“Ayah, perginya jangan lama-lama ya!” ucap Aundy mengucapkan salam perpisahan kepada Endra, dengan mata dan pipi yang sudah merah menahan tangis.
Salah satu tujuan Salma menikah supaya putrinya memiliki kasih sayang utuh dari ayah dan bundanya. Tapi, jika begini adanya—terkadang dia berpikir bukankah ini sama saja melukai hati Aundy, karena setiap tiga bulan sekali terpaksa harus melewati salam perpisahan. Sepertinya, Salma harus kembali membujuk Endra supaya mau membawa mereka ke Kutai Kartanegara.
Dua minggu terasa begitu cepat berlalu, kini Aundy dan Salma tengah mengantar Endra ke bandara Ahmad Yani, Semarang. Sebenarnya, perpisahan adalah hal yang paling dihindari oleh Salma. Tapi apa boleh buat, keadaan memaksanya untuk melakukan itu.
“Aundy jangan nakal ya, jagain Bunda,” ucap Endra sebelum melepas pelukan Aundy. Lalu beralih ke Salma. “Udah jangan nangis!” ucap Endra, dia paling tidak suka jika kepergiannya untuk bekerja ditangisi seperti ini. Jemarinya menghapus air mata Salma, kemudian mengecup kening, kedua pipi, hingga terakhir kecu pan di bibir.
“Hati-hati ya, jaga kesehatan. Jangan lupa sering telepon kalau pas off.” sistem kerja Endra masih tergolong enak, perusahaan tempatnya bekerja mengaduk sistem kerja 3 hari masuk pagi 3 hari masuk malam dan 3 hari waktu istirahat. Berbeda dengan sistem kerja Sabda yang 12 satu, artinya 12 hari kerja satu hari libur.
“Ya, kamu juga.”
Salma mengangguk, lalu dengan berat hati melepas suaminya pergi. Dia mengamati Endra yang semakin menjauh darinya. Perlahan tubuh pria itu tertutupi oleh beberapa orang yang ada di sana. Hingga kemudian, Salma benar-benar tidak bisa melihat bayangan pria itu.
“Ayo, Bunda! Kita ke mall, kan?” masih dengan baju seragam merah putih, Aundy mendongak, menatap Salma yang masih mengamati jejak langkah Endra.
“Bunda!”
“Iya. Ayo!” Salma kemudian menuntun putrinya untuk mencari taksi. Di rumah memang ada mobil, tetapi Salma tidak memiliki keberanian untuk mengemudikan, jadi jika tidak ada Endra, dia hanya menggunakan motor matic saat bepergian.
Sesuai janji Salma pada Aundy, setelah ayah sambungnya itu pergi demi mengurangi kesepian Salma membawa Aundy jalan-jalan. Dan kali ini Salma menuruti kemauan Aundy yang meminta bermain ke timezone.
Sebelum masuk mall, Salma membawa Aundy untuk berganti baju. Lalu menuntun anak gadisnya menuju lantai tiga, di mana lokasi permainan itu berada. Setelah berhasil membeli tiket, Salma mengambil duduk, sambil mengawasi Aundy yang tengah bermain.
Sudah sepuluh hari memasuki bulan puasa. Mall pun sudah cukup ramai. Banyak mereka mencari koleksi baju lebaran. Mengawasi situasi sekitar mendadak Salma teringat akan mantan suaminya yang dulu sempat mengirimkan uang untuk membeli baju lebaran.
"Bundaaaa!" teriakan suara Aundy membuat Salma menoleh, pandangannya langsung tertuju pada Aundy yang melambaikan tangan ke arahnya. Dia pun membalas lambaian tangan Aundy lengkap dengan senyuman yang begitu lebar.
Sampai tepat pukul satu siang, Salma membawa Aundy keluar dari lokasi timezone. Kebetulan hari ini dia sedang tidak puasa lantaran kedatangan tamu bulanan.
Alasan itu pula yang membuat Endra kecewa lantaran jadwal tamu bulanan Salma yang datang lebih awal. Di dalam aplikasi yang dibagikan kepada Endra, tercatat Salma akan datang bulan tanggal 15. Tapi kemarin tanggal 9 dia sudah datang bulan. Alhasil, waktu dua minggunya terpotong dua hari.
"Bunda, aku mau makan!" rengek Aundy, seraya memegangi perutnya.
"Mau makan apa?"
"Ayam katsu."
Salma tersenyum, lalu menuntun anaknya ke salah satu foodcourt yang ada di lantai empat.
Keduanya begitu girang, Aundy memamerkan kupon hadiah yang baru saja didapatkan. Tapi, dia berniat mengumpulkannya terlebih dahulu, dan akan menukarnya saat nanti bersama ayah Sabda.
Salma sempat akan berbalik arah, saat melihat mantan mertuanya berada di salah satu kursi yang ada di sana. Tapi terlambat, karena Bu Habibah sudah melihatnya terlebih dahulu, dia tidak ingin terkesan menghindari mantan mertuanya itu.
"Hah, ada cucunya embah ... Mau maem, Sayang, maem apa? Sini -sini gabung sama embah!" Ajak perempuan itu, begitu ramah terhadap Aundy. Tapi berbeda perlakuan terhadap Salma, dia hanya dianggap makhluk tak kasat mata.
Meski begitu Salma tidak mempermasalahkan hal itu. Dia berusaha sopan, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng.
Meja yang mereka tempati sudah penuh, satu kursi yang tadi tersisa sudah diisi oleh Aundy. Setelah berhasil menyalami tiga wanita yang hadir di sana. Salma membuka meja baru tepat di samping mereka.
"Ayo, ayo salim dulu! Ini namanya Tante Hani, dia calon mamanya Ody!" Bu Halimah memperkenal wanita yang ikut duduk di meja no 16. Cantik, muda dan yang pasti satu strata dengan Bu Habibah.
Meski rasa penasaran Salma sudah menyentuh hampir 100 persen. Tapi dia tidak ingin langsung melihat ke arah perempuan itu. Salma menunggu waktu yang tepat untuk melihat ke arah calon dari Sabda.
"Embah putri, tapi ayah Sabda bilang dia nggak mau nikah kok!" bantah Aundy, setelah selesai bersalaman dengan Hani.
Ucapan menggemaskan dari Aundy disambut gelak tawa dari tiga perempuan yang duduk di sana. Mereka menganggap ucapan Aundy itu lucu, karena siapa sih yang akan menolak pesona Hani.
"Ayahmu sama Tante Hani, setelah lebaran mau tunangan dulu, Cah ayu. Nanti jangan lupa bobo tempat embah ya!" bujuk Bu Habibah.
"Sama bunda ya, Mbah? kalau Aundy boleh bawa bunda, Aundy mau."
"Ya jangan! hla gimana kok sama bunda." Bu Habibah menolak tegas, diiringi tawa palsu seraya melirik ke arah calon besannya.
Melihat raut kecewa Aundy, Salma buru-buru mengambil alih situasi. "Aundy, maem dulu Sayang!" kebetulan sekali, ayam katsu yang diinginkan Aundy baru saja datang. Dan saat itu juga, Salma bisa melihat sosok wanita yang hendak menikah dengan Sabda.
Satu kata yang mengusik isi kepalanya—sempurna. Dari penampilan fisik yang bisa ditangkap Salma, Hani adalah sosok perempuan sempurna. "Mari, Bu!" tawar Salma, mencoba sopan. Meski tak ada satupun yang menjawab sapaanya itu.
Salma memilih memperhatikan Aundy yang tengah makan dengan lahap. Aundy sangat menyukai ayam katsu lengkap dengan saladnya, sama hal nya dengan Sabda. Entahlah, setiap apa yang dilakukan Aundy, dia merasa menemukan sosok Sabda dalam versi perempuan.
Melihat Aundy nyaris menghabiskan isi piringnya, Salma memutuskan untuk izin ke toilet terlebih dahulu. "Jangan ke mana-mana ya, Aundy. Duduk sini saja!" Pesan Salma.
"Bunda mau ke mana?"
"Ke toilet sebentar, ada di sana kok!" Salma menunjuk ke arah sudut ruangan, di mana ada tulisan yang menunjukan tempat yang dia cari.
Mendapat respon anggukan kepala dari Aundy, Salma menitipkan aundy pada mertuanya. Dia butuh mengganti pembalut sebelum pulang ke rumah, khawatir akan bocor di jalan dan mengotori taksi yang ditumpangi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
kok taksi?
bukanny naik spd motor??
2023-10-07
1
Fa
rasa rasanya ada aroma mertua durjana nih
2023-09-21
0
Abie Mas
mantan mertua ga baik
2023-06-19
0