KSATRIA YANG TERBUANG
Lamajang 1406
Bhre Wirabhumi sedang berada di Paseban menerima 200 orang rombongan utusan Kaisar China yang
dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho untuk menjalin kerjasama di bidang perdagangan. Kegembiraan terlihat di wajah Bhre Wirabhumi ketika menerima kedatangan delegasi dari China.
Ketika pertemuan sedang berlangsung tiba-tiba dari luar istana terdengar keributan. Suara kentongan tanda bahaya dipukul bertalu-talu dan teriakan para prajurit jaga dan denting senjata membahana diluar keraton. Para prajurit Keraton Majapahit Timur sama sekali tak menyangka akan diserang secara mendadak di saat mereka sedang kedatangan tamu dari China. Sontak suasana di dalam Paseban gaduh, para hadirin terkejut dan bersiap menyelamatkan diri.
"Majapahit Barat menyerang, lindungi Raja dan para tamunya!" Teriak seorangpengawal kerajaan
Hari itu pasukan Kerajaan Majapahit Barat dibawah pimpinan Bhre Tumapel, berhasil menembus pertahanan istana Majapahit Barat. Pasukan Bhre Tumapel menuju Majapahit melalui hutan belantara, sehingga kedatangan mereka tidak terdeteksi pasukan Majapahit Timur di pos jaga di pedesaan,
“Kurang ajar kau Wikramawardhana, kerahkan seluruh pasukan kita untuk menghadang mereka!” Seru
Bhre Wirabhumi dengan Marah.
Pasukan Bhayangkara yang berdatangan ke Paseban dengan sigap melindungi Bhre Wirabhumi dan permaisuri dari serangan dadakan itu.
"Gusti Prabu, kita pergi lewat jalan rahasia!" Ajak pasukan Bhayangkara yang mengawalnya.
Namun, belum sempat mereka berlari menyelamatkan diri, tiba-tiba datang serombongan pasukan Majapahit Barat menyerbu Paseban. Pasukan Bhayangkara segera menyongsong kedatangan pasukan Majapahit Barat. Laksamana Chengho dan 200 anggota delegasinya tak menyangka mendapat serangan dari KerajaanMajapahit Barat. Mereka kebingungan, tidak tahu menahu mengenai permasalahan yang terjadi di kedua kerajaan tersebut.
Bhre Tumapel bertindak ngawur, semua yang ada dilibasnya. Termasuk delegasi dari China pimpinan Laksmana Chengho juga ikut di serang.
“Laksamana Cheng Ho, ternyata mereka juga menyerang kita!” Seru Ma Huan sekretaris Chengho.
“Tidak ada jalan lain, kita harus lari dari sini kembali ke kapal!” Laksamana Cheng Ho menghunus pedangnya bersiap melarikan diri bersama sisa rombongannya keluar istana.
“Kita kembali ke kapal sebelum musuh menyerang kita!” Seru Laksamana Chengho mengajak anggota rombongannya lari menyelamatkan diri.
Laksamana Cheng Ho menghunus pedangnya menerjang pasukan Majapahit Barat yang menyerang
mereka.
“Kuharap mereka tidak akan menyerang kita karena kita hanya tamu,” ujar Ma Huan berusaha menenangkan rombongannya.
Tetapi perkiraan Ma Huan salah, pasukan Bhre Tumapel telah menghadang mereka. Chengho berseru kepada Bhre Tumapel
"Jangan serang kami, kami tidak tahu menahu dengan urusan kalian. Biarkan kami pergi, kami
juga negara sahabat Majapahit Timur!" Seru Laksamana Chengho berusaha mencegah Bhre Tumapel menyerang rombongannya.
Namun Bhre Tumapel tidak peduli dan berkata kepada Chengho
"Jangan mencoba menipu kami, kalian pasti datang untuk membantu Keraton Majapahit Timur
menyerang Keraton Majapahit Barat!"
Tanpa banyak bicara Bhre Tumapel memerintahkan pasukannya untuk menyerang rombongan dari China. Karena
kedatangan mereka hanya untuk kunjungan perdagangan, maka tidak banyak pengawal yang dibawa oleh Chengho. Para anggota rombongan Chengho sebagian besar adalah pejabat kerajaan dan pebisnis dari China, sehingga tidak banyak dari mereka yang menguasai ilmu beladiri.
Rombongan Laksamana Cheng Ho tidak mampu menahan serangan pasukan Majapahit Barat. Serangan pasukan Majapahit Barat memakan korban sebanyak 170 anggota delegasi dari China. Mereka gugur dalam serangan itu sedangkan sisanya terluka parah. Rombongan Laksamana Cheng Ho yang tersisa
pulang kembali ke China membawa berita duka.
Sementara itu Pasukan Bhayangkara dan Bhre Wirabhumi berhasil meloloskan diri lewat jalur rahasia. Kini sampailah mereka di tepi sungai Brantas dan bersiap naik sampan menuju pelabuhan Tuban untuk kemudian lari ke Madura meminta bantuan pada sekutu mereka di sana. Ketika akan naik perahu tiba-tiba Bhre Tumapel dan
pasukannya telah menghadang Bhre Wirabhumi.
“Mau kemana Gusti Prabu? Kalian sudah tidak dapat melarikan diri lagi!”
Terkesiap Bhre Wirabhumi melihat pasukan Bhre Tumapel sudah mengepung dirinya dan pasukannya. Saat ini dia sudah dalam keadaan terdesak dengan hanya beberapa pasukan Bhayangkara saja yang mengawalnya. Sementara pihak lawan membawa begitu banyak pasukan mengepungnya. Tanpa banyak bicara Bhre Tumapel memerintahkan pasukannya menghabisi pasukan Bhre Wirabhumi.
"Serang mereka!" Perintah Bhre Tumapel pada pasukannya. Serempak pasukan Bhre Tumapel langsung menyerbu Pasukan Bhre Wirabhumi. Pertempuran sengit yang tidak seimbang terjadi di tepian sungai Brantas.
Bhre Tumapel dan Wirabhumi kini saling berhadapan dengan pedang terhunus. Tanpa membuang waktu,
dia segera menyerang Wirabhumi. Bayangan tubuh dan pedang mereka berkelebat berusaha melukai lawannya. Terkesiap Bhre Wirabhumi ketika Bhre Tumapel berhasil melukai tubuhnya membuat pertahanannya semakin melemah karena luka yang dideritanya.
"Ha ha ha, Wirabhumi percuma saja kau gunakan segala ajian ilmu kebalmu karena aku tahu cara melumpuhkannya. Bukankah kita belajar ilmu kanuragan dari sumber yang sama," ejek Bhre Tumapel.
Bhre Wirabhumi
baru menyadari bahwa mereka menimba ilmu dari guru yang sama di istana karena sejatinya dia dan Bhre Tumapel masih ada hubungan kekerabatan. Perbedaan tujuan politik mengakibatkan mereka menjadi
musuh.
"Pengkhianat, kau lupa bahwa kita adalah saudara sepupu. Harta dan jabatan telah membutakan
mata hatimu!" Seru Bhre Wirabhumi sambil menerjang Bhre Bhre Tumapel.
Di akhir pertarungan pedang Bhre Tumapel berkelebat memenggal Bhre Wirabhumi. Darah menyembur
membasahi tubuh Bhre Tumapel. Sungai Brantas menjadi ajang pembantaian Bhre Wirabhumi dan pasukannya. Sungai Brantas kini menjadi merah darah karena darah prajurit yang mati. Perlahan mayat para prajurit yang mati mulai terbawa aliran air menuju kelaut. Usai mengalahkan Bhre Wirabhumi, Bhre Tumapel berseru
“Kita menang,
Bhre Wirabhumi sudah mati!”
Sorak-sorai pasukan Majapahit Barat bergemuruh, bunyi tetabuhan gong dan kendang ditabuh bertalu-talu merayakan kemenangan mereka.
Hari itu sebuah peristiwa Mahapralaya menimpa Keraton Majapahit Timur. Perang Paregreg, perang
saudara antara Keraton Majapahit Barat dan Majapahit Timur yang sudah berlangsung selama 4 tahun, telah menyeret Majapahit dalam jurang kehancuran. Beberapa kerajaan-kerajaan bawahan di luar Jawa banyak yang telah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Rakyat semakin menderita,hidup mereka tak tenang karena situasi negara kini sudah tidak aman. Perampokan, kelaparan dan wabah penyakit terjadi di mana-mana. Perang itu pada akhirnya dimenangkan oleh Wikramawardhana dari Keraton Majapahit Barat.
Berita kematian170 anggota delegasi dari China cukup memusingkan Raja Wikramawardhana. Dia
mendengar kabar bahwa Laksamana Chengho dan Kaisar Yongle sangat kecewa dengan tindakan Keraton Majapahit Barat yang telah membunuh 170 rombongannya dalam perang Paregreg. Di masa itu, China adalah sebuah negara super power yang cukup berpengaruh dalam peta politik kerajaan-kerajaan di wilayah Asia
Tenggara.
Raja Wikramawardhana tak ingin hubungan bilateral yang selama ini sudah terjalin baik antara Majapahit dengan China rusak karena tragedi tersebut. Maka pagi itu dia mengundang Batara Sapta Prabu, Mapatih
Amangkubumi, Dharmadyaksa dan para Pengageng di Paseban. Termasuk Bhre Tumapel juga diundang ke istana untuk dimintai pertanggungjawaban atas insiden terbunuhnya 170 utusan China dalam Perang Paregreg.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments