My Beloved Rayshiva

My Beloved Rayshiva

Bagian 1

Salon Putri Ayu, Kota J

Salim, sopir keluarga Daniswara menepikan mobil sedan yang dikemudikannya di depan sebuah salon pengantin bernama Putri Ayu. Ini adalah kali ketiga Kana Levronka, putri tunggal Aris Daniswara yang merupakan salah satu pengusaha terkaya di kota J, mengunjungi salon tersebut bersama ibunya untuk mengepas gaun pengantin. Sama seperti dua kedatangan sebelumnya, Kana memasang ekspresi tak senang, mukanya ditekuk dan ogah-ogahan turun dari mobil.

Bahkan ketika pegawai salon memperlihatkan pakaian pengantin berbentuk A-line pilihan Kana beberapa hari lalu yang ukurannya sudah disesuaikan pun tidak membuat Kana tertarik. Ia hanya mengangguk singkat lalu kembali fokus pada layar ponselnya.

“Kana, udahan dong main hp-nya,” tegur Indah, mama Kana, “coba dulu baju pengantinnya supaya dilihat sudah pas atau belum.”

Kana menghela napas. Ia sama sekali tidak bersemangat dengan pernikahan yang akan dilaksanakan seminggu lagi, padahal itu adalah pernikahannya sendiri. Bagaimana bisa bersemangat jika pernikahan tersebut bukanlah hal yang ia inginkan.

Mungkin, sepuluh tahun lalu Kana menginginkannya, tapi sekarang tidak lagi. Tidak, setelah Kana tahu bahwa Rayshiva Paramayoga Hauf atau biasa dipanggi Ray, yang merupakan cinta pertamanya itu tidak seperti yang ia impikan.

Ray memang tetap ganteng, bahkan sepuluh kali lebih ganteng dibandingkan pemuda yang ditemui Kana sepuluh tahun lalu. Ray bertubuh tinggi, di atas 180 cm, tegap dan berwajah tampan. Seakan semua kelebihan tersebut tidak cukup, Ray juga berasal dari keluarga kaya raya. Ray punya semua material untuk calon pacar atau suami sempurna. Pokoknya, hidup dengan Ray pasti akan sempurna. Itu yang dulu Kana pikir.

Namun, sekarang Kana tidak menemukan kesempurnaan itu dalam diri Ray. Bagaimana bisa ia mendapatkan kehidupan pernikahan sempurna jika pria yang menjadi pasangannya tidak sempurna.

Ya, Ray punya satu kekurangan yang Kana anggap fatal, yaitu Ray hanya memiliki satu tangan. Sebuah kecelakaan yang dialami Ray tiga tahun lalu membuat pria itu kehilangan sebelah tangannya. Pria yang Kana idamkan sebagai suami sempurna, kini tidak lagi sempurna, dan Kana kehilangan keinginan untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan pria itu. Andai bisa Kana ingin lari dari pernikahan yang sudah diatur untuknya sejak sepuluh tahun lalu itu.

“Kana!”

Panggilan mamanya membuat Kana berdiri dan menghampiri pegawai salon yang menunggu dengan sabar.

“Silakan, di sebelah sini.”

Kana mengikuti pegawai salon yang membawanya memasuki ruang ganti. Kemudian ia mencoba gaun yang sebelumnya sudah dicoba beberapa hari lalu. Semula gaun itu kebesaran di bagian pinggang, tapi setelah disesuaikan ukurannya gaun putih gading itu melekat sempurna di tubuh Kana.

Sembari mematut dirinya di depan cermin, Kana berpikir bahwa gaun itu akan membuat acara resepsi pernikahannya sempurna, apalagi dengan make up dan tatanan rambut yang tepat, maka semua akan terasa lengkap.

“Anda membuat gaun ini terlihat luar biasa,” puji pegawai salon sembari menatap kagum pantulan Kana di cermin. “Kami punya tiara yang cocok untuk gaun ini, akan saya ambilkan.” Pegawai salon itu berlalu, membiarkan Kana sendiri di ruang ganti.

“Kana.”

Suara mamanya terdengar dari luar ruang ganti. Karena hafal tabiat sang mama yang tidak akan berhenti memanggil, kecuali ia muncul di hadapan wanita yang melahirkannya 27 tahun lalu itu, Kana melangkah ke luar ruang ganti. Ia berdiri di depan sebuah podium kecil berbentuk lingkaran dengan cermin berbentuk setengah lingkaran di bagian belakangnya.

Kana memasang senyum terbaik, karena tahu mamanya akan cerewet jika ia memasang wajah cemberut, lalu berbalik ke arah depan di mana ia yakin mamanya sudah menunggu.

Namun, bukan hanya Indah yang menunggu Kana di sana, ada seorang pria berambut panjang sebahu sedang bersama Indah.

“Kau terlihat sangat cantik ketika tersenyum.”

Ucapan pria itu membuat senyum Kana memudar. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak senang.

“Sama sepertimu, mencoba pakaian pengantinku,” sahut pria itu disertai senyum yang mampu membuat para wanita meleleh. Dulu, Kana juga termasuk wanita-wanita yang dibuat meleleh oleh senyuman itu, tapi sekarang tidak lagi.

Kana tidak akan terbuai pada senyum malaikat, wajah tampan yang terlihat maskulin, maupun rambut panjang yang mengikal sepanjang bahu milik pria itu. Tidak, Kana berjanji pada dirinya tidak akan terbuai, apalagi sampai jatuh cinta lagi. Karena ia tidak akan jatuh cinta pada pria tak sempurna itu. Di luar sana banyak pria dengan fisik sempurna yang menyukai Kana, kenapa ia harus terjebak dengan pria ini? Sungguh tidak adil!

Kana memberikan Ray tatapan menusuk, tapi pria itu mengindahkannya. Malah sibuk memuji Kana di depan Indah.

“Kana pasti akan membuat banyak wanita iri karena terlihat begitu cantik.”

“Kana yang dipuji, tapi Mama yang merasa malu.”

“Kenapa? Bukankah kecantikan Kana juga menurun dari Mama?”

Rasanya, Kana ingin muntah mendengar Ray memanggil Indah dengan sebutan Mama. Mereka bahkan belum menikah, tapi pria itu sudah menyebut orangtuanya Papa dan Mama, juga memberikan panggilan sayang pada Kana padahal jelas tahu kalau Kana tidak setuju untuk menikah.

Kana memandangi Ray, jika dilihat dari wajah Ray memang terlihat tampan. Sangat tampan bahkan, mirip Jerry Yan, salah satu aktor favorit Kana. Ray juga bertubuh tinggi dan atletis, apalagi rambut gondrong pria itu, membuat banyak wanita klepek-klepek.

Namun, kalau sudah melihat sisi kiri tubuh Ray, banyak wanita pasti mundur perlahan. Kana yakin 9 dari 10 wanita akan menolak menikahi Ray setelah melihat bahwa tangan kiri pria itu tidak ada. Siapa juga yang mau punya suami tidak sempurna? Meskipun Ray punya segala yang diinginkan oleh wanita, tapi satu kekurangan itu tetap menjadi nilai minus yang membuat banyak wanita akan mundur, termasuk Kana.

Sekali lagi Kana merutuki keputusan ayahnya untuk tetap melanjutkan perjodohannya dengan Ray, bahkan setelah tahu Ray kehilangan satu tangan. Harusnya pertunangan mereka dibatalkan. Kecacatan Ray sudah cukup menjadi alasan.

Kana benar-benar heran apa yang membuat kedua orangtuanya mau memaksanya menikah dengan Ray. Tidak mungkin karena kekayaan, karena jumlah kekayaan keluarga Daniswara tidak kalah dengan yang dimiliki oleh keluarga Hauf.

“Bukankah kau sendiri yang bilang kalau tidak akan mau menikah kecuali dengan Ray, dan ayah sudah mengabulkannya. Jadi, tepati janjimu, Kana.”

Ucapan ayahnya kembali terngiang di ingatan Kana. Membuat Kana begidik. Andaikan ia tidak pernah meminta untuk dijodohkan dengan Ray sepuluh tahun lalu, mungkin keadaannya tidak akan semenyedihkan saat ini.

“Hanii, kau baik-baik saja?”

Hanni, panggilan dalam bahasa Jepang yang berarti sayang atau honey itu memang terdengar manis, apalagi diucapkan dengan begitu lembut. Hanya saja, yang mengucapkannya adalah orang yang salah. Kana tidak suka Ray memanggilnya begitu. Jadi, ia melengos, tak menjawab pertanyaan Ray dan kembali masuk ke ruang ganti.

Bahkan saat pegawai salon datang membawa tiara dan veil, Kana mengabaikannya dan langsung berganti pakaian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!