Perdebatan

Salma dan Endra baru saja mengakhiri obrolannya via telepon. Keduanya saling mengungkapkan kata rindu yang kian hari semakin menyiksa. Dan hanya pertemuan yang mampu menghilangkan rasa yang kini sama-sama menyerang keduanya. Tapi sayang mereka perlu menunggu 9 Minggu lagi untuk dapat berjumpa. Itupun kalau manpower yang bertugas menyetujui tanggal cuti Endra.

Ya, sudah satu Minggu lamanya Endra kembali ke tempat kerja, dan hidup Salma sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran pria itu. Mengetahui Endra hari ini sedang off day. Salma memberanikan diri bertanya tentang bill hotel yang seminggu ini mengusik ketenangan hatinya. Dia sudah penasaran dengan penjelasan Endra mengenai bill yang ditemukan.

Salma : Mas Endra sudah ngantuk?

Salma berusaha bertanya terlebih dahulu, mengingat ini sudah pukul sembilan malam. Itu artinya, di wilayah Kutai Kartanegara sudah pukul 10 malam.

Mas Endra : Belum Sayang, mau telpon lagi?

Salma tersenyum lalu menjawab singkat; Tidak.

Tak ada balasan lagi, Salma kembali mengetikan pesan.

Salma : Mas, seminggu yang lalu aku nemu bill di saku jaket mas Endra yang ditinggal di rumah. Mas Endra dari Dieng?

Satu menit tak ada balasan dari pria bernama Rajendra Arwenda. Padahal Salma tahu dengan jelas jika pria itu telah membaca pesannya. Salma berpikiran jika itu benar-benar bill milik Endra.

Salma mengirimkan foto bill itu, meski gambarnya sudah tidak jelas dia berharap Endra bisa menjelaskan padanya.

Salma : Ini loh. Punyamu, Mas? Kapan ya?

Mas Endra : Iya Sayang. Aku baru ingat, untung kamu kasih lihat.

"Beneran punya mas Endra?" Salma justru ragu. "Kapan dia pergi?!"

Salma : Kapan mas Endra pergi?

Salma : Perasaan enggak pamitan sama aku kalau mau ke Dieng?

Salma : Kok perginya sembunyi gitu, hayooo kenapa?

Mas Endra : Lah, emang kenapa kalau aku pergi check-in, SALAH? Aku cuma nenangin pikiran aja kok. Kamu curiga sama aku? Kamu curiga kalau aku ngapa-ngapain sama cewek lain? Udah deh nggak usah nuduh-nuduh sembarangan! AKU TU COWOK, BISA JAGA DIRI. KALAU UDAH PUNYA SATU YA UDAH!

Salma : Loh, kok ngegas! Salma kan cuma tanya. Mas kapan perginya, soalnya tanggal di sana sudah gak kelihatan. Apa salah tanya gitu doang!

Mas Endra : Jelas salah, sikap kamu ini seolah nuduh aku check in sama wanita lain.

Salma : Di mana letak tuduhanku? Aku nggak nuduh kamu mas? Baca ulang deh, aku cuma tanya kapan perginya. Kalau mas nggak mau jawab ya sudah!

Mas Endra : Makanya Sabda nggak betah hidup sama kamu. Pasti selalu kamu giniin, kan? intropeksi diri deh, Yang!

Salma : Maaf.

Salma meredam amarahnya dia tidak lagi menatap layar ponsel yang akan semakin membuat dirinya emosi. Salma meletakan ponselnya ke atas meja, berusaha melupakan masalah kertas bill yang dia temukan. Semoga saja itu hanya ketakutannya yang berlebihan. Endra enggak mungkin melanggar janji yang sudah menjadi komitmen mereka berdua.

Saat Salma mengubah posisi tidurnya menghadap samping, wajah terlelap Aundy langsung menyambutnya. Seakan memberikan sedikit ketenangan yang mampu membuat hatinya jauh lebih baik. Tanpa menunggu lama Salma ikut terlelap, dia tidur dengan memeluk tubuh putrinya. Seakan dengan begitu dunia berasa ada dalam genggamannya, dia bahagia berdua bersama Aundy.

...----------------...

Rutinitas Salma berjalan seperti biasa, mengantar Aundy lalu kembali untuk membersihkan rumah. Ada kalanya ketika merasa bosan dia ingin kembali bekerja. Tapi sayang Endra tidak memperbolehkan Salma bekerja. Katanya malu, masa suami kerja di tambang batubara istrinya di rumah masih dipaksa kerja. Di kira gaji suaminya tidak cukup untuk menghidupi mereka.

Jadi, ketika dirinya merasa bosan, dia hanya akan bermain-main dengan ponsel. Kadang, jika rumah sudah bersih semua, dia memilih datang ke rumah ibu. Seperti pagi ini, demi mengalihkan rasa kesalnya pada Endra. Dia memutuskan membantu ibunya yang sibuk dengan pakaian laundry di rumah.

"Sudah sarapan?" kalimat itu menyambut pendengaran Salma ketika kakinya berhasil melewati bibir pintu.

"Sampun, Bu! Tadi Ody minta beli soto."

Wanita itu tersenyum simpul, sambil fokus dengan mesin pengering mesin cucinya. "Sal!"

"Hum?" Salma menjawab lemah.

"Kemarin ibu ketemu sama Bu Bibah. Dia cerita kalau sebentar lagi mau mantu, katanya mau nanggap campursari sama wayang!" adu Bu Deva.

"Alhamdulillah, dong Buk." Salma merespon cepat.

"Ody gimana? Ibu cuma khawatir sama Ody."

"Ya nggak papa. Ody kan anakku." Salma meringis saat mendapati gebukan handuk di lengannya. Bu Deva wanita lima puluh tahun itu memang begitu, meski sedikit kasar tapi dia begitu menyayangi Salma.

"Maksud ibu, tu! emang kamu enggak khawatir sama Sabda, gimana kalau dia bakal lupa sama Ody?"

Salma menarik napas dalam. "Salma justru khawatir, Ody akan lebih suka tinggal sama Hani ketimbang Salma, Buk."

"Ya, enggak. Ody putrimu. Dia akan ada selalu bersamamu. Kalau Sabda nuntut hak asuh, ibu yang akan membelamu!"

"Doain aja, Buk."

"Pastilah! lagian kamu duluan kok yang nikah. Kamu juga sudah bahagia sama Endra. Mertuamu juga sayang sama kamu. Bakale ayem kalau ibu ninggalin kamu!" Bu Deva terkekeh melihat raut Salma yang ditekuk dalam. "Kamu sudah hamil belum?"

"Ibu apaan sih, orang mas Endra pulang aja aku pas datang bulan. Hamil dari mana?" jawab Salma diselingi tawa kecil, padahal selama dua Minggu mereka kerja keras hanya dua hari saja liburnya.

"Yang sabar ya. Memang rumah tangga itu ujiannya beda-beda."

Salma menganggukan kepala. Baik dari pernikahan pertama maupun pernikahan yang kedua. Salma tidak pernah menceritakan seluk beluk mengenai rumah tangganya pada keluarga. Dia merasa perlu menjaga baik buruk suaminya. Jadi, sekalipun dia dan Sabda sudah bercerai, kedua orang tuanya tidak pernah tahu alasan di balik perceraiannya itu.

"Ayahnya Ody kapan pulang?" tanya Bu Deva.

"Nggak tahu, Buk. Mungkin bulan ini juga."

"Masih sering telepon Ody?"

"Hari Minggu saja." Ya, setiap Minggu Sabda memang rutin menelpon Aundy. Sedangkan di hari-hari biasa, sangat jarang Sabda menghubungi kecuali memang ada hal penting.

"Kapan hari Sabda telponan sama adikmu. Nggak tahu bahas apa!" Bu Deva berusaha memancing putrinya.

"Biarlah yang penting bukan sama Salma yang bisa bikin mas Endra cemburu."

Tawa Bu Deva semakin lantang. "Kayae bahas calon istrinya, kan, si calonnya itu satu kampus sama Panji."

Jujur Salma baru tahu jika Hani masih duduk di bangku kuliah. Mungkin Sabda telepon hanya untuk bertanya perihal Hani. "Oh, masih kuliah? Bagus dong buk. Masih muda, cantik, kariernya pasti juga bagus nanti." Salma begitu memuji calon dari Sabda.

"Kamu yang ikhlas ya ... insya Allah, Endra adalah pria terbaik buat kamu."

Terpopuler

Comments

Fa

Fa

hilih, ciri ciri laki laki yg udah selingkuh di tanya baik baik jawabnya malah emosi

2023-09-21

1

Abie Mas

Abie Mas

endra ga baik jg ternyata kasian kl harus nikaj 3x

2023-06-19

0

Lela Raya

Lela Raya

selalu suka SM cerita KA ell👍👍👍👍

2023-06-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!