Bagian 3

“Hanii.”

Sapaan santai dari Ray tidak mengurangi ketegangan suasana yang Kana hadapi. Selepas Ragnala atau Nala turun dari mobil, Ray masuk dan duduk di samping Kana. Pria itu terlihat tenang, bahkan menyapa dengan santai, membuat kegugupan Kana makin meningkat.

Banyak tanya berkecamuk dalam pikiran Kana, mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa rencana pelariannya bahkan berakhir di depan rumah calon suami yang hendak ditinggalkannya. Apakah semua ini kebetulan, atau rencananya memang sudah diketahui sejak awal? Kana benar-benar tidak bisa menemukan jawabannya.

“Aku tahu kau bingung.”

Kana tidak berani mengarahkan pandangan ke pria di sampingnya. Namun, ia menanti lanjutan kata-kata Ray. Sepertinya, Ray lebih memahami situasi saat ini dibandingkan dirinya.

Tepat saat Ray hendak melanjutkan, handphone Kana bergetar, panggilan masuk dari Denish.

“Jawab saja,” ujar Ray menjawab keragu-raguan Kana untuk menjawab telepon tersebut.

“Kau di mana?” Pertanyaan beserta protes dari Denish terdengar di seberang line. “Aku sudah menunggumu lebih dari satu jam, tapi kau belum muncul juga. Apa kau berniat membodohiku?”

Denish benar-benar egois, bukannya khawatir terjadi sesuatu pada Kana, pria itu malah khawatir dibodohi. Jika benar peduli padanya, Denish pasti akan bertanya ada apa, bukannya malah protes dan menuduhnya.

“Kalau kau tidak muncul juga, aku pulang saja. Sepertinya, kau lebih memilih menikah dengan pria bertangan satu itu dibandingkan pergi denganku?”

Hati-hati Kana melirik Ray yang duduk di sampingnya. Pria itu terlihat tidak terganggu padahal mendengar suara Denish yang berteriak di telepon.

“Kana, Sayang. Kau tidak benar-benar memilih pria cacat itu, kan? Kau masih ingin pergi denganku, kan?”

Sekarang suara Denish terdengar merayu, membuat Kana merasa pria itu benar-benar tidak bisa dipegang ucapannya dan tidak punya pendirian. Rasanya, ia ingin berteriak agar Denish pulang saja. Lagi pula, rencananya sudah hancur berantakan, karena ia naik mobil yang salah. Harusnya, Kana naik mobil Denish, bukannya mobil Nala.

“Maaf, Denish, sebaiknya kau pulang saja, aku─”

“Kau benar-benar memilih pria itu?! Aku tidak habis pikir! Bukannya kau yang bilang tidak bisa menikah dengannya dan meminta bantuanku. Jadi, kau mempermaikanku. Dasar ja*an*!”

Kana belum sempat membalas, karena ponselnya direbut oleh Ray.

“Sebaiknya, kau pulang dan pastikan tidak pernah berhubungan lagi dengan Kana. Karena dia akan menikah denganku, seseorang yang tidak akan menyebutnya dengan sebutan kasar sepertimu. Jika kau masih mengganggu Kana, kau akan mengenal siapa Rayshiva Paramayoga Hauf sebenarnya.”

Setelah mengucapkan kalimat panjang yang ditutup dengan ancaman tersebut, Ray mematikan sambungan dan mengembalikan handphone Kana.

Untuk sesaat Kana hanya bisa memandangi Ray tanpa bisa berkata-kata. Ray membelanya, hal ini benar-benar tidak Kana sangka. Kana pikir Ray akan marah karena ia coba melarikan diri, tapi pria itu malah terlihat santai. Kemarahan Ray baru terlihat ketika Denish menghina Kana.

“Sudah siap masuk ke dalam?” tanya Ray kemudian.

Kana menggeleng. Ia benar-benar tidak siap masuk ke rumah keluarga Ray, pasti di sana sudah berkumpul keluarga Ray dan keluarganya juga.

“Kau ingin penjelasan?”

Kana mengangguk, kepalanya kembali tertunduk.

“Aku sudah tahu kau berencana kabur, Jadi, kusiapkan rencana antisipasi,” kata Ray.

“Dari mana kau tahu?” Kana tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dalam hati ia bertanya-tanya bagaimana bisa Ray mengetahui rencananya. Kana tidak memberitahu siapapun, kecuali Denish. Apa Denish membocorkannya? Tidak. Dari kata-kata Denish tadi sepertinya pria itu tidak membocorkan rencana mereka pada siapapun.

“Kau yang membocorkannya.” Kata-kata Ray menjawab pertanyaan di kepala Kana.

“Ba-bagaimana bisa?” Kana semakin kebingungan.

Ray tertawa kecil dan Kana dibuat takjub oleh tawa tersebut, karena sebelumnya tidak pernah melihat Ray tertawa. Tersenyum pernah, tapi tawa Ray tak pernah Kana lihat dan dengar. Ternyata tawa Ray sama damage-nya dengan senyum pria itu yang membuat jantung wanita berdebar-debar.

“Kau ini polos sekali, makanya rencanamu bocor tanpa kau sadari.”

“Bagaimana bisa kau tahu?” Kana menuntut penjelasan.

“Seminggu terakhir kau terlalu penurut, tidak ada protes, dan sikapmu terlalu baik. Itu sudah cukup membuatku curiga.”

Kana memberengut. Bagaimana bisa sikap kamuflase yang disengaja Kana untuk menutupi rencananya malah membuat rencana itu terbongkar.

“Sebelumnya, kau selalu menentang pernikahan ini, tapi tiba-tiba bersikap penurut. Bukankah itu mencurigakan?”

Kana memelototi Ray. “Jadi, kau memata-mataiku?”

“Tentu saja, aku tidak ingin pengantinku kabur.”

“Aku tidak mau menikah denganmu!”

“Tapi aku mau.”

Kata-kata Ray membuat Kana naik pitam. “Kau tidak boleh memaksakan kehendakmu padaku. Kau tidak bisa memaksaku menikah denganmu!”

“Kenapa tidak? Kau sendiri melakukannya kepadaku sepuluh tahun lalu. Kau memaksaku menjadi tunanganmu, memaksaku berjanji hanya akan menikah denganmu. Yang kulakukan sekarang hanya menagih janji itu. Apa kau akan mengingkari janjimu?”

“Tapi janji itu dibuat sebelum─”

“Sebelum aku jadi pria cacat yang tidak layak untukmu?” Ray melanjutkan kalimat Kana.

“Bu-bukan begitu maksudku. A-aku─”

“Aku mengerti,” ujar Ray, “sepuluh tahun yang lalu kau menganggapku layak, tapi sekarang aku tidak layak lagi.”

Kana menggigit bibir. Apa yang dikatakan Ray benar sehingga tidak ada balasan bisa ia berikan. Kana memang merasa Ray yang sekarang tidak layak untuknya. Seharunya, jika Ray mengerti hal itu, pria itu akan membatalkan rencana pernikahan mereka.

“Meskipun aku tahu tidak layak untukmu, tapi aku tetap ingin kau menjadi istriku. Jadi, hari ini kita akan tetap menikah, entah kau bersedia atau tidak.”

Belum sempat Kana membalas ucapan Ray, pria itu sudah membuka pintu dan beranjak turun. Kemudian Ray mengatakan satu kalimat lagi sebelum turun, “Kalau kau masih punya hati, kau tidak akan mengikari janjimu.”

Kana duduk lama di dalam mobil setelah kepergian Ray. Ia memikirkan banyak hal. Salah satunya janji yang dibuatnya sepuluh tahun lalu.

Sepuluh tahun lalu, Kana jatuh cinta pada Ray yang tampan dan memesona. Meskipun Ray lebih tua lima tahun darinya, Kana tetap nekad menyatakan cinta, bahkan terang-terangan mengejar Ray. Puncaknya, Kana merengek pada ayahnya untuk menjodohkan dirinya dengan Ray.

Karena terlalu sayang pada putrinya, akhirnya Aris mengatur perjodohan dengan keluarga Hauf. Kana tidak tahu bagaimana caranya hingga akhirnya perjodohan itu terjadi. Kana sangat senang bisa mendapatkan Ray, tapi Ray tidak. Saat itu, Ray mengajukan syarat bahwa mereka akan menikah sepuluh tahun kemudian.

Lalu Ray pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Kana kehilangan kontak dengan tunangannya itu. Mulanya, Kana sedih karena berpisah dengan Ray, tapi lama-lama terbiasa dan mulai melupakan Ray. Bahkan Kana merasa janji yang diucapkan waktu itu tidak lagi berlaku.

Hingga Ray datang kembali dalam kehidupannya beberapa bulan lalu dan janji itu kembali mengemuka. Bukannya Kana tidak mau menepati janji. Andai saja keadaannya berbeda, mungkin ….

“Kalau kau masih punya hati, kau tidak akan mengikari janjimu.”

Kata-kata terakhir Ray padanya kembali terngiang.

“Anggap saja, aku tidak punya hati,” kata Kana setelah memantapkan diri untuk menolak pernikahan dengan Ray.

Namun, penolakan Kana hanya tinggal penolakan. Ketika ayahnya datang dan membuka pintu mobil, kemudian berkata, “Kau harus menikah dengan Ray, jika tidak kau akan kehilangan ayahmu ini untuk selamanya.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!