Chapter 3

"Kok kamu bisa ketiduran, sih?" tanya Tari.

Erina hanya terdiam menatap ke arah Tari. Ia juga heran kenapa tidak ada satu pun orang yang membangunkannya? Jujur saja, ia merasa sakit hati dengan perlakuan teman-teman sekelasnya.

"Nggak ada yang ngebangunin dari tadi?"

Gadis itu menggeleng. Ia juga tidak tahu kalau ia akan tidur dengan sangat lelap sampai jam pelajaran sedang berlangsung. Kalau ia tahu akan seperti itu jadinya, ia tidak akan tidur tadi.

Ia melangkahkan kedua kakinya kembali ke tempat duduknya. Ia menatap ke arah Alan dengan wajah datar. Menurutnya laki-laki itu pasti tahu kalau dia tadi tertidur tapi dengan tega tidak membangunkannya sama sekali padahal dia berada tepat di sebelahnya.

"Gimana?" tanya Gideon.

"Disuruh menghadap guru BK tadi," jawabnya.

Erina menjawab pertanyaan Gideon tanpa berbalik melihat wajah laki-laki itu. Gadis itu tidak menyadari ekspresi kesal yang ditunjukkan oleh laki-laki itu. Ia memang suka mengusili Erina, tapi tidak setega itu membiarkan gadis itu terkena masalah padahal semua masih bisa dicegah, contohnya membangunkan gadis itu tadi.

***

Beberapa hari kemudian, suasana di dalam kelas sedikit berbeda. Erina tidak tahu sejak kapan suasana di dalam kelas berubah menjadi seperti itu.

Masih ada beberapa murid yang suka menempeli Alan dan mengajak laki-laki itu mengobrol. Tapi sudah tidak sebanyak sebelumnya.

Hal yang paling membuat gadis itu merasa heran adalah ketidak-akraban Gideon dan laki-laki itu. Padahal keduanya duduk berdekatan. Alan duduk tepat di depan Gideon, tapi saling menyapa pun keduanya enggan, seperti Alan dengan Erina.

Gadis itu tidak terlalu ambil pusing. Ia hanya berasumsi kalau Alan tidak begitu menyukai orang-orang yang duduk dekat dengan bangkunya.

"Tapi emang dia 'kan menyebalkan?"

Erina memasang telinganya begitu tidak sengaja mendengarkan Priska dan Elvira, teman sekelasnya, sedang bergosip. Ia sedang pura-pura tidur di saat dua orang itu tengah bergosip ria di sampingnya. Entah siapa yang mereka gosipkan saat ini.

"Ingat yang Erina diusir dari dalam kelas terus disuruh menghadap ke guru BK?"

Gadis itu makin memfokuskan pendengarannya begitu mendengar namanya disebut oleh kedua orang itu. Ia makin penasaran dengan kelanjutan cerita mereka.

"Oh, yang bikin Gideon jengkel setengah mati sama Dia?"

'Hah? Dia? Dia siapa? Apa hubungannya sama aku diusir dari kelas dan disuruh menghadap ke guru BK sama Gideon?' batinnya. Ia semakin penasaran dibuat dua orang itu.

"Iya, itu-" perkataan Elvira menggantung. Ia tidak melanjutkan perkataannya.

Erina yang penasaran ingin mendengarkan kelanjutan obrolan dua orang itu merasa aneh keduanya tidak melanjutkan obrolannya. Padahal ia sudah hampir mengetahui inti dari cerita mereka saat ini.

Perlahan gadis situ membuka kedua matanya. Ia melihat Alan yang baru saja duduk di atas bangkunya. 'Apa mungkin orang yang mereka maksud itu Alan?' batinnya.

Ia tidak tahu kebenaran dari cerita antara Priska dan Elvira sampai bel pertanda pulang sekolah berbunyi. Dua orang itu tidak melanjutkan cerita mereka. Erina makin penasaran dibuatnya, tapi ia tidak berani bertanya pada Priska dan Elvira. Apalagi ia tidak begitu akrab dengan keduanya.

***

Erina menatap Alan yang tengah menyalin tugas matematika yang entah ia dapatkan dari mana. Ia masih penasaran dengan cerita yang belum selesai ia dengarkan kemarin. Ia benar-benar curiga jika orang yang membuat kesal Gideon itu adalah laki-laki itu, tapi ia tidak berani untuk menanyakannya secara langsung.

"Apa lihat-lihat?" tanyanya ketus sambil menatap Erina dengan wajah datar.

Tidak ingin menjawab pertanyaan yang diberikan oleh laki-laki itu, ia memalingkan wajahnya dengan memutar malas kedua bola matanya. Ia benar-benar membenci laki-laki itu.

Meski tidak ditegaskan melalui perkataan, tapi ia merasa laki-laki itu terlalu bersikap waspada dengannya. Tidak hanya membuat batasan untuk sekedar berinteraksi dengannya, laki-laki itu sekarang seperti memiliki aura permusuhan dengannya.

Erina kesal setengah mati karena diperlakukan seperti itu oleh Alan, padahal ia tidak merasa pernah berbuat kesalahan pada laki-laki itu. Ia benar-benar tidak menyukainya.

Ia berbalik menatap ke arah Gideon yang saat ini tengah bercerita dengan Deo. Ia ingin menanyai laki-laki itu, tapi ia juga ragu. Ia dan Gideon terkadang seperti kucing dan anjing, bertengkar setiap kali bertemu. Meskipun pertengkaran itu bukanlah pertengkaran sungguhan.

Ia tidak pernah membenci laki-laki itu seperti ia membenci Alan. Justru ia pernah tertarik dengan laki-laki itu. Bahkan mungkin ia masih tertarik dengan laki-laki itu sampai sekarang.

Sadar ia tengah di tatap, Gideon balas menatap heran ke arah Erina yang masih menatapnya saat ini.

"Kenapa lihat-lihat? Kamu naksir sama aku?" ucapnya dengan senyuman usil.

Lagi-lagi gadis itu memutar malas bola matanya. Tingkah usil laki-laki itu terkadang membuatnya tersipu, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya dengan jelas. Ia akan berpura-pura tidak tertarik dengan laki-laki yang sering kali mengusilinya itu.

Ia bisa mendengar dengan jelas tawa puas dari Gideon usai kembali mengusilinya. Ia tahu laki-laki itu memang suka mengusilinya dan tidak pernah serius dengan apa yang ia katakan terhadapnya. Ia tidak ingin berharap lebih pada laki-laki itu dengan memiliki perasaan lebih dalam dengannya. Ia cukup sadar diri dengan hal itu.

Ding... Dong... Ding...

Bel masuk telah berbunyi. Gadis itu bisa menatap sejenak ke arah Alan yang kelabakan karena belum selesai menyalin tugas matematikanya. Tidak mau pusing dengan urusan laki-laki itu, ia memilih ikut berjalan ke luar kelas dan berbaris dengan teman-teman sekelasnya yang lain di koridor kelas.

Alan muncul masih dengan tugas matematika miliknya dan entah milik siapa. Laki-laki itu masih melanjutkan membuat salinan tugas matematika ketika mereka tengah berbaris sambil menunggu guru yang mengajar di jam pertama menuju ruang kelas mereka.

***

Jam pelajaran berlangsung seperti biasanya. Alan sudah menyelesaikan salinan tugas matematikanya saat masih berbaris menunggu guru matematika yang sedikit telat dibandingkan biasanya. Mungkin Dewi Fortuna sendang berpihak pada laki-laki itu.

Saat ini jam pelajaran olahraga sedang berlangsung usai jam pelajaran matematika selesai. Alan yang tidak diizinkan untuk mengikuti pelajaran olahraga oleh dokternya, sedang duduk di pinggir lapangan sambil menatap teman-teman sekelasnya yang sedang berolahraga saat ini.

Tidak ada yang tahu apa sebenarnya penyakit yang diderita oleh laki-laki itu. Ia enggan untuk menceritakannya pada siapa pun, termasuk pada teman terdekatnya sekalipun di dalam kelas saat ini. Hal itu ia sembunyikan rapat-rapat seolah-olah itu adalah aib yang tidak boleh orang lain ketahui sampai kapan pun.

Erina sedang bermain bulu tangkis dengan Gideon, Leo dan Marson. Ia yang sering dianggap lebih kuat dibandingkan murid-murid perempuan lain di dalam kelasnya, memang biasa ikut berolahraga dengan teman-teman kelasnya yang laki-laki.

Apalagi sebagian besar murid-murid perempuan di kelasnya saat pelajaran olahraga terkadang lebih suka duduk dan bercerita di pinggir lapangan, dibandingkan ikut berolahraga. Hal ini membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain ikut berolahraga dengan teman-temannya yang laki-laki, meskipun terkadang terasa sedikit canggung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!