Nafkah Mantan Suami
Bunyi notifikasi pesan masuk mengalihkan pandangan seorang wanita bernama Amora Salmadani. Wanita dua puluh enam tahun yang kini tengah sibuk menyiapkan bahan makanan, langsung buru-buru mengambil benda yang baru saja diletakan di atas meja. Lalu, segera memeriksa isi pesan tersebut.
Sobat BCI! Dana Rp 7.000.000,00 masuk ke rekening 6755***7008 pada 30/03/19 10:31:08. Ket.: 603575894400162480
Mendapati salah satu nomor bank komersil memberikan informasi mengenai dana masuk ke rekeningnya, Salma langsung mengerti jika itu adalah titipan uang nafkah untuk putri kecilnya, Aundy.
Namun, hari ini terlihat berbeda. Jumlah uang yang dikirimkan oleh Sabda Baghaskara jauh lebih besar dari sebuah kesepakatan yang pernah mereka tentukan. Tentu hal itu membuat kegelisahan tersendiri di hati Salma.
Bibir berisinya berdecak lirih, sebelum akhirnya jemarinya mengetikan pesan singkat ke nomor mantan suaminya.
Salma : Mas, kok banyak banget ngirimnya?
Belum ada balasan meski Salma sudah lima menit mengetikan pesan itu. Dia meninggalkan sejenak ponselnya, kembali melanjutkan aktivitas yang semula tertunda.
Hingga tepat pukul 11 siang. Salma baru menerima pesan balasan dari Sabda.
Sabda : Iya. Kebetulan THR sudah cair. Jadi enggak papa kan aku kirim uang lebih. Buat beli baju lebaran Ody dan ... Kamu.
Salma mengernyit, okelah buat Ody- (panggilan kesayangan Sabda ke putri kecilnya) tapi untuk dia, Salma merasa tidak perlu, karena sekarang dia sudah memiliki suami.
Sabda : Jangan tersinggung! kalau memang kamu keberatan, buat Ody- semua aja.
Bibir Salma melengkung membentuk senyuman manis. Rasa lega menyelinap saat membaca pesan balasan ke dua dari Sabda. Saat ini, dia bisa merasakan perubahan yang ditunjukan Sabda. Pria itu berubah, jauh lebih baik dari Sabda lima tahun yang lalu. Dalam doanya, Salma berharap pria itu bisa segera menemukan pengganti dirinya. Kasihan, meski sekarang sudah mapan tapi statusnya masih saja D U D A.
Salma : Okay, Mas.
Salma membalas singkat. Dan obrolan singkat melalui pesan WA itu berakhir.
Selama ini, Salma tidak pernah memakai uang nafkah yang diberikan Sabda untuk Aundy. Dia berusaha menjaga amanah dari seorang ayah yang ingin bertanggungjawab atas kehidupan putrinya. Uang itu hanya dipakai untuk sekolah Aundy.
Meskipun sebenarnya dia dan mas Endra cukup mampu. Tapi, kembali lagi—Salma tak ingin menghalangi Sabda yang hendak menunaikan kewajibannya sebagai ayah kandung dari Aundy Saesya Baghaskara.
Salma dan Sabda memang gagal menjadi pasangan. Tapi, mereka sadar diri—menjaga agar tidak gagal menjadi orang tua. Sejujurnya, Sabda adalah pria pilihannya, cinta pertamanya. Mereka menikah setelah lulus SMA. Tapi sayang, keduanya yang masih tergolong usia dini—tidak bisa mempertahankan biduk rumah tangga yang dibangun. Mereka masih sama-sama mementingkan egonya. Sehingga perpisahan pun adalah jalan terbaik yang dipilih keduanya empat tahun silam.
Satu tahun yang lalu, Salma menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Ya, meski awalnya Salma belum memiliki rasa pada Rajendra Arwenda atau kerap dipanggil Endra. Namun, perlahan mas Endra mampu mengisi kekosongan hatinya.
"Buatin aku kopi dong, Sayang!" Perintah Endra, menarik kesadaran Salma dari bayangan masalalu.
Pandangannya menelisik, memerhatikan outfit yang dikenakan Endra. "Loh, Mas Endra mau ke mana? Necis banget?" Tak tahan lagi, dia pun melemparkan pertanyaan itu pada Endra yang baru saja duduk di meja makan.
"Ada urusan sama temanku."
Salma ber-oh ria. Tangan Salam meletakan gawai nya di atas meja. Kemudian berlari kecil menuju dapur membuatkan kopi untuk suaminya.
Mas Endra sendiri adalah operator alat berat di salah satu pertambangan batu bara di Kalimantan Timur. Mereka berdua terpaksa menjalani hubungan jarak jauh. Karena Mas Endra sendiri tidak tega jika harus membawanya ikut serta. Terlebih, Aundy masih duduk di kelas satu SD, kasihan jika harus pindah sekolah.
Dan sudah dua hari, Endra berada di rumah. Seperti biasa, Endra akan di rumah selama dua pekan. Dan kembali bekerja sekitar sepuluh minggu lamanya. Salma tidak mempermasalahkan hal itu, asalkan Endra selalu memegang teguh komitmennya.
Hal yang paling dihindari Salma adalah pengkhianatan. Salma tidak akan memaafkan jika itu dilakukan oleh Endra. Jadi, sebelum mereka berkomitmen, syarat itulah yang diajukan Salma kepada Endra.
Sangking fokusnya Salma membuat kopi, dia sampai tidak menyadari apa yang saat ini dilakukan Endra. Salma kebingungan, saat dia menyajikan kopi itu ke atas meja. Hanya aura negatif yang ditunjukan Endra saat ini.
"Kamu masih berhubungan sama Sabda?!" Endra bertanya dengan suara kasar seraya menunjukkan roomchat Sabda tepat di depan wajah Salma. Sebagai bukti fisik hubungan antara Salma dan Sabda.
Salma tidak bisa membantah karena itu benar adanya. Jadi, dia menganggukan kepala sebagai balasan. Dia sadar kesalahannya, karena tidak memberitahu perihal ini selama menikah dengan Endra, karena dia pikir Endra tidak akan semarah ini.
"Kamu masih cinta sama dia? Aku baru tahu kalau selama ini dia selalu memberimu uang!? Apa uang yang aku kirim masih kurang sampai kamu ngemis-ngemis padanya?! Astaga Salma!" Endra emosi, dia melempar ponsel Salma ke atas meja.
"Mas—
"Stop menerima uang dari Sabda! Aku bisa memenuhi kebutuhan kalian!" Endra menyela.
"Mas, tapi ini bukan perkara mampu atau tidak mampu. Mas Sabda ayahnya Aundy, dia merasa memiliki kewajiban menafkahi Aundy!"
"Mulai hari ini, sebaiknya kamu tutup akses apapun tentang dia. Kalau bisa uang yang baru saja dia berikan, KEMBALIKAN!"
Salma manarik napas dalam, bingung harus seperti apa menanggapi sikap Endra yang super pencemburu ini.
"ATAU, jangan-jangan kamu yang kangen tidur dengannya!"
"Astaghfirullah, Mas! Istighfar... Nggak ada istilah seperti itu di pikiran Salma," bantah Salma, tegas.
"SALMA! harusnya kamu itu bersyukur aku mau menikahimu. Kamu itu janda dengan satu anak! Dapatnya aku seorang perjaka!" bentaknya dengan wajah yang sudah merah padam.
Pasti, pasti selalu kalimat itu yang selalu diucapkan Endra, di saat kita berdebat. Dan sialnya, Salma tidak mampu membalas apapun yang dilontarkan Endra. Karena itu fakta.
Mendengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Salma pun meminta Endra untuk berhenti memakinya. "Aundy pulang, jangan sampai dia tahu kita bertengkar!" Ujarnya sedikit memohon.
Endra tak merespon, dia justru berlalu. Dan langsung menangkis tangan Aundy yang hendak mencium punggung tangannya.
"Ayah kenapa, Bun?" Aundy menatap heran ke arah Salma lalu ke arah kopi hitam yang masih mengepulkan uap panas. "Ayah marah lagi? Hari ini kenapa? Tumben kopinya tidak diminum." Rasa penasaran Aundy semakin tinggi, apalagi saat melihat mata Salma merah. Sepertinya dia paham jika Salma tidak baik-baik saja.
"Ody, besok libur kan? Nanti malam tidur tempat nenek ya. Biar Om Panji jemput kamu."
"Hum ...." gadis kecil itu mengangguk pelan pertanda setuju.
Mendengar jawaban putrinya, Salma bergegas masuk ke kamar Aundy. Menyusun pakaian ganti untuk anak perempuannya. Dia tidak ingin Aundy mendengar pertengkaran antara dia dan Endra.
Sudah cukup Aundy menjadi anak korban broken home. Dia tidak ingin Aundy ketakutan melihat pertengkaran antara dirinya dengan Endra. Sebab tidak semudah itu Endra melupakan kesalahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
atik cahya
baru mampir, eh ayah sabda😅😅
2023-12-26
1
choowie
cerita ayah sabda sama bunda Salma ya🥰🥰🥰
aku mampir kak.ella🥰🥰🥰
2023-10-12
1
Fa
ih kok gitu sih si Endra, ngungkit" janda n' jaka kan qt gk tau jalan hidup ini kek gimana. atau jangan" dy selingkuh lagi
2023-09-21
0