang saja, sekarang sudah tugas kami untuk membahagiakan Ibu. Sekarang Ibu tak perlu khawatir tentang keuangan kita lagi. Yura mendapat pekerjaan yang bagus di perusahaan besar pula. Begitupun Aku menjadi Dosen di salah satu universitas ternama di kota ini."
"Hans, terimakasih sudah menjadi sosok kepala keluarga di rumah ini dan menjadi kakak yang penyayang untuk adikmu. walaupun kalian sering sekali berdebat, Tapi Ibu yakin kalian saling menyayangi satu sama lain. Dan Ibu sangat kesal pada Ayahmu, mengapa Dia cepat-cepat mau dipanggil Tuhan." Hans terkekeh mendengar ujung kalimat Ibunya.
"Itu sudah menjadi takdir Ayah Bu, Kalau bisa memilih diapun tak ingin cepat-cepat pergi meninggalkan kita! Apalagi meninggalkan anak perempuan kesangannya yang masih sangat kecil waktu itu. Ya sudah Bu, jangan terlalu banyak pikiran. Hans ke kampus dulu." Sama halnya dengan Yura, Hans Salim tangan sang Ibu. Setelah itu tak lupa juga ia mencium pipi sang Ibu.
Itulah bedanya Hans dengan Yura, Hans tak segan memperlihatkan rasa sayangnya kepada sang Ibu walaupun ia seorang pria. Sedari kecil Hans lebih dekat dengan Ibu, Dan Yura lebih dekat bahkan selalu nempel kepada sang Ayah. Seakan gadis itu tahu bahwa waktu Ayahnya tak akan lama bersamanya.
Ayah mereka meninggal ketika Hans berusia 8 tahun, sedangkan Yura berusia 4 tahun. Kenangan Yura tentang Ayahnya hanya sedikit yang Dia ingat itupun samar-samar.
Disaat Ayah mereka meninggal, Hanya 1 toko kue yang ditinggalkannya. Itu juga yang membiayai kehidupan mereka dan juga biaya pendidikan Yura dan Hans.
Tapi karena kue buatan ibunya memang terkenal enak, kue yang dijualnya laris manis. bahkan saat Hans kuliah dan Yura duduk di bangku SMA, Ibunya berhasil membuka 2 toko kue lagi di sekitar kota Jakarta.
Dan sekarang toko kue mereka tersebar di beberapa daerah, Jika di hitung Ibunya memiliki 18 cabang toko kue saat ini dengan nama toko "KELUARGA BAHAGIA" itu nama yang dibuat oleh Ayah mereka. Dan Ibunya tak ada niat sekalipun untuk mengganti nama toko itu.
Bersambung... 💞💞
💟
💟
💟
Jadi gays, ini karya perdana author dan aku belum ada pengalaman menulis sebelumnya.
jadi kalau tulisan aku masih amburadul mohon bimbingannya ya emak-emak dan kakak-kakak cantik semuanya.
Aku sangat senang jika kalian mengkritik karya ku yang masih jauh dari kata sempurna ini. Jangan lupa like and komen biar aku tahu letak kesalahan aku dimana. 💕💕💕
sekian dan terimakasih 💖💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Princess 👠👠💍💖
masih nyimak.
2023-06-19
1
eva
Awal cerita yang menarik..
2023-06-09
1