SHU XIE JING MAE
Jika dilihat dari satu sisi, Dia hanyalah seorang gadis biasa, tapi jika kalian melihat nya dari sisi yang lain, ia bukan hanya seorang gadis, ia adalah Nona Muda keluarga terpandang dikota ini, ia adalah gadis idaman semua pria, jika ia mau, ia bisa memiliki semua pria yang ada untuk menjadi milik nya, hanya saja ia adalah gadis yang mendapatkan ajaran keras didalam keluarga, dan itu menjadi bekas yang tak bisa dihapus lagi.
Tahun lalu ia baru saja lulus dari Universitas ternama yang ada dikotanya, menjadi gadis idaman dengan reputasi yang baik, membuatnya merasa jika semua yang ia miliki itu karena kekuatan keluarganya, dan itu juga yang membuat ia memiliki sifat yang baik.
Keluarga Shuxie adalah keluarga kaya ternama yang sangat jarang ada, ya keluarga Shuxie bukan hanya kaya, keluarga ini adalah pembisnis yang berkecimpung dalam banyak bidang, dari kedokteran, teknologi, budaya, mitos atau legenda, entertainment, dan banyak lagi, diantara nya juga ada tentang kuliner.
Nona Shuxie adalah satu-satunya dari keluarga itu yang bisa menguasai semua bidang yang dikerjakan keluarganya, mengingat ia adalah gadis jenius yang jarang ada.
Meski ia yang tertekan dengan nama keluarganya, ia tidak menjadi gadis nakal, atau punya sifat buruk, ia gadis yang baik, dan juga bahagia.
Putri tunggal dalam keluarganya, dan ia menjadi sangat dicintai oleh seluruh keluarga, bahkan cinta itu seperti melimpah dan memenuhinya, itu pun mempengaruhi sifatnya yang yang hangat pada orang yang ia rasa orang itu memang seharusnya mendapatkan kehangatan itu.
" Sebentar lagi sup ini siap! " serunya sembari menutup panci yang berisi sup jamur.
" Nona Jing, saya permisi keluar sebentar. " pamit pelayan dengan sopan dan hormat.
(Ah!, lupa memperkenalkan namanya ya!!*Ao)
Namanya Shuxie Jing Mae, baru berumur 22 tahun, Nona Muda yang berharga dari keluarga Shuxie.
(Singkat padat dan jelas, hehe *Ao)
Takdir milik Nona muda ini, tak selalu beruntung, ya Nona ini sedang dipermainkan oleh takdir, ia tak memiliki kesalahan apapun, tapi ia menjadi yang harus berkorban.
' Sruuup ' Jing Mae mencicipi sedikit kuah dari sup jamur miliknya.
"Hmm, rasanya sudah pas kok. " pujinya saat meresapi rasa masakannya.
"Eh?? " pandangan Jing Mae memburam, semuanya terlihat berputar dalam kepalanya, ia memegang erat pelipis kepalanya, menahan rasa sakit itu sejenak, sembari mengingat penyebab sakitnya.
' Aku tidak salah memasukkan bahan deh kayanya? ' ingatnya mengulang bahan masakannya.
' Ah!! , aku ingat sekarang, jamurnya salah masuk!, harusnya bukan jamur itu ya?!, aku bodoh juga ya, kadang!! ' ejeknya mengingat ia pasti selalu bisa menjadi sangat ceroboh dan membuat kesalahan, yang cukup fatal.
Bruuk
Jing Mae tumbang, kakinya tak lagi bisa menopang berat badannya, ditambah saat ini ia meracuni dirinya sendiri.
Saat pandangannya mulai menggelap ia melihat jika pelayan yang tadi pergi telah kembali dan terlihat panik saat melihatnya tergeletak dilantai.
Sementara itu disaat yang sama, di tanah carta , gadis yang baru saja akan diantarkan menjadi pengantin perempuan untuk salah satu Tuan Muda dari bandit terkenal didaerahnya, tengah mencoba untuk lari, meski tau itu mustahil, namun terlihat jika sepertinya takdirnya tak lagi mampu dirubah, dan pada akhirnya ia hanya mampu untuk mengakhiri hidupnya dengan menghantukkan kepalanya ketiang dengan sangat keras.
Dan hal itu menarik jiwa Jing Mae untuk menjadi pemilik tubuh itu.
'Ukh... Sakit... ' gumam Jing Mae menekan kepalanya sedikit, berusaha meredakan sakitnya sedikit.
' Ini... Dimana?? ' pertanyaan itu melontar disaat Jing Mae mendapatkan penglihatanya yang sebelumnya buram, dan mendapati dirinya ada disebuah ruangan kuno yang cukup lusuh untuk disebut sebagai ruangan.
Ia menelisik ruangan itu dengan cukup teliti dan mencoba untuk mencerna situasi, namun rasa sakit yang menghantam kepalanya lebih terasa sakit daripada kesadaran yang ia coba pertahankan.
" Aduh!! " teriaknya cukup keras, dan membuat sosok yang ada diluar tertatih masuk memastikan.
Sosok itu adalah pria dewasa yang bisa dikatakan cukup-- bukan sepertinya sangat tampan, yang datang masuk setelah beberapa orang juga ikut memastikan.
" Apa yang kau lakukan disana? " sarkas pria itu bertanya dengan heran.
" Aduh,.. kepala ku sepertinya terbentur tiang!? " Jing Mae yang masih mencoba untuk memahami sesuatu, tak berniat menjawab pertanyaan yang diajukan.
" Hmm? " pria itu menatap Jing Mae dengan bingung, tangan melambai memerintahkan orang yang bersamanya untuk meninggalkan mereka berdua saja, mereka mengikuti intruksi itu dan meninggalkan mereka berdua.
Pria itu melangkah mendekati Jing Mae yang tampaknya masih diam ditempatnya, ia mendudukkan tubuhnya untuk melihat keadaan Jing Mae lebih jelas, yang terlihat adalah wajah pucat gadis kecil yang sedikit bergetar menahan rasa sakit yang ada dikepalanya.
" Apa kau baik-baik saja? " tanya pria itu mencemaskan gadis kecil yang ada dihadapannya.
" Ugh!! " Jing Mae mengaduh memijat pelipis nya lebih kencang lagi, berharap jika itu bisa mengurangi rasa sakit yang ia rasakan.
Pria itu sedikit merasa bersalah dan mencoba untuk membantunya, ia mengulurkan tangannya, berusaha untuk menggapai gadis kecil yang ada dihadapannya, Jing Mae yang merasa sedikit terancam dengan pergerakan itu menggenggam tangan pria itu dan memutarnya dengan segenap tenaga yang ada didalam tubuhnya.
Pria itu terkejut dengan reaksi dari gadis kecil yang ada dihadapannya, kini ia menatap curiga gadis kecil ini.
" Untuk seorang nona bangsawan yang memiliki rumor, bahwa ia lemah, ini adalah gerakan yang mustahil dikeluarkan olehnya, jika tidak berlatih atau terbiasa juga tak mungkin mengeluarkan gerakan yang cepat seperti ini, apa yang gadis kecil ini sembunyikan? " simpul pria itu dalam pikirannya.
Sementara itu Jing Mae yang sadar sepenuhnya, menyadari gerakan yang ia keluarkan dan segera melepaskan pria yang ada digenggamannya, dan tertawa canggung.
" Hehehe, Tuan ini, apakah tuan adalah Tuan Muda Ketiga yang dinikahkan dengan saya?? " tanya Jing Mae dengan canggung.
" Ya. " jawab pria itu singkat, sambil memegang pergelangan tangannya yang baru dilepaskan.
" Kalau begitu apakah tuan muda ketiga mengunjungi saya malam ini untuk tidur bersama saya?? "
" Ha?, " pria itu menatap Jing Mae dengan tatapan bertanya yang tajam.
" Oh!, apakah kau ingin aku tiduri?" tanya nya kemudian, dengan nada provokasi yang khas.
" Tidak! " jawab Jing Mae dengan cepat, dan tersenyum canggung untuk kedua kalinya dan mengalihkan pembicaraan.
" Maaf tuan muda, jika saya boleh tau dimana letak dapur disini? " tanya Jing Mae.
" Dapur?, untuk apa kau menanyakan letak dapur?, apakah kau lapar? " pria itu membalas pertanyaan Jing Mae dengan pertanyaan lagi, sambil menatap jing Mae curiga.
" Ya tuan, saya cukup lapar, karena hari ini saya tidak makan dengan baik, jika diperbolehkan saya ingin meminjam dapur tuan " jawab Jing Mae dengan jujur dan mencoba untuk berbicara dengan sopan.
Tuan muda ketiga, tak melanjutkan pertanyaannya, ia berdiri dan berjalan tanpa suara, meminta Jing Mae untuk mengikutinya, dan Jing Mae yang mengerti dengan maksud dari tindakan sang tuan muda ia mengikutinya tanpa bertanya.
Mereka berjalan tak lama dan tiba disebuah bangunan lusuh yang jika kau lihatpun kau akan tau jika tempat ini hampir tak pernah disentuh manusia.
Krieeet... Deritan pintu yang berbunyipun menjelaskan sudah berapa lama tempat ini tak dijamah.
Mereka masuk kedalam dan terlihat juga apa yang ada didalam bangunan ini.
" Memang seperti sampulnya " bisik Jing Mae yang tak terlalu terkejut dengan apa yang ia lihat saat ini didepan matanya.
" Ini dapurnya, kau bisa menggunakan nya sesuka mu. " lugas sang tuan muda memberikan izin.
" Ini yang kau sebut dengan dapur, tidak, ini lebih layak kau sebut dengan kandang kuda, dan lihatlah, pintu yang tadi kita lewati saja entah sejak kapan itu telah roboh dan tergeletak di atas tanah, sudah lah aku juga tak berharap banyak dari tuan muda sepertimu, aku akan membuat tempat ini menjadi dapur yang sesungguhnya. " tegas Jing Mae yang sedikit kesal saat melihat 'dapur' yang ada didepan matanya, dan ditambah dengan penjelasan yang disampaikan sang pemilik paviliun ini.
" Benar-benar tidak ada rasa tanggung jawab. " desahnya dalam hati.
Jing Mae tak memperpanjang masalah itu, ia langsung melangkah sambil mengangkat lengan gaun pengantinnya dan mengikatnya dengan pita rambut yang ia kenakan, dan memulai untuk membersihkan, dan sembari membersihkan ia tak mengangka akan menemukan beberapa bahan masak, yang masih layak untuk ia pakai, tapi mengingat bahan itu saja tidak cukup untuk dua porsi ia mencoba untuk meminta ketuan muda ketiga tentang tambahan bahan makanan.
" Tuan Muda, bisa saya yang rendah ini meminta beberapa bahan makanan lagi, bahan ini tak cukup untuk memasakkan kita berdua. " ucap Jing Mae dengan berani tanpa mengalihkan perhatiannya.
Tuan muda yang tampak kebingungan itu tak terlalu memahami apa yang Jing Mae coba katakan, tapi ia paham jika gadis kecil yang ada dihadapannya ini meminta tambahan bahan makanan.
" Seberapa lapar dia? " pikir Tuan muda itu sembarangan.
Setelah tak berapa lama, bahan makanan yang diminta Jing Mae tiba, dan tanpa menunggu lagi Jing Mae mulai untuk memasak.
Tak, tak, tak... Sruk... Shsss...
Dengan sangat lihai Jing Mae memainkan pisaunya dan memasak dengan bebas, sama seperti saat dia masih ada didunia modern, memotong, mencampur dan membakar, ia memasak masakan yang paling mudah untuk saat ini, dan Jing Mae yang terlalu fokus memasak, tak menyadari mata yang menatap nya kali ini adalah mata menyelidik, dan curiga yang tak meredam.
" Menarik " bisik pikiran itu licik.
Melihat sosok yang ada dihadapannya adalah sosok yang berbeda dari rumor yang ia dengar, ia tak bisa tak merasa tertarik, dengan gadis kecil ini, ia menatapnya dengan seksama, ia memastikan jika ia tak melewatkan satu hal pun dari gadis ini.
" Siap, aku sudah selesai memasak, aku memasakkan untuk mu juga Suamiku " jelas sekali kata yang Jing Mae lontarkan adalah untuk menyindir pria yang ada dihadapannya dan terus memperhatikannya tanpa berkedip sekalipun.
Tanpa disangka reaksi yang pria itu tunjukkan bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditemukan, mengingat jika pria ini beberapa detik sebelumnya menyelidikinya dengan sangat teliti, atau bisa dibilang kelewat teliti.
Jing Mae ingin pura-pura tak tau jika ia sedang diselidiki, tapi tetap saja ia merasa tak nyaman jika mengingat dulu saat didunia modern, ia juga menjadi pusat perhatian, meski pun perhatian ditempat ini berbeda sangat jauh dari yang biasa ia terima.
" Kau juga memasakkan bagianku? " tanya tuan muda itu tampak sedikit kebingungan, saat ia menyadari jika kata yang dikeluarkan gadis kecil dihadapannya adalah kata yang cukup 'memalukan' , karena Jing Mae mengucapkannya dengan tekanan yang memperjelas kata itu.
Seburat warna merah muda tergambar disekitar telinga dan pipi sang tuan muda, jelas sekali jika ia merasa malu dengan panggilan 'Suamiku ' yang diucapkan Jing Mae.
" Tentu saja, saya bukanlah istri tak berperasaan yang membiarkan suaminya kelaparan saat malam pengantin " tegas Jing Mae memperjelas hubungan yang ada diantara mereka, meski Jing Mae tau jika ini semua hanyalah acting.
" Tidak, terima kasih aku tidak la---"
' Krucuuuk ' ucapan nya terpotong tepat saat ia ingin menolak tawaran dari Jing Mae, sang tuan muda menjadi semakin malu saat suara perutnya lebih kencang dari milik Jing Mae.
" Yah, aku juga tak memaksa tuan, untuk memakan masakan ku, tapi setidaknya perut tuan lebih jujur dari pada mulut tuan ya? " Jing Mae tersengum licik, tangannya menggapai sendok dan menyuapkan sang suami, dengan ringan tangan.
Hum...
Makanan itu memasuki mulut dan membuat sang suami menjadi lapar seketika dan tak menolak untuk makan bersama.
" Tuan muda, jika saya boleh tau, siapa nama tuan?, saya sebagai istri anda merasa tidak nyaman untuk terus menerus memanggil anda dengan sebutan ' Tuan Muda ' , itu terasa seperti tipuan. " jelas Jing Mae yang telah menyelesaikan makannya, bertanya dengan sesopan mungkin tentang nama pria ini, mengingat ia belum berkenalan.
" ... Chan Wu Xie " jawabnya dengan sedikit berbisik, ia tersipu, saat Jing Mae tersenyum melihat mangkuk yang ada didepannya bersih tanpa ada sebutir nasi pun, yang menandakan masakan Jing Mae sangat lezat.
" Mengejutkan, masakan Nona Bangsawan yang terdengar dalam gosip, adalah bodoh dan lambat, ternyata masakannya lebih enak dari tukang masak istana. Gadis ini menarik. " bisikkan dalam pikiran Wu Xie adalah hal yang tak pernah sekalipun ia pikirkan sebelumnya, dan Wu Xie sendiri terkejut dengan itu.
" Emm... " gumam Jing Mae tak memberikan respon berarti, dengan respon itu Wu Xie menatapnya lekat untuk sejenak, seakan akan mengucapkan sesuatu namun tak diucapkan, Jing Mae yang menyadari tatapan itu merasa sedikit risih.
" Apakah ada sesuatu yang aneh yang menempel diwajah saya? " tanyanya pada akhirnya, dengan menunjuk wajahnya.
" Tidak ada. " jawab Wu Xie singkat.
" Bagaimana dengan hidangan yang saya hidangkan?, apakah cocok dengan lidah anda, suami? " Jing Mae bertanya saat melihat Wu Xie selesai dengan makanannya.
" Lumayan. " Wu Xie menjawab dengan sedikit tersipu saat Jing Mae.memanggilnya dengan panggilan 'suami'.
Jing Mae tak melihat reaksi itu ia hanya mendengar jika masakan yang ia masak hanya mendapatkan ucapan 'Lumayan' ia merasa sedikit kesal, mengingat ia adalah seorang koki yang cukup terkenal dan masakannya selalu jadi yang terbaik.
HAPPY READING 😊😊😊😊😊😊
Note by Ao : Kemungkinan jadwal Ao Up satu bulan satu chapter, jika lama maaf ya, selamat menikmati hiburan yang tak seberapa dari Ao.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments